Jakarta (Antara Kalbar) - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Johan mengemukakan ada sebanyak 971 kepala daerah yang "pecah kongsi" atau 94,64 persen dari 1026 kepala daerah yang dipilih secara langsung pada 2005 hingga 2013.
 
"Fakta itu menunjukkan 'pecah kongsi' di antara kepala daerah sangat tiggi sehingga perlu dicari tahu penyebabnya, termasuk dikaji sistemnya," kata Djohermansyah Johan pada diskusi "Forum Legislasi: RUU Pilkada" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta,  Selasa.

Menurut Djohermansyah, dari hasil kajian Kementerian Dalam Negeri kepala daerah yang "pecah kongsi" meliputi sebanyak 57 pasangan gubernur dan wakil gubernur serta sebanyak 914 pasangan bupati dan wakil bupati serta pasangan walikota dan wakil walikota.

Ia menjelaskan, dari 1026 pemilihan kepala daerah, hanya 55 pasangan kepala daerah yang tetap harmonis sampai akhir masa jabatannya dan kemudian mengikuti pemilihan kepala daerah periode kedua.

Dari 55 pasangan kepala daerah itu, kata dia, meliputi enam pasangan gubernur dan wakil gubernur serta 49 pasangan  bupati dan wakil bupati serta pasangan walikota dan wakil walikota.

"Dari enam pasangan gubernur dan wakil gubernur itu antara lain, di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur," katanya.

Djohermansyah menjelaskan, karena sangat tingginya kepala daerah yang pecah kongsi sehingga pada pembahasan RUU Pilkada, Pemerintah mengusulkan agar wakil kepala daerah tidak dipilih dalam satu paket dengan kepala daerah.

Kalau kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan walikota, dipilih secara langsung, menurut Djohermansyah, Pemerintah bisa menerimanya, tapi untuk wakil kepada daerah memiliki usulan sendiri.

"Usulan Pemerintah agar wakil kepala daerah dipilih oleh kepala daerah yang terpilih," katanya.

Ia menjelaskan, mekanismenya adalah  kepala daerah terpilih mengajukan tiga nama kepada pemerintah untuk dipilih satu nama dan tersebut kemudian dilantik oleh kepala daerah sebagai wakilnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga mengusulkan, agar calon wakil kepala daerah itu dari unsur pegawai negeri sipil (PNS) tapi DPR RI mengusulkan dari unsur PNS atau non-PNS, termasuk dari parpol.

"Ini masih menjadi pembicaraan antara Pemerintah dan DPR sebelum menyetujui RUU Pilkada," katanya.

Pewarta: Riza Harahap

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014