Pontianak  (Antara Kalbar) - Warga Kelurahan Parit Mayor, Kecamatan Pontianak Timur, secara gotong royong membuat "meriam karbit", yakni reflika meriam yang dibuat menggunakan batang kayu berukuran besar yang dilubangi menyerupai meriam.

"Hampir setiap tahun kami selalu bergotong royong dalam membuat meriam karbit, baik membuat baru atau merakit kembali meriam tahun-tahun sebelumnya, dalam meyambut atau memeriahkan malam takbiran di Pontianak," kata Hermansyah salah seorang pembuat meriam karbit di Pontianak, Minggu.

Ia menjelaskan, dirinya dan warga Kelurahan Parit Mayor secara gotong royong membuat meriam karbit, sejak seminggu berjalannya bulan Ramadhan hingga sekarang.

"Pembuatan meriam karbit, selain membutuhkan waktu yang cukup lama, juga memerlukan biaya yang cukup tinggi, yakni sekitar Rp7 juta /unit sehingga harus dilakukan secara gotong royong dan mengumpulkan dana dari sumbangan masyarakat," ungkapnya.

Proses pembuatan meriam karbit, yang dimulai dari kayu utuh, terlebih dahulu dibelah menjadi dua bagian, kemudian bagian itu dilubangi sepanjang kayu yang dibelah menggunakan gergaji mesin atau manual, setelah selesai kedua belah yang telah dilubangi itu disatukan kembali dengan diikat menggunakan rotan.

"Agar meriam karbit yang dibuat menghasilkan bunyi dentuman yang keras seperti sungguhan, yakni dengan memasukkan air secukupnya, kemudian dicampur dengan karbit seberat setengah kilogram, kemudian lubang yang telah disiapkan khusus ditutup selama tiga menit, kemudian barulah disulut dengan api," ujarnya.

Menurut Hermansyah, permaian tradisional masyarakat Melayu sepanjang Sungai Kapuas Pontianak akan terasa meriah pada malam takbiran, karena ratusan meriam yang dimainkan oleh puluhan hingga ratusan kelompok masyarakat sepanjang Sungai Kapuas akan memainkannya secara serentak.

"Pada malam takbiran disepanjang Sungai Kapuas Pontianak, seperti medan perang, karena ratusan unit meriam karbit akan dibunyikan secara bergantian sehingga seolah-olah saling menyerang antara kelompok satu dengan yang lainnya," ujarnya.

Permainan meriam karbit, setiap tahunnya juga selalu difestivalkan oleh Pemerintah Kota Pontianak dalam memeriahkan malam takbiran di Kota Pontianak.

Tradisi membunyikan meriam sudah dilakukan sejak sultan pertama Pontianak, yakni pendiri Kota Pontianak Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri tahun 1771 Masehi. Pada saat itu Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri dan rombongan menembakkan meriam berpeluru sebanyak dua kali.

Pada saat peluru pertama jatuh di tengah hutan belantara, maka disitulah dijadikan lokasi pendirian Istana Kadriah, dan tembakan kedua atau tepatnya peluru kedua mendarat sebagai penanda lokasi pendirian Masjid Jami` Kesultanan Pontianak yang kini letaknya tidak begitu jauh.

"Selain itu, sewaktu itu, meriam dibunyikan sebagai tanda awal datangnya bulan suci Ramadhan, dan juga sebagai tanda berakhirnya bulan Ramadhan, yang hingga kini menjadi tradisi masyarakat Melayu Kota Pontianak dalam menyambut dan memeriahkan malam takbiran," ujar Hermansyah.



Pewarta: Andilala dan Mawardi

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015