Pontianak (Antara Kalbar) - Kepala Bank Indoensia (BI) Perwakilan Kalimantan Barat, Dwi Suslamanto mngatakan, sesuai pola musimannya, realisasi indeks harga konsumen (IHK) Kalbar pada bulan Februari mengalami inflasi sebesar 0,32 persen (mtm), sama dengan bulan sebelumnya.
"Realisasi inflasi tersebut terjadi sejalan dengan datangnya perayaan Imlek dan Cap Go Meh pada awal dan pertengahan bulan. Realisasi inflasi pada bulan Februari kali ini merupakan yang terendah setidaknya dalam lima tahun terakhir dengan rata-rata 1,25 persen (mtm)," katanya di Pontianak, Kamis.
Kendati demikian, lanjutnya, realisasi inflasi tersebut terjadi di tengah kondisi nasional yang mengalami deflasi -0,09 persen (mtm).
Secara tahunan, pergerakan harga barang dan jasa di Kalbar tercatat mengalami inflasi 4,87 persen (yoy), dimana hal itu menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 4,94 persen (yoy).
Meski menurun, inflasi tahunan Kalbar masih berada di atas level nasional yang mencapai 4,42 persen (yoy). Berdasarkan disagregasinya, realisasi inflasi IHK sebesar 0,32 persen (mtm) terutama didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok volatile foods (VF) dan inti masing-masing sebesar 1,20 persen (mtm) dan 0,24 persen (mtm).
"Berdasarkan komoditasnya, inflasi pada komoditas VF disumbang oleh udang basah, ikan kembung, dan sawi hijau seiring dengan terbatasnya stok karena hasil tangkapan nelayan yang berkurang akibat gelombang laut yang tinggi dan menurunnya produksi sawi hijau karena kondisi curah hujan yang relatif tinggi berdampak pada keberhasilan produksi," katanya.
Sementara itu, kendati mengalami inflasi tetapi tekanan inflasi kelompok inti menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh masih belum pulih sepenuhnya daya beli masyarakat karena harga internasional komoditas unggulan Kalbar yang belum membaik secara signifikan.
Di sisi lain, deflasi yang terjadi pada kelompok administered prices (AP) menahan laju inflasi Februari 2016. Tercatat kelompok ini mengalami deflasi -0,38 persen (mtm) pada periode laporan.
Berdasarkan komoditasnya, deflasi pada kelompok AP didorong oleh koreksi tarif tenaga listrik (TTL) sebesar -4,80 persen (mtm) seiring dengan kebijakan penurunan TTL untuk semua golongan yang dilakukan secara bertahap sejak Desember 2015.
"Selain itu, deflasi pada kelompok AP juga didorong oleh penurunan harga BBM pada Januari 2016 lalu yang masih terasa dampaknya hingga bulan laporan," katanya.
Dwi menambahkan, tekanan inflasi pada bulan depan diperkirakan relatif terkendali dengan tetap memperhatikan risiko inflasi yang patut diwaspadai antara lain, meningkatnya permintaan bahan pangan tertentu menjelang kegiatan sembahyang kubur dan masih tingginya curah hujan dan gelombang air laut yang berpotensi mengganggu hasil produksi pertanian dan tangkapan ikan segar.
Mencermati risiko tersebut, TPID di seluruh Kalbar akan terus melakukan upaya stabilisasi harga dalam jangka pendek antara lain melakukan pengecekan gudang dan pasar untuk memantau kondisi stok dan harga bahan pangan tertentu, mempercepat kegiatan pasar murah bersama Bulog khususnya di kota sampel inflasi, dan mengimplementasikan program informasi harga di seluruh TPID.
"Program jangka panjang secara umum adalah melakukan integrasi program pengendalian inflasi dari hulu-hilir seperti memacu peningkatan produksi, memperlancar distribusi, mengurangi biaya angkut, dan menjaga ekspektasi serta mekanisme pemasaran," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Realisasi inflasi tersebut terjadi sejalan dengan datangnya perayaan Imlek dan Cap Go Meh pada awal dan pertengahan bulan. Realisasi inflasi pada bulan Februari kali ini merupakan yang terendah setidaknya dalam lima tahun terakhir dengan rata-rata 1,25 persen (mtm)," katanya di Pontianak, Kamis.
Kendati demikian, lanjutnya, realisasi inflasi tersebut terjadi di tengah kondisi nasional yang mengalami deflasi -0,09 persen (mtm).
Secara tahunan, pergerakan harga barang dan jasa di Kalbar tercatat mengalami inflasi 4,87 persen (yoy), dimana hal itu menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 4,94 persen (yoy).
Meski menurun, inflasi tahunan Kalbar masih berada di atas level nasional yang mencapai 4,42 persen (yoy). Berdasarkan disagregasinya, realisasi inflasi IHK sebesar 0,32 persen (mtm) terutama didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok volatile foods (VF) dan inti masing-masing sebesar 1,20 persen (mtm) dan 0,24 persen (mtm).
"Berdasarkan komoditasnya, inflasi pada komoditas VF disumbang oleh udang basah, ikan kembung, dan sawi hijau seiring dengan terbatasnya stok karena hasil tangkapan nelayan yang berkurang akibat gelombang laut yang tinggi dan menurunnya produksi sawi hijau karena kondisi curah hujan yang relatif tinggi berdampak pada keberhasilan produksi," katanya.
Sementara itu, kendati mengalami inflasi tetapi tekanan inflasi kelompok inti menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh masih belum pulih sepenuhnya daya beli masyarakat karena harga internasional komoditas unggulan Kalbar yang belum membaik secara signifikan.
Di sisi lain, deflasi yang terjadi pada kelompok administered prices (AP) menahan laju inflasi Februari 2016. Tercatat kelompok ini mengalami deflasi -0,38 persen (mtm) pada periode laporan.
Berdasarkan komoditasnya, deflasi pada kelompok AP didorong oleh koreksi tarif tenaga listrik (TTL) sebesar -4,80 persen (mtm) seiring dengan kebijakan penurunan TTL untuk semua golongan yang dilakukan secara bertahap sejak Desember 2015.
"Selain itu, deflasi pada kelompok AP juga didorong oleh penurunan harga BBM pada Januari 2016 lalu yang masih terasa dampaknya hingga bulan laporan," katanya.
Dwi menambahkan, tekanan inflasi pada bulan depan diperkirakan relatif terkendali dengan tetap memperhatikan risiko inflasi yang patut diwaspadai antara lain, meningkatnya permintaan bahan pangan tertentu menjelang kegiatan sembahyang kubur dan masih tingginya curah hujan dan gelombang air laut yang berpotensi mengganggu hasil produksi pertanian dan tangkapan ikan segar.
Mencermati risiko tersebut, TPID di seluruh Kalbar akan terus melakukan upaya stabilisasi harga dalam jangka pendek antara lain melakukan pengecekan gudang dan pasar untuk memantau kondisi stok dan harga bahan pangan tertentu, mempercepat kegiatan pasar murah bersama Bulog khususnya di kota sampel inflasi, dan mengimplementasikan program informasi harga di seluruh TPID.
"Program jangka panjang secara umum adalah melakukan integrasi program pengendalian inflasi dari hulu-hilir seperti memacu peningkatan produksi, memperlancar distribusi, mengurangi biaya angkut, dan menjaga ekspektasi serta mekanisme pemasaran," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016