Jakarta (Antara Kalbar) - Deputi Bidang Operasional Badan Pengelola Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan William Sabandar mengatakan masyarakat adat telah terbukti mampu menjaga kelestarian hutan sehingga penetapan hutan adat perlu didorong.

"Masyarakat adat sudah terbukti mampu menjaga kelestarian hutan adat, karena itu penetapan hutan adat atau pengakuan negara atas pengelolaan hutan adat harus dipercepat," katanya di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan pengakuan hutan adat menjadi salah satu langkah strategis bagi program kerja BP-REDD+ untuk merealisasikan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020.

Ada sembilan kementerian yang sudah menyepakati percepatan pengakuan hutan adat oleh negara antara lain Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kehutanan, Kementerian Hukum dan HAM dan Badan Pertanahan Nasional.

"Percepatan pengakuan hutan adat ini penting untuk meredam konflik pengelolaan hutan Indonesia," tambahnya.

Dalam peta jalan yang disusun BP-REDD+ tersebut, gerakan satu peta dan penataan izin-izin penguasaan kawasan hutan khususnya usaha bisnis besar.

Dari luas 41 juta hektare kawasan hutan yang dikelola bisnis, sebesar 98,33 persen diberikan izinnya untuk perusahaan besar.

Jumlah izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) untuk perusahaan besar mencapai 304 peruahaan, Hutan Tanaman Industri sebanyak 227 izin dengan luas kawasan mencapai 36 juta hektare.

"Pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat hanya 240 ribu hektare sehingga konflik agraria mewarnai wajah pengelolaan hutan Indonesia," tambahnya.

Kondisi ini kata dia harus segera diperbaiki dengan melibatkan masyarakat adat dalam pelestarian hutan seperti yang selama ini sudah dipraktekkan di beberapa wilayah adat.

Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan mengatakan bahwa masyarakat adat sudah lama menjalankan Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.

"Justru masyarakat adat itulah yang melakukan reduksi emisi dari deforestari dan degradasi hutan karena mereka memelihara hutan," katanya.

Ia mengatakan hutan adat adalah identitas masyarakat adat itu sendiri, sehingga pelestarian kawasan hutan menjadi bagian penting untuk kesejahteraan masyarakat adat.

Implementasi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35 tahun 2012 bahwa hutan adat bukan hutan negara menurutnya membutuhkan niat baik dan kemauan politik dari pemerintah daerah untuk menerbitkan peraturan daerah tentang pengakuan hutan adat.

"Apalagi sudah ada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat," katanya.

Permendagri tersebut, menurut Abdon, dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menerbitkan Peraturan Bupati atau Peraturan Daerah tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

(SDP-73/N. Yuliastuti)

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014