Ketua majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyebut politikus PDIP Harun Masiku menghadap Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman dengan membawa foto ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Harun membawa putusan MA dan foto Harun Masiku dengan Megawati Soekarnoputri dan foto dengan Mahkamah Agung apa pendapat saudara?" tanya ketua majelis hakim Panji Surono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

"Saya tidak menilai apapun, saya pikir itu bukan dokumen resmi, bukan dokumen formal yang dimasukkan ke kantor saya, jadi dia datang sambil menunjukkan berkas-berkas, saya biasa saja, saya tidak mendokumentasikan sebagai surat resmi masuk," jawab Ketua KPU Arief Budiman.



Arief menyampaikan hal tersebut sebagai saksi di pengadilan untuk terdakwa Saeful Bahri. Arief bersaksi melalui sarana video conference, sedangkan Saeful Bahri berada di rumah tahanan (rutan) KPK di gedung KPK lama, jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan Tipikor Jakarta.

Saeful Bahri yang juga merupakan kader PDIP didakwa bersama-sama Harun Masiku ikut menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta agar mengupayakan Pergantian Antar-Waktu (PAW) anggota DPR RI daerah Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku.

"Tidak terpengaruh ada foto dengan siapa pun?" tanya hakim Panji. "Tidak," jawab Arief.

Menurut Arief, pertemuan yang dilangsungkan pada September 2019 lebih dalam suasana informal dan bersifat konsultasi.

"Pertemuan dengan Harun, dia tidak menelepon saya, jadi datang saja karena siapa pun bisa datang ke kantor dengan menyampaikan ke pihak keamanan mengatakan mau ketemu lalu lewat sekretaris saya dan kalau ada waktu saya persilakan siapa saja kalau mau bertemu silakan," ungkap Arief.

Dalam pertemuan itu, menurut Arief, Harun Masiku menyampaikan sudah ada surat PDIP terkait putusan uji materi MA dan mohon KPU bisa menjalankan putusan MA tersebut.

"Penekanannya pada judicial review MA, dia bawa surat DPP PDIP, tapi saya tidak ingat rinciannya, yang saya ingat ada putusan MA soal uji materi tapi karena pertemuan informal saya tidak mencatat detail-detailnya karena saya anggap konsultasi informal saja," ucap Arief.


Ia pun lupa selain salinan surat DPP PDIP, apalagi yang dibawa Harun.

"Harun kebetulan tidak minta tolong yang memaksa-maksa begitu, lebih kepada pemberitahuan mohon bisa ditindaklanjuti, lebih konsultasi, ada surat PDI-P, ada putusan uji materi MA mohon diperhatikan dan bukan saya juga yang meminta dia membawa apapun, dia hanya datang berkonsultasi dengan menunjukkan dokumen itu," tutur Arief.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa meski politikus PDIP Nazaruddin Kiemas sudah meninggal dunia, namun ia tetap mendapat suara tertinggi di dapil Sumsel I yaitu 34.276 suara dalam pileg. Pada Juli 2019 rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas.

Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto lalu meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI.

Dasarnya adalah putusan uji materi yang diajukan PDIP di MA yaitu putusan Nomor 57 P/HUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019 yang menyatakan sah untuk calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk partai politik bagi calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk partai politik bagi calon yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon.

Namun, KPU membalas surat DPP PDIP itu dengan menyatakan tidak dapat mengakomodasi permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari 2020, Harun hingga saat ini belum ditemukan dan sudah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020