Pontianak  (Antara Kalbar) - Sebanyak 308 buah "meriam karbit" dari 53 kelompok meriam karbit di Kota Pontianak siap memeriahkan malam takbiran di kota itu, kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat Hilfira Hamid.

"Permaian meriam karbit oleh masyarakat Melayu sepanjang pinggiran Sungai Kapuas Pontianak memang sudah tradisi dalam memeriahkan malam Lebaran di Kota Pontianak," kata Hilfira Hamid di Pontianak, Senin.

Ia menjelaskan, meskipun peserta festival meriam karbit 2015 menurun dibanding tahun sebelumnya, tetapi panitia menerima pendaftaran untuk menjadi peserta festival juga selektif agar kegiatannya lebih maksimal.

"Kami berharap agenda tahunan yang sudah dikemas lebih menarik dari tahun-tahun sebelumnya bisa menarik minat wisatawan, baik tingkat nasional dan mancanegara untuk berkunjung ke Kota Pontianak," ungkapnya.

Apalagi, menurut dia, festival meriam karbit setiap malam takbiran sudah menjadi agenda tahunan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak, sehingga akan lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara.

Data Disbudpar Kota Pontianak, ada sebanyak 53 kelompok meriam karbit dengan total sebanyak 308 buah meriam karbit yang akan memeriahkan malam takbiran, yang terdiri dari sebanyak 31 kelompok di Kecamatan Pontianak Timur dengan total 178 buah meriam, kemudian 22 kelompok di Kecamtan Pontianak Selatan dan Tenggara dengan 130 meriam.

Pada malam takbiran disepanjang Sungai Kapuas Pontianak, seperti medan perang, karena ratusan unit meriam karbit akan dibunyikan secara bergantian sehingga seolah-olah saling menyerang antara kelompok satu dengan yang lainnya.

Permainan meriam karbit, setiap tahunnya juga selalu difestivalkan oleh Pemerintah Kota Pontianak dalam memeriahkan malam takbiran di Kota Pontianak.

Tradisi membunyikan meriam sudah dilakukan sejak sultan pertama Pontianak, yakni pendiri Kota Pontianak Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri tahun 1771 Masehi. Pada saat itu Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri dan rombongan menembakkan meriam berpeluru sebanyak dua kali, kata Hilfira.

Pada saat peluru pertama jatuh di tengah hutan belantara, maka disitulah dijadikan lokasi pendirian Istana Kadriah, dan tembakan kedua atau tepatnya peluru kedua mendarat sebagai penanda lokasi pendirian Masjid Jami` Kesultanan Pontianak yang kini letaknya tidak begitu jauh.

Selain itu, sewaktu itu, meriam dibunyikan sebagai tanda awal datangnya bulan suci Ramadhan, dan juga sebagai tanda berakhirnya bulan Ramadhan, yang hingga kini menjadi tradisi masyarakat Melayu Kota Pontianak dalam menyambut dan memeriahkan malam takbiran, katanya.



(U.A057/H015)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015