Pontianak  (Antara Kalbar) - Impor gula dari Thailand yang dilakukan oleh Perum Bulog dinilai akan mematikan petani tebu dan pabrik gula pasir dalam negeri, kata Anggota Komisi A DPRD Kota Pontianak Harry Andrianto.

"Kami minta Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan pusat ikut memperhatikan keluhan nasib ribuan petani tebu dalam negeri yang sering kali mengeluhkan harga gula dalam negeri rendah akibat beredarnya gula impor rafinasi di masyarakat saat stok gula dalam negeri berlebihan," kata Ahrray Andrianto di Pontianak, Jumat.

Harusnya ada kesadaran dan koordinasi antarkepala daerah sehingga ketahanan pangan dalam negeri jangan sampai hancur oleh pemain kartel gula impor rafinasi yang menginginkan petani dan pabrik gula dalam negeri ambruk atau gulung tikar.

Pemerintah pusat jangan semena-mena membuka kran impor gula, padahal stok gula dalam negeri berlebihan. Ini tentu ada yang tidak beres, sehingga lembaga hukum seperti kepolisian, kejaksaan bahkan KPK harus masuk keranah ini, karena telah merugikan negara, kata Harry yang juga sebagai Koordinator Tim Investigasi DPRD Kota Pontianak itu.

Masuknya ribuan ton gula impor asal Thailand ke Kalbar baru-baru ini yang diprakarsai Bulog dan perusahaan Agro Abadi menunjukkan pemerintah tidak berpihak kepada petani dan pabrik gula pasir dalam negeri.

"Sudah sangat keterlaluan, karena tahun 2009 Agro Abadi dan Bulog Divre Kalbar pernah tertangkap basah, karena praktik pencucian beras masyarakat miskin yang dicuci kemudian dimasukan ke karung ber merek tapi kasusnya tidak tuntas," katanya.

Saat Kalbar sedang berjuang memberantas gula ilegal dari perbatasan Malaysia agar ketahanan pangan bangsa ini jangan sampai hancur, tiba-tiba Bulog Kalbar bersama Agro Abadi justru memasarkan gula impor asal Thailand dalam jumlah besar ke Kalbar.

"Harusnya Bulog mengambil gula produk dalam negeri, bukan impor. Bulog harus diperiksa, sebab impor itu diperbolehkan jika provinsi atau daerah dalam keadaan krisis gula pasir atau harga gula meroket tinggi, dan tidak boleh menunjuk satu perusahaan saja, agar harga bisa terkendali," ungkap Harry.

Saat ini petani tebu di Jawa dan Sumatera sedang mengeluh dan teriak akibat merembesnya gula impor asal Thailand khusus industri atau gula rafinasi beredar luas di pasaran dan masyarakat, katanya.

Menurut Harry kondisi impor gula rafinasi yang masuk ke daerah-daerah tentu sangat merugikan petani karena harga pokok produksi gula petani sekitar Rp9.500/kilogram.

"Ini akan menjadi awal kebangkrutan petani tebu, karena pedagang tidak mau membeli gula ke petani dengan harga mahal, apalagi sisa musim giling 2013 juga masih menumpuk di Gudang pabrik gula dan gudang pedagang," katanya.

(A057/I006)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014