Pontianak  (Antara Kalbar) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan melihat situasi perekonomian hingga November 2015 sebelum menentukan perubahan harga BBM, guna mengantisipasi dampak fluktuasi harga minyak dunia dan kurs rupiah terhadap dolar AS.

"Kementerian ESDM, ingin mengkaji sampai November mendatang, kemudian akan mengambil keputusan perubahan harga BBM," ujar Direktur Bina Program Direktorat Jenderal Minyak dan Gas, Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi dalam keterangan tertulisnya kepada Antara, Rabu.

Menurut dia, harga BBM jenis solar maupun premium bulan ini tetap, tidak ada perubahan kenaikan harga atau penurunan harga BBM.

Dalam menentukan harga BBM, Agus menyatakan ada suatu pengetahuan dan pemahaman bahwa Indonesia selama 10 tahun menjadi importir, karena pengguna BBM semakin meningkat ditambah produksi minyak menurun, maka Indonesia menjadi importir.

"BBM sejak awal 1970-an disubsidi sangat besar. Oleh karena itu, dengan kebijakan Presiden Joko Widodo mengubahnya dan subsidi minyak solar disubsidi Rp1.000 per liter, sedangkan premium tidak lagi disubsidi. Sementara itu, saat ini harga minyak dunia sedang mengalami penurunan dengan harga 45 dolar AS per barel, sehingga secara kalkulasi sampai hari ini, Pertamina merugi Rp12,5 triliun dalam mendistribusikan BBM premium dan solar," ungkapnya.

Agus menjelaskan, harga minyak dunia sempat menurun pada Februari-Maret, tapi kembali naik pada April hingga Juni. Pada saat harga minyak naik, pemerintah dan Pertamina tidak mengubah harga premium, sehingga agar Pertamina tidak merugi terus, maka perlu ada evaluasi soal perubahan harga premium, dan penetapan harga jual tidak lagi dikoreksi sebulan sekali, tetapi bisa lebih.

Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang menyatakan, perusahaan yang baik selalu menumpuk keuntungan untuk melakukan ekspansi, sementara Pertamina dalam menjual BBM justru mencatat kerugian mencapai Rp12,5 triliun sepanjang tahun ini.

Namun, ia mengatakan, masyarakat tetap menuntut Pertamina membangun kilang di tengah kondisi keuangan yang sulit. "Apalagi Pertamina mengalami rugi Rp80 miliar/hari di sektor pemasaran BBM sehingga keuangan Pertamina susah. Sementara masyarakat menuntut punya kilang hebat seperti Singapura yang sehari punya 1,3 juta barel produksi," ujarnya.

Sementara untuk impor BBM dan crude yang mayoritas sebesar 60 persen menggunakan mata uang dolar AS. "Harga minyak dunia memang turun, tetapi kurs naik dari Rp12 ribu /dolar AS menjadi Rp13.500/dolar AS. Nah masyarakat perlu tahu dan melihat ke soal ini," ujarnya.

Penyesuaian harga BBM melalui dua komponen, yaitu harga indeks pasar minyak dunia, dan kurs dolar AS terhadap rupiah. Bukan hanya soal ambil dari Singapura, karena BBM harus diangkut ke sini dari negara-negara penjual yang memerlukan biayanya yang juga harus dibayar dengan dolar AS, katanya.

"Setiap bulan pemerintah mengimpor BBM sebanyak 8 juta barel. Namun hingga akhir bulan ini, Pertamina tetap akan menahan harga jual premium di harga Rp7.400 /liter," kata Ahmad.

(A057/N005)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015