Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan vonis 6 tahun penjara terhadap Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut pidana penjara 13 tahun dan 8 bulan terhadap Hasbi. Sedangkan vonis denda Rp1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp3.88 miliar sesuai dengan tuntutan jaksa.
"Atas putusan perkara ini, tim jaksa menyatakan pikir-pikir selama 7 hari ke depan sambil menunggu diserahkannya salinan putusan lengkap perkara dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Ali mengatakan seluruh rangkaian fakta hukum melalui alat bukti yang disajikan dan diungkap tim jaksa selama persidangan telah mampu memberikan keyakinan pada majelis hakim sehingga perbuatan penerimaan suap yang dilakukan terdakwa ini dinyatakan terbukti dan diputus bersalah.
"Melalui isi pertimbangan putusan majelis hakim, KPK segera akan menganalisisnya untuk dijadikan sebagai informasi dan data tambahan dalam mengungkap dugaan TPPU yang pernyidikannya saat ini terus berlangsung," ujar Ali
Untuk diketahui, Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan divonis pidana 6 tahun penjara terkait kasus suap pengurusan gugatan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana tingkat kasasi di MA.
Hakim Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Toni Irfan mengatakan Hasbi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama secara berlanjut sebagaimana dalam dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama dan tindak pidana korupsi yang dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri sebagaimana dalam dakwaan kumulatif kedua.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasbi Hasan oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun," kata Toni dalam sidang putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.
Dia menegaskan, Hasbi terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 b UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain pidana penjara, Toni menyebutkan Hasbi juga dikenakan denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.
Ia melanjutkan, Hasbi turut dijatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp3.88 miliar. Jika Hasbi tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka hakim mengatakan harta benda Hasbi dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai uang yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka akan dipidana penjara selama 1 tahun," ujarnya menambahkan. Dengan demikian, Toni menetapkan Hasbi tetap dalam tahanan, dengan pengurangan masa penahanan yang telah dijalani oleh Hasbi dikurangi dari pidana yang dijatuhkan.
Adapun dalam sidang putusan itu, hakim juga memerintahkan jaksa penuntut umum untuk membuka blokir rekening Hasbi Hasan, serta membebankan biaya perkara kepada Hasbi senilai Rp5 ribu. Ia pun menjelaskan, keadaan yang memberatkan vonis Habis, yaitu perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan Hasbi merusak kepercayaan masyarakat terhadap MA, serta terdakwa merupakan orang yang menghendaki keuntungan dari tindak pidana.
Sementara itu, keadaan yang meringankan vonis, yakni Hasbi belum pernah dihukum, memiliki tanggung jawab terhadap keluarga, serta bersikap sopan selama persidangan.
"Berdasarkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan, majelis sependapat bahwa hukuman ataupun pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan," tuturnya.