Pontianak  (Antaranews Kalbar) - Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), Romo Paulus Wiryono Priyotamtama mengatakan pihaknya terus berkomitmen dan ikut berperan dalam mengukuhkan kebangsaan dalam kebhinnekaan di Indonesia, termasuk di Kalbar.
   
 "Melalui momen hari studi APTIK 2018 kami telah berkomitmen bersama untuk andil dan berperan dalam mengukuhkan kebangsaan dalam kebhinnekaan di negara tercinta ini," ujarnya saat penyelenggaraan hari APTIK 2018 yang digelar di Pontianak, Kamis.
     
Ia menjelaskan komitmen yang ada menurutnya lahir karena kondisi sosial bangsa Indonesia saat ini yang rawan konflik antar kelompok, termasuk konflik yang melibatkan unsur-unsur agama dengan gerakan fundamental yang terarah ke penolakan terhadap kebhinnekaan.
     
"Gerakan fundamental yang anti-keberagaman dan anti-kebhinnekaan mulai memasuki dunia perguruan tinggi. Oleh karena itu kita dari APTIK harus andil dan berperan," jelas dia. 
     
Lanjutnya, gencarnya gerakan politik praktis sektarian yang dalam beberapa aspek juga mulai mengatasnamakan dan membawa panji unversitas, tentu patut dipersoalkan.  Terlebih universitas negeri yang kelahirannya melekat dengan sejarah perjuangan bangsa, yang memiliki amanah khusus dalam menjadikan Pancasila sebagai prinsip tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, dan merujuk Konstitusi sebagai  pedoman utama berperilaku. 
   
 "Adakah di dunia ini, universitas yang tidak membela Konstitusi dan norma tertinggi bangsanya. Apabila universitas mengingkari Konstitusi dan roh kebangsaannya sendiri, tentu merupakan anomali," papar dia.
     
Tambahnya, gerakan politik sektarian di universitas adalah ahistoris karena menentang raison d’etre berdirinya republik Indonesia yang diperjuangkan oleh para pendiri bangsa. 
     
"Universitas yang memegang amanahnya sebagai penjaga gerbang kebenaran, dan para ilmuwan dengan kapasitas intelektualnya berkewajiban ikut mengatasi berbagai persoalan masyarakat dan bersikap kritis. Apabila terjadi pengingkaran terhadap mandat universitas, artinya otonomi akademik telah disalahgunakan," jelas dia.
   
 Dikatakan dia insan akademik dan masyarakat "silent majority" harus berani dan bergandengan tangan menyuarakan  keberpihakannya kepada keindonesiaan, kebhinnekaan. 
   
 "Para dosen dan mahasiswa  harus memperjuangkan merah putih sejak dari pikiran, serta bersedia mendedikasikan pengabdian  dan seluruh kehidupan sosialnya hanya untuk keindonesiaan. Ibu pertiwi, ibu tanah air, wajib kita muliakan selama hayat dikandung badan," tegasnya.
     
Menurutnya bahwa bagi setiap perguruan tinggi anggota APTIK, membela konstitusi dan Pancasila sebagai norma tertinggi bangsa adalah ekspresi identitas dan misi sebagai komunitas akademik yang secara tegas dan kritis mengupayakan perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan serta warisan budaya melalui penelitian, pengajaran, dan berbagai bentuk pengabdian kepada masyarakat lokal, nasional dan internasional.
     
"Dalam rangka itu, setiap institusi pendidikan Katolik mesti menyadari, menghargai, dan melibatkan diri di dalam dialog dengan berbagai budaya dan keyakinan iman yang hidup di dalam masyarakat sekitarnya," papar dia.
     
Terkait agenda Hari Studi APTIK 2018 yang digelar 11 - 12 Oktober 2018 diisi dengan sejumlah kegiatan di antaranya diskusi kelompok untuk memperdalam pemahaman dan menemukan beragam gagasan tentang langkah-langkah strategis yang APTIK dalam lakukan untuk menanggapi isu-isu kebangsaan dan kebhinnekaan.
     
Tuan rumah hari studi ini adalah Yayasan Widya Dharma, Pontianak, yang mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Dharma dan Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Widya Dharma.


 

Pewarta: Dedi

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018