Pontianak (Antara Kalbar) - Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat M Marcellus TJ mengatakan pihaknya akan mengajukan usulan materi revisi UU Kehutanan dengan mengadopsi penerapan dan pengelolaan taman nasional dan kawasan hutan yang dilakukan Pemerintah Jepang.

"Kami rasa, pemerintah perlu belajar dengan negara Jepang dalam pengelolaan taman nasional dan hutan kawasan. Karena berdasarkan studi yang pernah kami lakukan ke Jepang bersama instansi lain dari Kalimantan Barat, kami melihat bagaimana pemerintah di Jepang memberikan kesempatan pihak ketiga untuk mengelola taman nasional menjadi sektor wisata," katanya di Pontianak, Senin.

Dia menjelaskan, di Jepang, pengelolaan kawasan taman nasional dikelola untuk sektor pariwisata sehingga ada zona yang boleh dibangun. "Tidak seperti kita, semua tertutup, tidak boleh dimasuki sehingga tidak bisa dimanfaatkan," tuturnya.

Ia menambahkan pengelolaan itu juga melibatkan masyarakat lokal. Mereka yang berada di sekitar wilayah itu mendapat peranan mengelola bersama-sama. Contohnya, seperti membangun jalan di area taman nasional. Ruas jalan itu menjadi jalur lintasan pengunjung untuk menikmati hutan di taman nasional.

"Ini memberikan manfaat untuk masyarakat. Mereka punya penghasilan, tapi tetap bekerja sama dengan pemerintah setempat," kata dia.

Marcellus menambahkan, konsep ini baiknya menjadi masukkan dalam revisi UU Kehutangan yang melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan maupun taman nasional.

Hal yang sama juga diungkapkan Plt Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman, dan Lingkungan Hidup Kalbar Adi Yani, yang ikut berangkat ke Jepang.

"Beberapa waktu lalu, Kalbar diundang karena berkenaan dengan konsep perubahan iklim dan kawasan hutan. Ada empat orang, termasuk saya, Dinas Kehutanan, Bappeda dan Staf Khusus Gubernur," katanya.

Ia menjelaskan dalam kunjungan itu, rombongan meninjau hutan, yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Jepang. Ia menilai ada sedikit perbedaan tentang hutan negara.

"Dari 100 persen hutan, hanya 20 persen saja hutan negara dan sisanya itu dikelola pihak ketiga dan diperuntukkan masyarakat. Mereka juga punya hutan lindung tapi tidak sebesar di Indonesia," tuturnya.

Bahkan, di setiap taman nasional yang dikelola, pihak pengelola berkewajiban membangun museum yang menjadi tempat penyimpanan tanaman dan hewan yang mati.

"Jadi hewan atau tanaman itu diawetkan sehingga pengunjung bisa melihat beragam spesies. Bahkan masih ada tanaman berumur 500 dan 7.000 tahun," kata Adi Yani.

Menurutnya konsep ini bisa berjalan karena dalam pemeliharaannya tidak hanya pemerintah tapi juga melibatkan masyarakat. Apalagi sistem ini dibangun sejak tahun 1960 dan hingga sekarang tercipta sistem yang sudah berjalan dengan baik.

"Tentu hasil ini menjadi masukan untuk pemerintahan kita, bisa saja itu DPR RI maupun kementerian," katanya.



(U.KR-RDO/K007)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017