Pontianak  (Antara Kalbar) - Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Kalbar, M Soleh menilai kebijakan pemerintah pusat dalam paket ekonomi XVI belum sejalan dengan pemerintah daerah.

"Paket kebijakan ekonomi XVI masih terbentur dengan proses perizinan di daerah. Contohnya pada perizinan untuk Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Dua jenis izin tersebut tidak berlaku lagi untuk persyaratan pembangunan lahan di atas lima hektare," ujarnya di Pontianak, Kamis.

Ia menambahkan persoalan lainnya juga masih terbentur soal pemecahan sertifikat di BPN. Menurutnya untuk pemecahan masih butuh waktu kisaran enam bulan.

"Kondisi tersebut tentu bisa berdampak pada penjualan rumah. Meskipun rumah sudah dibangun, tapi angka kredit tidak bisa dilakukan selama sertifikat itu belum dipecah," katanya.

Soleh berharap pemerintah daerah bisa sejalan dengan apa yang menjadi kebijakan pemerintah pusat. Ini dilakukan guna mendukung program sejuta rumah bagi masyarakat.

"Program ini untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kami siap mendukung program sejuta rumah. Akan tetapi stakeholder lain juga harus sejalan," ujar dia.

Ia memaparkan untuk tahun ini Apersi menargetkan pembangunan rumah subsidi sekitar 4.000 unit. Sedangkan untuk target tahun depan pembangunan bisa mencapai 6.000 unit rumah subsidi.

"Saat ini harga jual rumah subsidi masih sekitar Rp135 juta. Bahkan ada pengembangan yang menjual dengan harga di bawah tersebut," jelasnya.

(U.KR-DDI/N005)

Pewarta: Dedi

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017