Pontianak (Antara Kalbar) - Segenap langkah dilakukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk berjuang menekan tingkat inflasi di Kalbar.

Langkah tersebut diambil mengingat inflasi di Kalbar terbilang cukup tinggi yang dapat tergambar dari satu di antara dua Kota yang masuk dalam Survei Biaya Hidup (SBH) 2012 dari 82 kota di Indonesia yakni Kota Pontianak.

Berdasarkan SBH tersebut terpotret tingkat inflasi di Kota Pontianak sepanjang tahun 2016 (tahun kalender, Januari- November) yakni sebesar 2,93 persen. Angka inflasi Kota Pontianak tersebut masih di atas inflasi nasional di periode yang sama yakni hanya 2,59 persen.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalbar Dwi Suslamanto menyebutkan untuk mencermati masih tingginya faktor risiko dan tantangan dalam pengendalian inflasi yang dihadapi sepanjang tahun 2016, koordinasi TPID se-Provinsi Kalbar terus diperkuat.

"Kemudian kita dari TIPD memfokuskan terutama dalam rangka memitigasi risiko kenaikan harga serta kelancaran distribusi pasokan bahan pangan stretagis," ujarnya di Pontianak, Sabtu.

Dalam rangka memitigasi risiko kenaikan harga serta distribusi pasokan bahan pangan strategis tersebut, TPID se-Provinsi Kalimantan juga telah merumuskan beberapa rekomendasi kebijakan, antara lain memacu peningkatan produksi bahan pangan dan menjaga kelancaran distribusi.

TPID juga menjaga ekspektasi masyarakat, yang mana untuk langkah konkrit lainnya sejak beberapa tahun hingga sekarang pengembangan padi dengan teknologi hazton terus dilakukan.

"Dengan hazton produktivitas meningkat sehingga pasokan beras aman dan itu bisa mengambat kenaikan beras," kata dia.

Tingkat inflasi yang ada di Kalbar dari 82 kota yang masuk di SBH yakni Kota Pontianak dan Kota Singkawang saat ini secara umum relatif menurun karena dari kinerja TPID cukup mempengaruhi dalam pengendalian inflasi.

Khusus untuk tingkat inflasi di Kota Pontianak tahun kelender November 2015 sebesar 5,15 persen. Sedangkan untuk saat ini tahun kelender November 2016 hanya sebesar 2,93 persen.

Artinya, menurut Dwi dengan data yang ada relatif menurun meskipun masih lebih tinggi sedikit dari rata- rata nasional.

Secara historis, menurut dia, ada beberapa komoditas atau kelompok di momen tertentu selalu naik. Hal itu karena didominasi pengaruh langsung dan tidak langsung dari musim keagamaan dan komiditas tiket pesawat. Sehingga kondisi tersebut ikut mempengaruhi pergerakan komoditas lainnya.

Sementara untuk kelompok barang yang menjadi perhatian BI dan TPID Kalbar yakni bahan pangan (volatile food). Hal itu karena komoditas tersebut sangat sensitif terhadap musim keagamaan, cuaca dan kenaikkan komoditas yang diatur oleh pemerintah.

Dwi menyatakan, pada dasarnya inflasi sangat terkait daya beli. Daya beli akan membaik jika inflasi rendah dan stabil. Daya beli ini juga mencerminkan miskin tidaknya suatu masyarakat.

"Bahkan daya beli yang lemah karena inflasi tinggi ini bisa menggoyang pemerintahan, seperti kasus 1998," katanya.

Oleh karena itu agar tingkat inflasi bisa dikendalikan ia mengaja para pengusaha dalam menentukan harga perlu mempertimbangkan daya beli konsumen. Sedangkan untuk konsumen sendiri harus mampu mengatur nafsu konsumtifnya.

"Pemerintah juga perlu mengoptimalkan perannya sebagai alokator, distributor dan stabilisator. Jika peran dari pengusaha, masyarakat dan pemerintah disinergiskan dan dimaksimalkan inflasi terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang ada bisa berkualitas," kata dia.

Berdasarkan data BPS, sejak Januari - November 2016, hanya empat bulan mengalami deflasi yakni bulan Maret 0,08 persen, April 0,51 persen, September deflasi sebesar 1,06 persen dan Oktober deflasi sebesar 0,36 persen.

Sedangkan di luar empat bulan tersebut semua mengalami inflasi dan tertinggi terjadi di bulan Mei sebesar 1,67 persen.

Kepala BPS Kalbar, Pitono mengatakan dari 7 kelompok indeks yang masuk dalam SBH, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau merupakan kelompok tertinggi penyumbang inflasi sepanjang tahun ini yakni sebesar 6,09 persen.

Tingkat inflasi tertinggi lainnya baru disusul oleh kelompok Sandang yakni sebesar 5,51 persen, Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga sebesar 4,98 persen, Kesehatan sebesar 3,15 persen, Perumahan, Air, Listrik, Gas dam Bahan Bakar sebesar 3,14 persen dan bahan makanan sebesar 3,08 persen.

Sementara untuk Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan itu justru sebaliknya dari enam kelompok lainnya hingga sekarang deflasi yakni sebesar -2,42 persen.

Pewarta:

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017