Lokakarya multipihak yang dilakukan di ruang rapat utama Kantor Bupati Ketapang, Senin pagi, diharapkan dapat menghasilkan rumusan terhadap legalisasi area konservasi dalam wilayah konsesi untuk disampaikan ke Pemkab setempat.

"Kami dukung acara ini, kita harap apa yang dapat dirumuskan bisa kita bahas bersama selanjutnya untuk ditentukan langkah selanjutnya, kami berharap lokakarya ini bisa menghasilkan solusi, selain itu kami berharap NGO bisa menjadi mitra pemerintah dan juga mitra perusahaan dalam berinvestasi di Kabupaten Ketapang,” tegas Bupati Ketapang Martin Rantan ketika membuka Lokakarya Legalisasi Area Konservasi Dalam Wilayah Konsesi di Ketapang, Senin.

Menurut Bupati Ketapang, lokakarya ini merupakan bagian dari program lanskap yang digagas oleh Aidenvironment di Kabupaten Ketapang dengan tujuan utama untuk mendorong agar kawasan konservasi dl dalam konsesi yang ada di Kabupaten Ketapang memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat secara berimbang dengan kebutuhan konservasi dan produksi berkelanjutan.

Hal ini selaras dengan visi pembangunan Pemerintah Kabupaten Ketapang yang sedang dijalankan yaitu "Ketapang yang Maju Menuju Masyarakat Sejahtera". Dimana visi tersebut dijabarkan  dalam 6 misi. Diantaranya, Melaksanakan kepemerintahan yang baik, Meningkatkan infrastruktur daerah, Meningkatkan perekonomian masyarakat, Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, Pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa, dan Meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam di Kabupaten Ketapang.

"Apa yang di loka karyakan ini sangat sesuai dengan misi keenam yaitu meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam di Kabupaten Ketapang," kata Bupati Ketapang.

Dalam pertemuan itu, Bupati Ketapang mengecek utusan perusahaan kelapa sawit yang hadir. Walaupun yang hadir bukanlah pemilik, namun ia yakin pihak perusahaan yang hadir bisa memberikan rumusan terbaik dalam solusi legalisasi area konservasi dalam wilayah konsesi.

Ditegaskannya, industri kelapa sawit, baik perkebunan sawit maupun pihak pembeli merupakan anggota  RSPO memiliki kewajiban untuk membuat, mengimplementasikan, dan melakukan monitoring dan evaluasi kebijakan NDPE (No Deforestation, No Peat Development, and No Exploitation) ke dalam rantai pasok komoditas kelapa sawit di dalam model usahanya.

Salah satu bentuk dari kebijakan NDPE tersebut adalah kewajiban untuk mengidentifikasi area dengan nilai konservasi tinggi (HCV) dan kawasan berhutan yang memiliki stok karbon tinggi (HCS) yang terdapat di dalam konsesinya. Selain itu, perusahaan harus memastikan bahwa area yang telah teridentifikasi sebagai HCV dan HCS dikelola sesuai kaidah-kaidah konservasi dan produksi yang berkelanjutan serta melibatkan peran serta masyarakat lokal yang tinggal di sekitar konsesi perusahaan.

Kebijakan NDPE tersebut jika dilihat dari kaca mata pembangunan daerah, akan sesuai dan sejalan dengan misi Kabupaten Ketapang tahun 2005-2025 khususnya mengembangkan ekonomi kerakyatan yang maju dan bernilai tambah tinggi.

Demikian juga  mengembangkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, produktif dan bermartabat dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara lestari dan berkelanjutan.

Dengan diterbitkannya Perda Provinsi Nomor 6 tahun 2018, tentang "Pengelolaan Usaha berbasis lahan berkelanjutan" maka telah tersedia payung hukum untuk pengelolaan kawasan konservasi di dalam areal konsesi berbasiskan kaidah konservasi, produksi berkelanjutan, dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam hal ini berarti bahwa kawasan konservasi tersebut tidak hanya dibiarkan begitu saja tetapi harus menjadi sumber daya sosial dan ekonomi yang bisa menjadi sumber pendapatan masyarakat yang berada di sekitar wilayah konsesi. Tentu saja bentuk pengelolaan yang diterapkan di area konservasi itu sesuai dengan aturan dan legalitas yang berlaku.

"Kami menyambut baik inisiatif Aidenvironment Asia dalam memfasilitasi proses legalitas wilayah konservasi dl kawasan konsesi ini,” tuturnya.

Usai lokakarya dibuka oleh Bupati Ketapang, selanjutnya Marius Gunawan Senior Landscape Program Officer Aidenvironment Asia dan narasumber lainnya menyampaikan presentasi. Inti dari presentasi tersebut diantaranya, dipaparkan bahwa Kabupaten Ketapang memiliki luasan 3.015.800 ha yang terdiri dari areal berhutan seluas 931.137 Ha, areal gambut seluas 224.536 Ha, areal gambut yang berhutan seluas 166.597 Ha, dan Area Penggunaan Lain (APL) seluas 1.250.108 ha.

Sebagian areal penggunaan lain merupakan izin perkebunan kelapa sawit yang telah teridentifikasi areal Nilai Konservasi Tinggi (HCV) dan Stok Karbon Tinggi (HCS) seluas kurang lebih 68.000 ha yang setara dengan luas kota Jakarta.

Tanpa payung hukum yang jelas, keutuhan areal HCV dan HCS yang berada di wilayah konsesi perusahaan akan tumpang tindih dan rawan konflik kepentingan. Dengan prosentase yang cukup luas jika dibandingkan dengan area konservasi di seluruh wilayah Kabupaten Ketapang, masalah ini menjadi sangat urgen untuk dibicarakan dan diselesaikan segera untuk menghindari potensi konflik antar pemangku kepentingan terkait pengelolaannya.



 

Pewarta: Andi/Humas Ketapang

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019