Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Evi Apita Maya mengatakan pihak yang menggugatnya ke pengadilan dengan alasan fotonya terlalu cantik, ingin mendapatkan keuntungan semata.
"Jadi itu bisikan-bisikan anak buah (penggugat) yang ingin mendapat kepentingan dan keuntungan pribadi," ujar Evi yang juga terpilih menjadi Calon Legislatif (Caleg) DPD RI dari NTB saat ditemui di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis.
Sebelumnya, calon anggota DPD NTB Farouk Muhammad menggugat hasil pemilu DPD yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam dalilnya, Farouk mempersoalkan foto pencalonan pesaing politiknya bernama Evi Apita Maya yang juga maju di Dapil NTB.
Menurut Farouk, Evi telah melakukan manipulasi dengan mengedit foto pencalonan dirinya di luar batas wajar. Sehingga, hal ini dapat disebut sebagai pelanggaran administrasi pemilu.
Atas kasus itu Evi merasa harga dirinya dirugikan, walau banyak masyarakat yang tetap mendukungnya, kata dia, tidak sedikit pula masyarakat yang berpikir bahwa Evi benar-benar "menipu" publik dengan mengedit fotonya.
"Seolah-olah saya itu melakukan kebohongan publik secara besar-besaran, seakan seperti saya terkena sihir dari yang mohon maaf, buruk rupa, menjadi cantik," ucap Evi.
Evi juga merasa yakin tidak terbukti bersalah, karena menurut dia gugatan Farouk sudah melewati batas waktu, dan aneh karena masalah fotonya baru digugat saat Evi telah terpilih sebagai Caleg DPD RI NTB.
Farouk juga menggugat Evi karena atas foto yang dianggapnya manipulatif tersebut menyebabkan selisih suara yang signifikan.
"Perbedaan suara saya dengan dia (Farouk) sangat jauh, mencapai 98.000 suara, sedangkan untuk mengejar satu suara saja sangat sulit, yang dituduhkan juga saya menggelembungkan 700 suara, kan sangat tidak signifikan," tambah Evi.
Sementara, Wahyu, kuasa hukum Evi mengatakan Farouk seharusnya memrotes foto Evi sebelum ia terpilih menjadi anggota legislatif, atas hal itu, Wahyu mengatakan secara yuridis gugatan itu tidak lagi menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Yang kedua secara non-yuridis, persepsi orang terhadap cantik itu berbeda-beda, kita tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti selera kita, nah artinya foto itu tergantung pada batas pandang dan selera," ujar Wahyu.
Perihal lain yang membuat Evi kecewa dan merasa dirugikan juga karena kata dia, Farouk menggugat perihal foto Evi, namun belum pernah bertemu langsung dengan dirinya.
"Belum pernah (bertemu secara langsung), karena kalau dia sudah pernah bertemu tidak mungkin dia menggugat," ujar Evi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Jadi itu bisikan-bisikan anak buah (penggugat) yang ingin mendapat kepentingan dan keuntungan pribadi," ujar Evi yang juga terpilih menjadi Calon Legislatif (Caleg) DPD RI dari NTB saat ditemui di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis.
Sebelumnya, calon anggota DPD NTB Farouk Muhammad menggugat hasil pemilu DPD yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam dalilnya, Farouk mempersoalkan foto pencalonan pesaing politiknya bernama Evi Apita Maya yang juga maju di Dapil NTB.
Menurut Farouk, Evi telah melakukan manipulasi dengan mengedit foto pencalonan dirinya di luar batas wajar. Sehingga, hal ini dapat disebut sebagai pelanggaran administrasi pemilu.
Atas kasus itu Evi merasa harga dirinya dirugikan, walau banyak masyarakat yang tetap mendukungnya, kata dia, tidak sedikit pula masyarakat yang berpikir bahwa Evi benar-benar "menipu" publik dengan mengedit fotonya.
"Seolah-olah saya itu melakukan kebohongan publik secara besar-besaran, seakan seperti saya terkena sihir dari yang mohon maaf, buruk rupa, menjadi cantik," ucap Evi.
Evi juga merasa yakin tidak terbukti bersalah, karena menurut dia gugatan Farouk sudah melewati batas waktu, dan aneh karena masalah fotonya baru digugat saat Evi telah terpilih sebagai Caleg DPD RI NTB.
Farouk juga menggugat Evi karena atas foto yang dianggapnya manipulatif tersebut menyebabkan selisih suara yang signifikan.
"Perbedaan suara saya dengan dia (Farouk) sangat jauh, mencapai 98.000 suara, sedangkan untuk mengejar satu suara saja sangat sulit, yang dituduhkan juga saya menggelembungkan 700 suara, kan sangat tidak signifikan," tambah Evi.
Sementara, Wahyu, kuasa hukum Evi mengatakan Farouk seharusnya memrotes foto Evi sebelum ia terpilih menjadi anggota legislatif, atas hal itu, Wahyu mengatakan secara yuridis gugatan itu tidak lagi menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Yang kedua secara non-yuridis, persepsi orang terhadap cantik itu berbeda-beda, kita tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti selera kita, nah artinya foto itu tergantung pada batas pandang dan selera," ujar Wahyu.
Perihal lain yang membuat Evi kecewa dan merasa dirugikan juga karena kata dia, Farouk menggugat perihal foto Evi, namun belum pernah bertemu langsung dengan dirinya.
"Belum pernah (bertemu secara langsung), karena kalau dia sudah pernah bertemu tidak mungkin dia menggugat," ujar Evi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019