Pontianak (Antara Kalbar) - Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengakui kecukupan gizi di provinsi itu masih menjadi masalah serius karena target untuk menurunkan angka gizi kurang dan stunting atau kerdil masih belum tercapai.

"Banyak dampak yang ditimbulkan dari balita yang mengalami kurang gizi," kata Kepala Seksi Bimdal Gizi Dinkes Provinsi Kalbar Hendri Hadad saat dihubungi di Pontianak, Minggu.

Menurut dia, kurang gizi pada dua tahun pertama kehidupan membuat kerusakan otak yang tidak dapat lagi diperbaiki.

Kemudian, balita yang pendek, cenderung kurang berprestasi di sekolah, serta dapat menurunkan jumlah penghasilan saat dewasa sebesar 20 persen.

Ia melanjutkan, masalah kurang gizi juga menyebabkan kemiskinan sehingga keluarga perlu fokus pada seribu hari pertama kehidupan, dimulai saat kehamilan hingga anak berusia dua tahun.

Di Kalbar, ada beberapa penyebab gizi buruk misalnya dari faktor keluarga, masyarakat, non kesehatan serta kesehatan.

Faktor keluarga, penyebabnya tidak mau/jarang menimbang ke posyandu, pola asuh anak kurang baik, jumlah anak terlalu banyak, serta keharmonisan rumah tangga kurang baik.

Faktor masyarakat, posyandu yang tidak aktif, non kesehatan karena alasan ekonomi, ketersediaan pangan terbatas, tingkat pendidikan rendah, infrastruktur, geografis serta lingkungan yang kurang baik.

Faktor kesehatan, seperti penyakit infeksi dan menular, pengetahuan gizi kurang dan pola asuh yang kurang.

Namun, gizi ibu yang optimum menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak.

Sepanjang tahun 2013, tercatat 280 kasus gizi buruk di Kalbar dengan 11 kematian.

Terkait hal itu, ia mengingatkan pentingnya program perbaikan gizi masyarakat yang harus sinergis dan koordinatif dengan program lain baik sektor kesehatan maupun non kesehatan.

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014