Pontianak (Antaranews Kalbar) - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Himpunan Ahli Kontrak Konstruksi Indonesia (HAKKI), Yusid Toyib mengatakan bahwa untuk memacu peningkatan infrastruktur, tidak tidak semestinya harus mengandalkan APBN dan APBD.

"Banyak skema kerjasama dengan investor yang bisa dilakukan. Terlebih pemerintah memberikan angin segar kepada swasta untuk membangun infrastruktur di Indonesia lewat skema pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) dan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)," ujarnya saat menggelar bedah pembangunan infrastruktur di Kalbar yang digelar di Pontianak, Minggu.

Namun menurut mantan Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR ini menyebut, kerjasama dengan investor wajib ditelaah benar-benar.

Kehadiran swasta penting untuk mempercepat pembangunan. Tetapi dalam hal ini Pemerintah yang wajib menentukan arah proyek. Jangan sampai kita yang ditekan oleh swasta. Intinya infrastruktur ini untuk kepentingan rakyat dan negara, kata dia.

Saat menjabat Dirjen ia mencetuskan kerjasama yang tidak memberatkan masyarakat. Ia mencontohkan satu di antaranya adalah pembangunan mega proyek Jembatan Suramadu yang mengganden swasta luar dengan pembiayaan jangka panjang dan ringan.

Kerjasama seperti ini biasanya 20-30 tahun. Jadi ringan. Masyarakat yang melewati jembatan tidak perlu dimintai uang. Hanya membayar retribusi yang nilainya kecil, untuk biaya operasional dan pemeliharaan jembatan, kata dia.

Menurutnya konsep seperti itu bisa diterapkan di Kalbar. Namun, kata dia, swasta pasti mempertimbangkan untung-rugi berinvestasi di sektor infrastruktur Kalbar. Provinsi ini memiliki wilayah yang sangat luas, namun jumlah penduduknya sedikit.

Kalau bangun jalan tol mungkin berat sekali, karena trafik kendaraannya tidak sebanyak di Jawa. Tetapi kita bisa mulai dengan hal kecil," papar pria yang juga sebagai penulis buku Transformasi Public Privat Partnership Indonesia.

Dimulai dari hal kecil ia mencontohkan seperti penyediaan prasarana air bersih yang kurang di Kalbar. Menurutnya, swasta bisa diajak membangun sumur pengeboran air permukaan dan perangkat penyulingan.

"Saya sudah hitung, hanya perlu dana Rp350 juta dan tanah ukuran 20 meter persegi. Airnya bisa untuk kebutuhan minimal 200 rumah tangga. Nanti pengelola bisa menarik tagihan bulanan sesuai dengan tarif yang ditetapkan Pemda," ucapnya.

Lanjutnya, contoh lain adalah soal kelistrikan. Dia menilai Kalbar punya sumber daya melimpah untuk pembangkit. Walaupun sporadis.

Misalnya di Serimbu, Landak. Investor bisa diajak membangun PLTH. Cukup untuk kebutuhan listrik di beberapa desa di sana karena sekarang kita masih mengimpor listrik dari Malaysia. Padahal ada banyak potensi lokal yang bisa dimanfaatkan. Kita bisa gandeng investor dengan skema yang tidak memberatkan APBN/APBD, jelas dia.

Namun, kata dia, konsistensi regulasi dan komitmen pemerintah sangat penting dalam skema seperti ini. Pasalnya investor sangat bergantung terhadap perkiraan waktu dan keuntungan.

Kepastian hukum menjadi hal mutlak. Jangan ganti pemerintahan, bergantung pula perlakukan terhadap investor. Mereka juga membangun dari pembiayaan perbankan. Apabila meleset perhitungannya maka, akan membuat kondisi mereka merugi. Kepastian hukum bisa melalui Undang - Undang buka peraturan presiden atau lainnya," kata dia.Budi Suyanto
 

Pewarta: Dedi

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018