Jakarta (Antara Kalbar) - KPK menjadwalkan pemeriksaan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Johan dan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maria Farida Indarti sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait sengketa pilkada di kabupaten Lebak 2013 di MK.

"Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AH (Amir Hamzah)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu.

Selain keduanya, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan mantan ketua Komisi Pemilihan Umum Lebak Agus Sutisna, Bupati Lebak Periode 2014-2019 Iti Octavia Jayabaya, Wakil Bupati Lebak Periode 2014-2019 Ade Sumardi, mantan anggota DPRD kabupaten Lebak Pepep Faisaludin dan Aang Rasidi.

Keduanya diduga melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun ditambah denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

"Keduanya diduga memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan yang melekat dengan kedudukannya, bersama-sama dengan TCW (Tubagus Chaeri Wardana) dan RAC (Ratu Atut Chosiyah)," kata Juru Bicara KPK  Johan Budi pada 25 September 2014.

Kasus ini merupakan pengembangan perkara sengketa pilkada di MK yang sudah menyeret mantan ketua MK Akil Mochtar, Gubernur Banten non-aktif Ratu Atut Chosiyah dan adik Ratu Atut, pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

"Kasus sengketa pilkada di MK tetap dikembangkan dan belum berhenti di titik yang hari ini," tegas Johan.

Dalam pertimbangan vonis Ratu Atut, hakim menyatakan bahwa Ratu Atut memang menyuap Akil Mochtar senilai Rp1 miliar untuk pengurusan sengketa pilkada Lebak di MK yang berdasarkan hasil Komisi Pemilihan Umum Daerah Banten dimenangkan Iti Oktavia. Pemberian uang itu karena Amir Hamzah mengikuti perintah Ratu Atut untuk mengurus sengketa pilkada tersebut dan mendekati Akil Mochtar.

Hasil putusan sengketa pilkada Banten di MK memerintahkan untuk melakukan  pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara di Lebak.

Meski Atut mengaku namanya hanya diperjualbelikan oleh Amir Hamzah, tapi hakim berdasarkan saksi dan bukti menilai bahwa Atut memang menyetujui pemberian uang Rp1 miliar kepada Akil yang ditunjukkan pemanggilan Amir Hamzah dan Kasmin ke rumah dinas Atut. Di sana Atut meminta Amir dan Kasmin agar lebih sering turun ke masyarakat agar dapat meningkatkan elektabilitas keduanya.

Terkait perkara ini, Akil Mochtar telah divonis penjara selama seumur hidup, Ratu Atut dihukum penjara 4 tahun dan denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan, Wawan divonis selama 5 tahun dan pidana denda Rp150 juta subsider 3 bulan penjara dan pengacara Susi Tur Andayani yang menjadi perantara pemberian uang dihukum selama 5 tahun dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. 

(D017/B. Suyanto)

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014