Pontianak (Antara Kalbar) - Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Pontianak yang juga anggota Aliansi Nelayan Kalimantan Barat Bani Yamin meminta pemerintah khususnya Dinas Kelautan Perikanan Kalbar mendata ulang nelayan penerima alat tangkap ramah lingkungan.

"Permintaan itu lantaran data kami dengan DKP Kalbar jauh berbeda. DKP mencatat penerima hanya 1.445 nelayan. Sedangkan dari data kami ada sekitar 2.600 nelayan pengguna pukat harimau," ujarnya, di Pontianak, Minggu.

Terkait bantuan yang ada yakni baru sekitar 221 alat tangkap, menurutnya tidak mewakili nelayan yang ada.

"Terlepas soal data dan bantuan itu, kami tetap meminta pemerintah membatalkan aturan yang akan diterapkan per 31 Desember 2017 mendatang, karena akan membuat banyak nelayan tidak melaut dan dipastikan kesejahteraan nelayan akan turun," kata dia lagi.

Ia menyarankan agar pelarangan lebih kepada pembatasan jarak penggunaan seperti di areal 3 mil dari pantai.

"Kalau 3 mil dari pantai itu belum ada karangnya. Jadi kami minta jangan dilarang mengunakan alat tangkap seperti saat ini, namun atur saja jaraknya," kata dia lagi.

Ketua Himpunan Nelayan Pak Kedai, Kubu Raya, Andi Safarudin mengatakan di desanya sekita 95 persen profesinya sebagai nelayan.

Menurutnya, jika pelarangan terhadap alat tangkap seperti saat ini tetap dijalankan maka dipastikan kemiskinan baru di daerahnya terjadi.

"Jadi kami minta kebijaksaaan dan perhatian pemerintah. Tapi kalau ingin memaksa maka kami pastikan nelayan tetap melaut dan kalau mau ditangkap silakan saja," katanya pula.

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB asal Dapil Kalbar, Daniel Johan menjelaskan pihaknya sebenarnya sudah cukup keras dan kritis terhadap kebijakan yang akan diterapkan.

"Kami kritis dan sebagainya agar kebijakan yang ada tidak berdampak buruk pada nelayan kita. Kita tahu nelayan itu adalah pahlawan pangan kita," katanya lagi.

Dengan sejumlah persoalan yang dihadapi nelayan terhadap aturan yang akan diterapkan, ia meminta pemerintah melaksanakan amanah hasil pertemuan nelayan dengan staf keperesidenan untuk melakukan kajian terlebih dahulu agar bisa menjadi landasan yang kuat terhadap kebijakan yang diambil.

"Beberapa waktu lalu sudah ada kesepakatan agar ada kajian yang melibatkan semua unsur yakni pemerintah, kampus, dan nelayan. Permasalahannya saat ini belum ada gerakannya. Padahal kajian itu bisa menjadi pegangan bersama," ujar dia pula.





(U.KR-DDI/B014)

Pewarta: Dedi

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017