Jakarta (Antara Kalbar) - Lembaga Swadaya Masyarakat Solidaritas Perempuan meminta Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla membentuk kelompok kerja ketenagakerjaan di Rumah Transisi guna merumuskan dan merekomendasikan perlindungan buruh migran.

Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam dalam rekomendasi tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan Pokja Ketenagakerjaan dalam Rumah Transisi dapat merumuskan, menganalisis, dan memberikan rekomendasi perbaikan perlindungan mulai dari prapenempatan, pada saat bekerja dan setelah bekerja agar kebijakan dan anggaran benar-benar dapat diterapkan dan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan buruh migran.

Ia mengatakan terdapat tujuh masalah pokok terkait perbudakan modern yang dialami para buruh migran yakni perekrutan tidak sah, mekanisme pembiayaan, penanganan kasus dan bantuan hukum, pendidikan dan peningkatan ketrampilan, peran serta masyarakat, reintegrasi buruh migran purna (pemberdayaan ekonomi), dan pengawasan serta pendataan di daerah.

Selain itu Solidaritas Perempuan, lanjutnya, merekomendasikan agar Pokja juga melibatkan serikat buruh, serikat buruh migran dan serikat atau kelompok pekerja rumah tangga baik yang ada di Indonesia maupun di luar negeri, LSM pemerhati masalah buruh migran dan para akademisi yang secara pemikiran dan tindakan benar-benar memberikan perspektif perlindungan bagi para buruh migran dalam pokja ketenagakerjaan.

Pelibatan ini, menurut dia,  hanya semata-mata dilakukan agar kebijakan, anggaran, dan pengawasan yang akan dilakukan oleh pemerintah Jokowi-JK benar-benar mencerminkan nilai perlindungan bagi buruh migran.

Sebelumnya solidaritas Perempuan bersama 20 organisasi masyarakat sipil lain, mahasiswa, dan jaringan dari tujuh wilayah (Lampung, Mataram, Sumbawa, Kendari, Makassar, Palu dan Karawang) telah berkonsolidasi untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan merumuskan agenda prioritas program Pemerintahan Baru periode 2014-2019.

Kekerasan dan pelanggaran hak buruh migran, khususnya perempuan dan keluarganya semakin menguat 10 tahun terakhir. Solidaritas Perempuan mencatat, hingga Juni 2014, telah menangani 44 kasus kekerasan dan pelanggaran hak buruh migran perempuan dan keluarganya.

Usulan dan rumusan agenda dari Solidaritas Perempuan dan elemen masyarakat sipil lainnya tersebut juga disampaikan kepada pihak terkait seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI, serta legislatif.
    
Rumusan tersebut diharapkan dapat menjadi agenda prioritas pemerintahan Jokowi dan JK dalam pemenuhan dan perlindungan hak buruh migran dan keluarganya, termasuk BM-PRT

(V002/I. Sulistyo)

Pewarta: Virna P Setyorini

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014