Oleh Dedi

Pontianak (Antara Kalbar) - Asosiasi Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) mengeluhkan birokrasi di tingkat pemerintah daerah dalam pengurusan izin sektor properti.

Padahal Presiden sudah mengeluarkan paket kebijakan ditambah Peraturan Pemerintah Nomor 64 yang memperpendek izin perumahan terutama untuk rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

"Meski kebijakan tingkat pusat sudah mendukung untuk pembangunan MBR, namun aplikasi di sejumlah daerah belum banyak, bahkan di beberapa daerah belum ada perubahan," ujar Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdillah di Pontinak, Kamis.

Junaidi mengatakan semestinya tahun 2016 lalu menjadi momentum terbaik bagi perumahan subsidi. Tidak hanya dari sisi penjualan, namun juga harga jual.

"Nilai jual rumah ini mencapai Rp128 juta. Ada kenaikan Rp7 juta dari harga sebelumnya. Kenaikan inipun seiring dengan kenaikan harga tanah," kata dia.

Menurutnya, kendati meningkat, berbagai insentif diluncurkan pemerintah. Mulai dari bantuan uang muka, tenor yang semakin panjang, hingga pemangkasan bunga kredit untuk rumah masyarakat berpenghasilan rendah.

Dikatakannya dalam paket kebijakan ekonomi XIII, Presiden Joko Widodo menstimulus gairah sektor properti dengan memangkas sekira 70 persen.

"Perizinan dapat memberikan kepastian bagi pelaku bisnis perumahan. Semula hanya 33 izin, kini tinggal 11 izin saja. Namun, ternyata mayoritas pemda belum membuat peraturan daerah yang dibutuhkan," jelasnya.

Ia menjelaskan dalam PP No 64, diminta daerah ada semacam Pelayanan Terpadu satu Pintu untuk perizinan perumahan di setiap daerah, sehingga investor dengan mudah tidak ke sana-kemari kalau untuk mengurus perizinan. Namun di berbagai kabupaten, salah satunya Kubu Raya belum berubah.

Lanjut Junaidi, banyak izin yang tidak seharusnya diterapkan. Bahkan banyak instansi yang tidak seharusnya terlibat dalam pengurusan izin sektor properti terlibat.

"Inilah yang menghambat tumbuhnya perumahan untuk rakyat berpenghasilan rendah di kita. Seharusnya dipermudah dan didukung Pemda. Apalagi sudah ada PP No64 yang seharusnya segera diterapkan," ucapnya.

Dia mengatakan, apabila berjalan, pemangkasan itu kepastian waktu pengurusan izin menjadi lebih efisien, sehingga pengembang mempunyai perencanaan yang lebih baik. Selama ini, pengembang perumahan sederhana telah merasakan lamanya izin dikeluarkan, bahkan waktu tunggu izin tersebut bisa berbulan-bulan.

"Selama ini faktor X atau lamanya perizinan dan biaya nonresmi menjadi pengeluaran yang cukup besar dalam ongkos produksi perumahan. Semoga dengan aturan ini bisa menurun, sehingga berpengaruh kepada harga akhir rumah," kata dia.

Pewarta:

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017