Pontianak  (Antara Kalbar) - Wali Kota Pontianak, Sutarmidji mengimbau masyarakat kota itu, agar tidak bertindak anarkis dalam menghadapi kasus Gafatar, namun sebaliknya bila melihat ada aktivitas Gafatar sebaiknya cepat dilaporkan kepada Pemkot Pontianak.

"Kalau ada apapun kaitannya dengan gerakan itu, sampaikan ke saya. Saya akan tangani sesuai dengan keinginan masyarakat, dan hanya berpegang pada UU No. 5/1969 bahwa agama yang diakui di Indonesia itu ada enam," kata Sutarmidji di Pontianak, Rabu.

Ia menjelaskan, kendati dari sisi keagamaan, pihaknya masih menunggu keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI), namun dia kurang sependapat bila warga mantan Gafatar di Kabupaten Mempawah diungsikan ke Pontianak.

"Saya bukannya menolak tetapi saya tidak ingin permasalahan itu justru pindah ke kota ini. Kita sudah menjaga Pontianak dalam situasi yang kondusif," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, saat ini ratusan warga eks Gafatar dari Kabupaten Mempawah diungsikan ke Bekangdam XII/TPR, di Kabupaten Kubu Raya. Mereka dievakuasi pada Selasa (19/1) sekitar pukul 19.28 WIB.

Wali Kota Pontianak menyatakan, dirinya sebagai kepala daerah melarang Gafatar melakukan aktivitas di Pontianak. Hal itu berdasarkan ketentuan aturan UU No. 5/1969 yang menyebutkan bahwa agama yang diakui di Indonesia itu hanya enam yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu.

"Selain keenam agama itu, kami tetap akan larang beraktivitas di Kota Pontianak. Bahkan beberapa aliran pun yang kita dapat informasi bahwa ada pro kontra, itu pun saya tidak anjurkan beraktivitas di Pontianak," tegasnya.

Ia menambahkan, pada 2013 silam, Gafatar pernah mengajukan permohonan pendaftaran sebagai organisasi masyarakat. Namun Pemkot Pontianak menolak permohonan mereka. Sebagai ormas yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan misalnya bercocok tanam dan bertani, aktivitas Gafatar di Pontianak dinilainya tidak ada ruang untuk itu.

"Namun yang menjadi permasalahan, organisasi itu juga ada kaitannya dengan ajaran pemahaman tentang agama yang menyimpang. Saya dengar informasi, mereka menyatukan tiga agama," katanya.

Sutarmidji berencana mengeluarkan kebijakan bagi siswa-siswa tamat SD itu sudah harus mampu baca tulis huruf Alquran bagi yang beragama Islam. Sedangkan siswa-siswa beragama lain, mesti memahami ajaran-ajaran yang dianutnya masing-masing.

Selain itu, bagi siswa tamatan SMP yang beragama Islam, harus sudah khatam Al Quran. "Program ini akan kita terapkan supaya anak jelas dasar pemahaman agamanya," kata Sutarmidji.


(U.A057/Y008)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016