Jakarta (Antara Kalbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengirimkan surat pemanggilan kepada Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Edhie Baskoro Yudhoyono, sebagai saksi meringankan untuk tersangka penerima gratifikasi dalam proyek Pusdiklat Hambalang dan proyek lainnya Anas Urbaningrum.

"Benar, penyidik KPK telah mengirimkan surat kepada SBY dan Edy Baskoro, terkait permintaan menjadi saksi meringankan atas permintaan tersangka AU pada tanggal 28 April lalu," kata Juru Bicara KPK Johan Budi dalam pesan singkat kepada wartawan di Jakarta, Senin.

Anas Urbaningrum setelah pemeriksaan Tim Penyidik KPK di Jakarta, Senin petang, mengatakan kesaksian Susilo Bambang Yudhoyono dan Edhie Baskoro (Ibas) merupakan saksi yang lebih bernilai dibandingkan dengan pemeriksaan saksi lain.

"Mengapa saya minta Pak SBY dan Mas Ibas sebagai saksi meringankan? itu karena sampai hari ini Pak SBY dan Mas Ibas yang sesungguhnya sangat layak untuk dipanggil menjadi saksi fakta itu tidak dipanggil-panggil," kata Anas kepada wartawan.

Anas mengatakan tidak perlu mengajukan nama Ketua Umum Partai Demokrat dan Edhie Baskoro sebagai saksi meringkankan jika keduanya telah dipanggil sebagai saksi fakta oleh KPK.

Pengacara keluarga Susilo Bambang Yudhoyono, Palmer Situmorang, ketika dikonfirmasi wartawan, mengatakan surat kepada SBY dan Edhie Baskoro bukan surat pemanggilan, tapi surat permintaan menjadi saksi meringankan atas permintaan Anas Urbaningrum.

"Sudah dijawab pada 28 April dan substansi perkara yang disidik tidak ada relevansinya dengan Pak SBY dan Edhie Baskoro Yudhoyono," kata Palmer.

Anas diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus  penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.

KPK menyangkakan Anas berdasarkan Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Anas dalam surat dakwaan mantan Menpora Andi Mallarangeng mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat pada 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

Anas juga disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang sejak 5 Maret lalu dengan sangkaan Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan.

Ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. 

Pewarta: Imam Santoso

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014