Pontianak - Sosok Sariyana mungkin bisa menjadi contoh bagi ibu-ibu lain yang ingin menambah penghasilan di rumah. Ia berhasil menembus batas ketakutan level dasar dalam mengembangkan kemampuan, kerajinan sekaligus membantu dapur keluarga.
Semula, lulusan Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga (SMKK) Pontianak itu, menerima pesanan untuk menjahit baju sesuai kebutuhan. “Artinya, kalau lagi ada uang, ya tidak terima pesanan. Kalau perlu uang, baru nerima pesanan,†kata ibu empat anak kelahiran Pontianak, 11 November 1973 itu.
Sariyana lulus dari SMKK Pontianak pada tahun 1992. Sempat menganggur beberapa waktu, ia lalu mulai bekerja sebagai karyawan jahit. Kemudian, ia diajak ke Kecamatan Kubu, dulu masih masuk Kabupaten Pontianak, untuk mengajar. Sebelas bulan di Kubu, ia kembali ke Pontianak meneruskan usaha menjahit secara mandiri.
Bertahun-tahun ia menjahit tanpa didukung sistem perencanaan dan administrasi yang baik. Sampai akhirnya tahun lalu ia mendapat tawaran untuk mengikuti pelatihan di Inkubator Bisnis Angkatan V yang digelar oleh Kantor Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat.
Selama enam bulan, ia mendapat ilmu baru. Seperti sistem pembukuan untuk keuangan, bagaimana cara kerja yang terkoordinir, serta melatih mental menjadi pengusaha yang sesungguhnya.
“Dan melatih mental, ini yang penting,†ujar Sariyana. Sebelumnya, banyak calon peserta yang tidak yakin dengan kemampuan dirinya sendiri. Sehingga tidak mengherankan, kalau tidak semua peserta pelatihan di Inkubator Bisnis itu, lulus.â€Dari hampir 40 orang, yang lulus 22 orang,†kata dia. Salah satu ujian mental adalah berjualan di tempat umum tanpa mengenali siapa konsumen yang disasar. Salah satunya di lingkungan Stadion Sultan Syarif Abdurrahman. Waktunya, pada Minggu pagi. Di situ, para peserta pelatihan menawarkan produknya masing-masing. Disitulah nyali mereka diuji.
Selepas pelatihan, Sariyana mengubah pola pikir bisnisnya. Ia mulai berani mempekerjakan karyawan. “Dulu, selalu ketakutan kalau mau cari karyawan. Bagaimana menggajinya, bagaimana kalau tidak punya uang yang cukup, dan sebagainya,†kata Sariyana. Kini, ia aktif mencari orderan selain menjalin kerja sama dengan mitra. Omsetnya pun meningkat hingga empat kali lipat. Angka puluhan juta rupiah dalam satu bulan. Alhasil, dari tanpa karyawan, ia sudah memiliki tiga karyawan tetap. Selain itu, dia juga mempunyai dua karyawan lepas.
Berkat ketekunannya selama bertahun-tahun, nama Sariyana semakin dikenal. Ada pelanggannya yang memilih untuk tidak menjahit pakaian kalau bukan di tempatnya. “Mereka tidak mau di tempat lain,†katanya tanpa bermaksud menyombongkan diri. Sebuah perusahaan konveksi pun selalu mempercayai Sariyana untuk orderan tertentu. Seperti seragam anak sekolah, atau karyawan di perusahaan tertentu.
Selain itu, ia juga sering menjahit pakaian untuk siswa yang mengikuti marching band atau pun fashion show. Ia suka “bermain†dengan kreasi tertentu. Kini ia juga berlatih untuk bordir sehingga kreativitasnya terus berkembang.
Sariyana pun ada mimpi untuk pengembangan bisnisnya nanti. Ia ingin membuka kursus menjahit yang lulusannya dapat dijadikan mitra kerja. Ia yakin bisnis menjahit akan terus ada dan dibutuhkan.
Tidak hanya jahit menjahit, ia bersama adiknya juga memiliki keterampilan lain yakni membuat penganan berbentuk buah yang disebut buah fantasi. Bahan baku utamanya dari kacang hijau yang dibentuk menjadi beragam bentuk buah ukuran kecil atau mini. Bisa anggur, mangga, strawberry, dan sebagainya. Agar lebih menarik, “buah-buahan†mini itu diberi warna.
Biasanya buah fantasi dijadikan sebagai makanan penutup. Harga per kilogramnya, di kisaran Rp200 ribu. “Kalau buah fantasi, hanya dibuat kalau ada yang pesan,†ujar Sariyana. Ia pun melebihkan porsi dari yang dipesan karena untuk dinikmati bersama keluarga besarnya. “Anak-anak suka, karena rasanya memang enak,†ujarnya sembari tersenyum.
Ia mengakui kalau peminat buah fantasi cukup banyak. Namun karena cukup rumit sehingga butuh waktu lama untuk pengerjaannya, ia memilih menjadikannya sebagai usaha sambilan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
Semula, lulusan Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga (SMKK) Pontianak itu, menerima pesanan untuk menjahit baju sesuai kebutuhan. “Artinya, kalau lagi ada uang, ya tidak terima pesanan. Kalau perlu uang, baru nerima pesanan,†kata ibu empat anak kelahiran Pontianak, 11 November 1973 itu.
Sariyana lulus dari SMKK Pontianak pada tahun 1992. Sempat menganggur beberapa waktu, ia lalu mulai bekerja sebagai karyawan jahit. Kemudian, ia diajak ke Kecamatan Kubu, dulu masih masuk Kabupaten Pontianak, untuk mengajar. Sebelas bulan di Kubu, ia kembali ke Pontianak meneruskan usaha menjahit secara mandiri.
Bertahun-tahun ia menjahit tanpa didukung sistem perencanaan dan administrasi yang baik. Sampai akhirnya tahun lalu ia mendapat tawaran untuk mengikuti pelatihan di Inkubator Bisnis Angkatan V yang digelar oleh Kantor Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat.
Selama enam bulan, ia mendapat ilmu baru. Seperti sistem pembukuan untuk keuangan, bagaimana cara kerja yang terkoordinir, serta melatih mental menjadi pengusaha yang sesungguhnya.
“Dan melatih mental, ini yang penting,†ujar Sariyana. Sebelumnya, banyak calon peserta yang tidak yakin dengan kemampuan dirinya sendiri. Sehingga tidak mengherankan, kalau tidak semua peserta pelatihan di Inkubator Bisnis itu, lulus.â€Dari hampir 40 orang, yang lulus 22 orang,†kata dia. Salah satu ujian mental adalah berjualan di tempat umum tanpa mengenali siapa konsumen yang disasar. Salah satunya di lingkungan Stadion Sultan Syarif Abdurrahman. Waktunya, pada Minggu pagi. Di situ, para peserta pelatihan menawarkan produknya masing-masing. Disitulah nyali mereka diuji.
Selepas pelatihan, Sariyana mengubah pola pikir bisnisnya. Ia mulai berani mempekerjakan karyawan. “Dulu, selalu ketakutan kalau mau cari karyawan. Bagaimana menggajinya, bagaimana kalau tidak punya uang yang cukup, dan sebagainya,†kata Sariyana. Kini, ia aktif mencari orderan selain menjalin kerja sama dengan mitra. Omsetnya pun meningkat hingga empat kali lipat. Angka puluhan juta rupiah dalam satu bulan. Alhasil, dari tanpa karyawan, ia sudah memiliki tiga karyawan tetap. Selain itu, dia juga mempunyai dua karyawan lepas.
Berkat ketekunannya selama bertahun-tahun, nama Sariyana semakin dikenal. Ada pelanggannya yang memilih untuk tidak menjahit pakaian kalau bukan di tempatnya. “Mereka tidak mau di tempat lain,†katanya tanpa bermaksud menyombongkan diri. Sebuah perusahaan konveksi pun selalu mempercayai Sariyana untuk orderan tertentu. Seperti seragam anak sekolah, atau karyawan di perusahaan tertentu.
Selain itu, ia juga sering menjahit pakaian untuk siswa yang mengikuti marching band atau pun fashion show. Ia suka “bermain†dengan kreasi tertentu. Kini ia juga berlatih untuk bordir sehingga kreativitasnya terus berkembang.
Sariyana pun ada mimpi untuk pengembangan bisnisnya nanti. Ia ingin membuka kursus menjahit yang lulusannya dapat dijadikan mitra kerja. Ia yakin bisnis menjahit akan terus ada dan dibutuhkan.
Tidak hanya jahit menjahit, ia bersama adiknya juga memiliki keterampilan lain yakni membuat penganan berbentuk buah yang disebut buah fantasi. Bahan baku utamanya dari kacang hijau yang dibentuk menjadi beragam bentuk buah ukuran kecil atau mini. Bisa anggur, mangga, strawberry, dan sebagainya. Agar lebih menarik, “buah-buahan†mini itu diberi warna.
Biasanya buah fantasi dijadikan sebagai makanan penutup. Harga per kilogramnya, di kisaran Rp200 ribu. “Kalau buah fantasi, hanya dibuat kalau ada yang pesan,†ujar Sariyana. Ia pun melebihkan porsi dari yang dipesan karena untuk dinikmati bersama keluarga besarnya. “Anak-anak suka, karena rasanya memang enak,†ujarnya sembari tersenyum.
Ia mengakui kalau peminat buah fantasi cukup banyak. Namun karena cukup rumit sehingga butuh waktu lama untuk pengerjaannya, ia memilih menjadikannya sebagai usaha sambilan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015