Jakarta (Antara Kalbar) - Mantan terpidana bandar narkoba tidak bisa menjadi kepala daerah seperti tertuang dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2016 yang mengatur tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.

Ada dua mantan terpidana yang tidak memenuhi persyararatan yaitu mantan terpidana bandar narkoba dan yang kedua adalah mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak, kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan bahwa hal tersebut merupakan sebuah kemajuan yang luar biasa dalam proses politik yaitu terutama dalam proses pilkada yang memuat pesan penting tentang upaya membentengi bangsa dari bahaya narkoba.

"Sesuai undang-undang yang baru yaitu UU No 10 Tahun 2016, ada dua ketentuan yang diatur yaitu syarat kepala daerah harus bebas dari narkoba. Sedangkan ketentuan lainnya adalah mantan terpidana bandar narkoba dan juga terpidana kejahatan seksual pada anak juga tidak akan jadi kepala daerah," kata Juri dalam siaran pers.

Ia mengungkapkan betapa pentingnya seorang kepala daerah yang memiliki integritas dan bebas dari penyalahgunaan maupun peredaran gelap narkoba. Karena kepala daerah nantinya akan memimpin segala aspek kehidupan di daerahnya.

"Seperti disampaikan Kepala BNN, bahwa upaya pemberantasan narkoba akan efektif jika didukung pemerintah daerah yang dalam hal ini dikomandani oleh kepala daerah," kata Juri.

Karena pada dasarnya, kepala daerah itu memiliki peran yang sangat luar biasa dalam upaya pemberantasan narkoba sehingga perlu dipastikan bahwa seorang kepala daerah itu bebas dari narkoba, katanya.

Pewarta:

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016