Sintang (Antara Kalbar) – Merosotnya harga karet yang berdampak pada melesunya ekonomi masyarakat di Kabupaten Sintang juga dirasakan oleh perbankan. Pimpinan Bank Kalbar Cabang Sintang, Agus Salim menyampaikan melesunya ekonomi masyarakat sangat dirasakan oleh perbankan. Terutama terhadap perputaran dana di perbankan.

“Kami lihat untuk sektor usaha juga mengalami perlambatan. Itu terlihat dari ekspansi kredit yang terlambat,” ungkapnya.

Dia mengatakan sejumlah kredit juga ada yang mengalami penunggakan tapi sudah bisa diatasi. Dikatakannya, saat ini perbankan tidak bisa lebih ekspansif dalam memberikan kredit. “Pertumbuhannya memang melambat,” kata Agus.

Ia menyampaikan di perbankan terlihat posisi dana juga mengalami penurunan terutama dari sisi masyarakat menyimpan uang. Dengan kondisi seperti sekarang, banyak masyarakat yang menarik uangnya dari bank daripada menabung. “Sebenarnya dampak dari ekonomi masyarakat yang melesu tidak hanya dirasakan oleh perbankan. Tapi juga dirasakan oleh pengusaha. Banyak pengusaha yang pendapatannya merosot,” ungkapnya.

Agus mengungkapkan sebenarnya, melesunya ekonomi masyarakat sudah diramalkan di tahun 2013 lalu. Dimana perbankan yang biasanya pertumbuhan kreditnya rata-rata di atas 20 persen. Tapi oleh BI, tahun ini pertumbuhan kredit hanya ditetapkan dikisaran 18 persen.

“Jadi sebenarnya sudah dibaca oleh BI sebagai kuasa moneter. Bahwa akan terjadi perlambatan di tahun 2014. Kenyataannya sekarang kondisinya memang seperti itu,” ujarnya.

Sementara Wakil Bupati Sintang, Ignasius Juan menyampaikan kondisi ekonomi masyarakat Sintang memang menurun akibat turunnya harga karet. Kondisi ini diyakini akan semakin sulit jika harga BBM subsidi naik. Namun pemerintah daerah tampaknya tidak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi tersebut.

Dia mengatakan pemerintah daerah hanya bisa menunggu kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah pusat. Sebab pemerintah daerah tidak punya kewenangan membuat kebijakan moneter. “Untuk mengendalikan inflasi pun pemerintah daerah tidak bisa,” katanya.

Juan mengungkapkan kenaikan BBM tetap akan membawa efek psikologis. Sekarang yang perlu dipikirkan pemerintah pusat memang bagaimana mengatasi akibat dari kebijakan menaikkan BBM. “Sekarang saja BBM belum naik, inflasi sudah bergerak naik,” ujarnya.

Dia menyampaikan tim inflasi daerah di bawah pimpinan Gubernur memang belum mengundang pemerintah kabupaten untuk membicarakan bagaiman memback-up naiknya inflasi, mengendalikan harga barang dan penyediaan stok sembako. “Kami belum dipanggil. Mungkin menunggu setelah ada kepastian kapan BBM bersubsidi dinaikkan,” ungkapnya.

Juan mengatakan rencana naiknya BBM yang bersamaan dengan turunnya harga karet memang akan sangat memukul ekonomi masyarakat. Tapi persoalan harga karet memang sangat bergantung pada ekonomi global. Selama ekonomi di negara-negara Eropa dan Amerika masih lesu maka permintaan karet masih kecil sehingga harga karet masih belum bisa mencapai harga yang normal.

“Keluhan petani memang luar biasa. Pendapatannya menurun sementara BBM akan naik. Harga barang juga pasti naik. Sehingga dipastikan dalam beberapa waktu ke depan, masyarakat yang berada pada titik setengah miskin, hampir miskin dan diambang miskin akan jatuh miskin. Sehingga tingkat kemiskinan akan bertambah,” katanya.

Menurutnya, seharusnya masyarakat di saat harga karet tinggi yang pernah mencapai Rp22 ribu perkg tidak eforia dan bisa menyimpan uangnya dari hasil karet. Sehingga di saat harga karet anjlok masyarakat tidak terlalu terpukul. Tidak hanya itu, mata pencarian masyarakat seharusnya tidak hanya bergantung pada satu sektor saja.

Masyarakat harus mengembangkan beberapa sektor sebagai mata pencairan. Misalnya, karet dan perikanan. Sehingga disaat karet turun mereka tetap bisa bertahan dengan sektor perikanan air tawarnya

Pewarta: Faiz

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014