Pontianak (Antaranews Kalbar) - Kepala Dinas Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Barat Abdul Manaf mengintruksikan kepada semua pedagang dilarang memasok telur dan daging dari luar negeri, khususnya dari jalur perbatasan Malaysia untuk mengindari masuknya penyakit menular pada hewan.
"Larangan ini kita tegaskan, agar para pemasok tidak mendatangkan telur, daging ayam, daging sapi untuk mencegah masuknya penyakit hewan ke provinsi ini. Pelarangan itu juga berkaitan dengan maraknya penyakit flu burung di negara tetangga," kata Manaf di Pontianak, Senin.
Menurut dia, larangan itu dibuat agar barang pangan yang masuk tanpa ada dokumen resmi dan tidak ada jaminan apakah itu sehat, halal dan aman, bawa penyakit atau tidak.
"Itu harus diperhatikan. Belum lagi dengan kejadian flu burung, instruksi dari pusat, jaga perbatasan jangan sampai ada kasus serupa," tuturnya.
Manaf memastikan pelarangan lalu lintas hewan ini tidak hanya untuk hewan yang sudah dipotong tapi juga hewan hidup. Untuk itu, masyarakat harus memerhatikan masalah kesehatan, jangan sampai tidak terjamin keamanan bagi masyarakat.
"Misalnya ayam itu mati, dikemas dan kemudian dikonsumsi masyarakat. Itu sudah melanggar UU," katanya.
Ia menjelaskan pelarangan sebenarnya sudah sejak lama, bahkan sebelum merebaknya wabah flu brung, karena harus ada perjanjian khusus untuk perdagangan antarnegara. Sebaliknya dengan Malaysia belum ada perjanjian khusus perdagangan.
Manaf mengaku jalur perbatasan yang sedemikian panjang menyulitkan dalam pengawasan."Perbatasan ini kurang lebih 1.000 kilometer dari Pontianak dan sulit mengawasi karena banyak pintu masuk, sehingga sosialisasi harus sering dilakukan," katanya.
Ia menjelaskan bahwa pelarangan itu tidak berkaitan dengan jumlah. Meskipun terkadang timbul polemik ketika dalam jumlah kecil tidak diperbolehkan masuk.
"Satu butir telur saja bisa menghancurkan usaha peternakan. Telur mengandung bibit flu burung, kemudian dilemparkan ke lokasi sentra ayam, habis dalam satu malam populasi akan lenyap," kata Manaf.
Menurutnya, jika seperti itu maka bisa menimbulkan dampak yang besar. Tidak hanya dampak ekonomi, tapi juga sosial, politik hingga keamanan.
"Jika dibiarkan dan menghancurkan produksi kita, lama-lama kita pun impor. Tidak hanya telur, daging ayam bahkan daging sapi," tuturnya.
Manaf memastikan bahwa pelarangan itu tidak berdampak pada kebutuhan masyarakat, karena saat ini Kalbar sudah swasembada pangan. Tidak hanya telur, tapi juga daging ayam hingga daging sapi.
"Persoalan sekarang hanya distribusi saja, di mana untuk ke daerah, daging misalnya perlu rantai pendingin. Lalu telur jalannya harus bagus, kalau tidak pecah," kata Manaf.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Larangan ini kita tegaskan, agar para pemasok tidak mendatangkan telur, daging ayam, daging sapi untuk mencegah masuknya penyakit hewan ke provinsi ini. Pelarangan itu juga berkaitan dengan maraknya penyakit flu burung di negara tetangga," kata Manaf di Pontianak, Senin.
Menurut dia, larangan itu dibuat agar barang pangan yang masuk tanpa ada dokumen resmi dan tidak ada jaminan apakah itu sehat, halal dan aman, bawa penyakit atau tidak.
"Itu harus diperhatikan. Belum lagi dengan kejadian flu burung, instruksi dari pusat, jaga perbatasan jangan sampai ada kasus serupa," tuturnya.
Manaf memastikan pelarangan lalu lintas hewan ini tidak hanya untuk hewan yang sudah dipotong tapi juga hewan hidup. Untuk itu, masyarakat harus memerhatikan masalah kesehatan, jangan sampai tidak terjamin keamanan bagi masyarakat.
"Misalnya ayam itu mati, dikemas dan kemudian dikonsumsi masyarakat. Itu sudah melanggar UU," katanya.
Ia menjelaskan pelarangan sebenarnya sudah sejak lama, bahkan sebelum merebaknya wabah flu brung, karena harus ada perjanjian khusus untuk perdagangan antarnegara. Sebaliknya dengan Malaysia belum ada perjanjian khusus perdagangan.
Manaf mengaku jalur perbatasan yang sedemikian panjang menyulitkan dalam pengawasan."Perbatasan ini kurang lebih 1.000 kilometer dari Pontianak dan sulit mengawasi karena banyak pintu masuk, sehingga sosialisasi harus sering dilakukan," katanya.
Ia menjelaskan bahwa pelarangan itu tidak berkaitan dengan jumlah. Meskipun terkadang timbul polemik ketika dalam jumlah kecil tidak diperbolehkan masuk.
"Satu butir telur saja bisa menghancurkan usaha peternakan. Telur mengandung bibit flu burung, kemudian dilemparkan ke lokasi sentra ayam, habis dalam satu malam populasi akan lenyap," kata Manaf.
Menurutnya, jika seperti itu maka bisa menimbulkan dampak yang besar. Tidak hanya dampak ekonomi, tapi juga sosial, politik hingga keamanan.
"Jika dibiarkan dan menghancurkan produksi kita, lama-lama kita pun impor. Tidak hanya telur, daging ayam bahkan daging sapi," tuturnya.
Manaf memastikan bahwa pelarangan itu tidak berdampak pada kebutuhan masyarakat, karena saat ini Kalbar sudah swasembada pangan. Tidak hanya telur, tapi juga daging ayam hingga daging sapi.
"Persoalan sekarang hanya distribusi saja, di mana untuk ke daerah, daging misalnya perlu rantai pendingin. Lalu telur jalannya harus bagus, kalau tidak pecah," kata Manaf.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018