Jakarta (Antara Kalbar) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memperkuat upaya pencegahan kebakaran hutan dengan mendeteksi semua kawasan rawan dan memastikan kapasitas yang cukup untuk mengatasi persoalan tersebut.

"Deteksi kawasan rawan tersebut mencatat ada delapan provinsi yang memiliki potensi terjadinya kebakaran hutan yaitu Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur," kata Deputi III Bidang Kerusakan Lingkungan KLH Arief Yuwono kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan, selain deteksi kawasan rawan, memperkuat kapasitas yang ada dilakukan dengan memberikan pembinaan kepada masyarakat peduli api (MPA), yang secara sukarela mengawasi, mengontrol dan memadamkan api jika terjadi kebakaran hutan.

"MPA ini juga dilatih untuk memberikan sosialisasi serta kampanye menjaga hutan. Bahkan mulai menerapkan sistem pengkaderan," ujarnya.

Arief menuturkan MPA terdiri dari 50 orang warga yang terpencar di sebuah kawasan rawan kebakaran hutan. Misalnya, kawasan rawan kebakaran hutan yang ada di Desa Sepahat, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau dan Kelurahan Rasau Jaya, Kabupaten Kuburaya, Provinsi Kalimantan Barat.

Adanya data yang detail mengenai kawasan mana saja rawan kebakaran, ujarnya, akan mempermudah upaya penanggulangan jika terjadi kebakaran dan diharapkan MPA ini dapat ditularkan ke wilayah lain yang berpotensi sama.

Dia menyebutkan ternyata kebakaran hutan ini memiliki karakteristik tersendiri yaitu terjadi berulang kali di kawasan yang sama sehingga pihaknya mulai melakukan pencegahan di lokasi-lokasi rawan.

"Jadi kami menerapkan sistem kerucut ketika mendeteksi, awalnya mendeteksi provinsi yang rawan, lalu mengecil ke kabupaten/kota, ke kelurahan hingga ke desa," katanya.

Selain melakukan pencegahan, Arief melanjutkan, masih ada upaya penanggulangan, rehabilitasi dan penegakan hukum. Pihaknya berharap upaya penanggulangan akan semakin kecil dilakukan jika pencegahan dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien.

"Memberikan peringatan secara dini kepada kawasan rawan kebakaran hutan menjadi metode pencegahan yang efektif," ujarnya.

Dia mengatakan untuk rehabilitasi dan penegakan hukum dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang mana perusahaan diwajibkan untuk membuat audit lingkungan jika ditemukan kawasannya berulang-ulang terjadi kebakaran.

Jadi, kata dia, selain memberikan penguatan kepada masyarakat, juga menekankan kepada perusahaan untuk membuat audit lingkungan.

Sementara itu, berdasarkan prediksi Fire Danger Rating System (FDRS) dan curah hujan menurun yang diinfokan oleh BMKG, maka kebakaran lahan dan hutan berpotensi terjadi delapan provinsi rawan (Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan). Kebakaran tersebut berpeluang  lebih menyebar dalam periode yang lebih panjang, karena dipicu oleh fenomena el nino.

(A041/Z. Abdullah)

Pewarta: Hendrina Dian Kandipi

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014