Pontianak (Antaranews Kalbar) - Presiden Direktur PT Waskita Karya (Persero) Tbk, I Gusti Ngurah Putra, mengatakan kenaikan nilai tukar dolar yang terus terjadi saat ini memengaruhi nilai setiap proyek yang dikerjakan.

PT Waskita Karya telah menyiapkan strategi untuk menghadapi kondisi tersebut.

 "Ini jelas tidak bisa dipungkiri, karena setiap kali kenaikan harga dolar, jelas ini akan memengaruhi nilai proyek yang sedang kita kerjakan," kata I Gusti Ngurah Putra, usai mengikuti upacara peringatan HUT ke-73 RI di Pontianak, Jumat.

Dia mengatakan kenaikan harga dolar itu jelas akan terasa pada bahan yang diimpor langsung dari luar negeri seperti aspal, baja, dan lain sebagainya. Namun, untuk material proyek yang berasal dari dalam negeri, tidak terlalu memengaruhi nilai proyek yang dikerjakan.

"Untuk mengantisipasi hal ini jelas memerlukan strategi dan itu sudah kita lakukan, bagaimana mengantisipasi perubahan harga pasar dari material proyek yang kita gunakan," tuturnya.

Dirinya yakin, setiap perusahaan kontruksi pasti melakukan strategi tersebut, agar tidak merugi dalam pengerjaan proyek yang dilakukan.

Meski harga dolar saat ini terus naik, katanya, namun pihaknya tetap berkomitmen untuk tetap mengutamakan kualitas bahan dan pengerjaan setiap proyek yang ada.

 "Ini menjadi komitmen kita, agar setiap proyek yang kita lakukan tetap mengedepankan kualitas," katanya.

Terkait semakin menguatnya nilai tukar dolar terhadap rupiah, sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp14.400 di RAPBN 2019 merupakan angka yang konservatif dalam menghadapi tantangan global tahun depan.

 "Asumsi Rp14.400 merupakan angka kami yang konservatif," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers Nota Keuangan dan RAPBN 2019 di Jakarta, belum lama ini.

Sri Mulyani mengatakan proyeksi asumsi ini telah mempertimbangkan dinamika di negara maju seperti normalisasi kebijakan moneter di AS dan Eropa yang terjadi hingga tahun depan.

Berdasarkan kajian, kondisi perekonomian AS diperkirakan makin membaik berkat dukungan tingkat inflasi serta penyesuaian suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed).

Kondisi ini berpotensi menyebabkan terjadinya pembalikan modal dari negara-negara berkembang untuk mencari portfolio dengan imbal hasil yang lebih menguntungkan di negara maju.

Selain itu, tambah Sri Mulyani, faktor eksternal lainnya adalah kenaikan harga minyak dunia serta permasalahan geopolitik di berbagai kawasan yang belum sepenuhnya reda.

"Ini risikonya, tapi karena nilai tukar ini juga merupakan domain dari BI, kami akan koordinasi untuk menjaga stabilitas mata uang dan pertumbuhan," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Meski demikian, terdapat faktor positif yang bisa menahan perlemahan kurs yaitu kuatnya fundamental ekonomi yang tercermin dari inflasi terkendali, defisit anggaran sehat, serta peningkatan peringkat utang.

 Kemudian, adanya kebijakan stabilisasi nilai rupiah yang terukur didukung oleh cadangan devisa yang mencukupi serta koordinasi penyediaan valas diantara perusahaan BUMN.

 Selain itu, faktor yang bisa menahan depresiasi rupiah adalah masih berlangsungnya kebijakan quantitative easing dan suku bunga rendah di Eropa maupun Jepang yang dapat mengimbangi potensi modal keluar lanjutan.

"Perlemahan nilai tukar rupiah juga berpotensi mendorong kinerja ekspor," katanya.
 

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018