Jakarta (Antara Kalbar) - Makan satu porsi penuh saat hari raya bisa menimbulkan efek negatif terutama jika makanannya mengandung kalori tinggi.
"Biasanya pada hari Lebaran akan ada acara kunjungan keluarga dan pasti dijamu. Kalau ada banyak tempat yang dikunjungi, berarti akan banyak makanan yang disantap," kata Pakar Gizi Universitas Indonesia Dr dr Inge Permadi MS SpGK saat dihubungi, Senin.
Inge mengatakan sebaiknya diperhitungkan jumlah tempat yang akan dikunjungi dan jumlah porsi yang akan dimakan di setiap tempat.
Sebaiknya makanan yang disantap di setiap tempat maksimal lebih sedikit dari porsi makan biasa.
"Kalau bisa mengambil sendiri makanannya akan lebih baik, jangan terlalu banyak, karena mungkin di tempat selanjutnya juga akan makan lagi. Yang penting juga, jangan makan sampai kenyang," tuturnya.
Karena itu, Inge menyarankan lebih baik pilih makanan yang benar-benar diinginkan. Bila ada makanan yang tidak terlalu diinginkan, lebih baik tidak diambil dan tidak dimakan.
Inge mengatakan merupakan hal yang penting untuk memahami bahwa makanan yang dihidangkan saat Idul Fitri adalah hidangan yang juga bisa disantap di hari-hari lain.
"Semua makanan itu pasti rasanya enak. Namun, motivasi untuk sehat harus lebih besar daripada godaan untuk menyantap makanan secara berlebihan," katanya.
Inge mengatakan obesitas dan hiperkolesterol tidak terjadi dalam waktu mendadak.
Hal itu disebabkan oleh pola makan dan gaya hidup yang buruk dalam jangka waktu lama.
"Jadi kalau waktu Lebaran makannya tidak berlebihan ya tidak apa-apa. Yang penting sadar diri saja," ujarnya.
Menurut Inge, pada saat puasa juga banyak yang justru menjadi lebih gemuk dan berat badannya bertambah.
Hal itu karena pola makan yang tidak diatur setelah berbuka.
"Karena siang harinya puasa, banyak yang berpikir setelah berbuka harus banyak makanan manis. Makanan yang berkalori tinggi adalah makanan mengandung gula dan lemak," katanya.
Apalagi, setelah makan cukup banyak di malam hari, orang cenderung tidak banyak beraktivitas sehingga tidak ada kalori yang terbakar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Biasanya pada hari Lebaran akan ada acara kunjungan keluarga dan pasti dijamu. Kalau ada banyak tempat yang dikunjungi, berarti akan banyak makanan yang disantap," kata Pakar Gizi Universitas Indonesia Dr dr Inge Permadi MS SpGK saat dihubungi, Senin.
Inge mengatakan sebaiknya diperhitungkan jumlah tempat yang akan dikunjungi dan jumlah porsi yang akan dimakan di setiap tempat.
Sebaiknya makanan yang disantap di setiap tempat maksimal lebih sedikit dari porsi makan biasa.
"Kalau bisa mengambil sendiri makanannya akan lebih baik, jangan terlalu banyak, karena mungkin di tempat selanjutnya juga akan makan lagi. Yang penting juga, jangan makan sampai kenyang," tuturnya.
Karena itu, Inge menyarankan lebih baik pilih makanan yang benar-benar diinginkan. Bila ada makanan yang tidak terlalu diinginkan, lebih baik tidak diambil dan tidak dimakan.
Inge mengatakan merupakan hal yang penting untuk memahami bahwa makanan yang dihidangkan saat Idul Fitri adalah hidangan yang juga bisa disantap di hari-hari lain.
"Semua makanan itu pasti rasanya enak. Namun, motivasi untuk sehat harus lebih besar daripada godaan untuk menyantap makanan secara berlebihan," katanya.
Inge mengatakan obesitas dan hiperkolesterol tidak terjadi dalam waktu mendadak.
Hal itu disebabkan oleh pola makan dan gaya hidup yang buruk dalam jangka waktu lama.
"Jadi kalau waktu Lebaran makannya tidak berlebihan ya tidak apa-apa. Yang penting sadar diri saja," ujarnya.
Menurut Inge, pada saat puasa juga banyak yang justru menjadi lebih gemuk dan berat badannya bertambah.
Hal itu karena pola makan yang tidak diatur setelah berbuka.
"Karena siang harinya puasa, banyak yang berpikir setelah berbuka harus banyak makanan manis. Makanan yang berkalori tinggi adalah makanan mengandung gula dan lemak," katanya.
Apalagi, setelah makan cukup banyak di malam hari, orang cenderung tidak banyak beraktivitas sehingga tidak ada kalori yang terbakar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014