Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono memastikan akan mempublikasikan penggunaan anggaran COVID-19, melalui sejumlah kanal informasi baik website kota Pontianak maupun media sosial agar masyarakat dapat mengakses informasi anggaran yang digunakan selama pandemi COVID-19.
"Saat ini Pemkot sudah menyediakan kanal-kanal informasi untuk transparansi anggaran, sementara ini memang belum bisa secara rinci, karena semuanya masih dinamis. Anggaran ini bergerak, nanti akan kami publikasikan, seperti bedah APBD tiap tahun akan dibuka," kata Edi saat menyampaikan materi pada kegiatan Webinar Transparansi anggaran ditengah pandemi COVID-19 yang dilaksanakan oleh AJI Pontianak dan Lembaga Gemawan, Jumat.
Pada kesempatan itu, Edi mengungkapkan, sepanjang COVID-19 Pemerintah Pusat memberikan kemudahan dalam realokasi anggaran pemda. Namun semua dalam pantauan lembaga pengawas seperti KPK, BPK, BPKP dan APIP yang turun langsung melakukan pengawalan.
"KPK juga memantau kami, BPKP juga melakukan uji petik. Kami akui ada beberapa titik doubel atau tumpang tindih tapi tidak banyak, karena data bergerak. Gugus tugas dari Kejari dan polisi juga terlibat dalam penanggulangan," tuturnya.
Pemkot Pontianak sendiri mengganggarkan Rp114 Miliar untuk menangani pandemi ini. Namun tidak semuanya terserap lantaran berhasil mengendalikan penyebaran penyakit.
"Saat ini, Pontianak tinggal memiliki satu pasien positif dari 118 pasien dengan lima di antaranya meninggal. Akan tetapi tingginya mobilitas dikhawatirkan munculnya klaster baru atau gelombang kedua. Jika tak ada lagi tambahan kasus, anggaran yang berhasil dihemat tersebut akan direalokasikan dalam perubahan anggaran untuk pemulihan ekonomi. Pembahasannya kini tengah dilakukan di DPRD Pontianak," katanya.
Pada sesi diskusi yang sama, mewakili Lembaga Gemawan, Sri Haryanti menegaskan, pemerintah harus mempublikasikan rincian anggaran penanganan COVID-19 selama pandemi. Publikasi tersebut merupakan bentuk transparansi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apalagi sudah ada Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Publik dalam Masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat COVID-19.
"Pemerintah harus menyediakan kanal khusus yang real time tentang rincian anggaran yang dipakai selama pandemi," kata Sri.
Sementara saat ini, sejumlah daerah sekadar mempublikasikan sebaran penyakit dan pasien positif. Program-program informasi masih minim, padahal, anggaran yang dikeluarkan sangat besa, terlebih ada aturan pusat yang mengamanatkan kebijakan dalam penanganan COVID-19 tak dapat dituntut.
"Walau pun angkanya dinamis, tetap harus ditampilkan. Karena saat ini semua sudah digital dan data harus bisa diperbarui bahkan per menit," katanya.
Menurutnya, jika transparansi data tidak dilakukan, masyarakat akan kesulitan mengawal. Padahal informasi tersebut jadi kewajiban untuk dipublikasikan. "Langkah baiknya dibuat aksi bersama untuk memanfaatkan kanal tersebut, dan membuka akses bagi publik. Kemudian keterlibatan organisasi masyarakat sipil dan jurnalis," katanya.
Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalbar, Agus Priyadi yang juga menjadi pemateri pada webinar tersebut, mengatakan pihaknya telah membuka posko pengaduan di daerah terkait penanganan COVID-19. Aduan yang masuk pun beragam. Mulai dari pelayanan medis bagi korban COVID-19, pelayanan transportasi dan keamanan, kartu sembako, hingga jaringan pengaman sosial.
"Dari semua aduan itu, semua sudah diselesaikan, hanya saja tidak dapat memenuhi semua harapan. Seperti mahasiswa yang meminta bantuan, tapi nyatanya bisa pulang kampung. Demikian juga mekanisme relaksasi kredit yang masih belum dipahami masyarakat," katanya.
Di sisi lain, khusus permasalahan pendataan jaring pengamanan sosial banyak dikeluhkan. Masyarakat yang seharusnya dapat, justru absen dari data. Selain itu, ada keunikan di lapangan, pembagian beras dibagi rata karena protes masyarakat.
"Ada permasalahan dalam hal pendataan yang berhak. Pendataan sudah dilakukan, pemuktahiran menurut BPS tugas Pemda masing-masing," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Saat ini Pemkot sudah menyediakan kanal-kanal informasi untuk transparansi anggaran, sementara ini memang belum bisa secara rinci, karena semuanya masih dinamis. Anggaran ini bergerak, nanti akan kami publikasikan, seperti bedah APBD tiap tahun akan dibuka," kata Edi saat menyampaikan materi pada kegiatan Webinar Transparansi anggaran ditengah pandemi COVID-19 yang dilaksanakan oleh AJI Pontianak dan Lembaga Gemawan, Jumat.
Pada kesempatan itu, Edi mengungkapkan, sepanjang COVID-19 Pemerintah Pusat memberikan kemudahan dalam realokasi anggaran pemda. Namun semua dalam pantauan lembaga pengawas seperti KPK, BPK, BPKP dan APIP yang turun langsung melakukan pengawalan.
"KPK juga memantau kami, BPKP juga melakukan uji petik. Kami akui ada beberapa titik doubel atau tumpang tindih tapi tidak banyak, karena data bergerak. Gugus tugas dari Kejari dan polisi juga terlibat dalam penanggulangan," tuturnya.
Pemkot Pontianak sendiri mengganggarkan Rp114 Miliar untuk menangani pandemi ini. Namun tidak semuanya terserap lantaran berhasil mengendalikan penyebaran penyakit.
"Saat ini, Pontianak tinggal memiliki satu pasien positif dari 118 pasien dengan lima di antaranya meninggal. Akan tetapi tingginya mobilitas dikhawatirkan munculnya klaster baru atau gelombang kedua. Jika tak ada lagi tambahan kasus, anggaran yang berhasil dihemat tersebut akan direalokasikan dalam perubahan anggaran untuk pemulihan ekonomi. Pembahasannya kini tengah dilakukan di DPRD Pontianak," katanya.
Pada sesi diskusi yang sama, mewakili Lembaga Gemawan, Sri Haryanti menegaskan, pemerintah harus mempublikasikan rincian anggaran penanganan COVID-19 selama pandemi. Publikasi tersebut merupakan bentuk transparansi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apalagi sudah ada Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Publik dalam Masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat COVID-19.
"Pemerintah harus menyediakan kanal khusus yang real time tentang rincian anggaran yang dipakai selama pandemi," kata Sri.
Sementara saat ini, sejumlah daerah sekadar mempublikasikan sebaran penyakit dan pasien positif. Program-program informasi masih minim, padahal, anggaran yang dikeluarkan sangat besa, terlebih ada aturan pusat yang mengamanatkan kebijakan dalam penanganan COVID-19 tak dapat dituntut.
"Walau pun angkanya dinamis, tetap harus ditampilkan. Karena saat ini semua sudah digital dan data harus bisa diperbarui bahkan per menit," katanya.
Menurutnya, jika transparansi data tidak dilakukan, masyarakat akan kesulitan mengawal. Padahal informasi tersebut jadi kewajiban untuk dipublikasikan. "Langkah baiknya dibuat aksi bersama untuk memanfaatkan kanal tersebut, dan membuka akses bagi publik. Kemudian keterlibatan organisasi masyarakat sipil dan jurnalis," katanya.
Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalbar, Agus Priyadi yang juga menjadi pemateri pada webinar tersebut, mengatakan pihaknya telah membuka posko pengaduan di daerah terkait penanganan COVID-19. Aduan yang masuk pun beragam. Mulai dari pelayanan medis bagi korban COVID-19, pelayanan transportasi dan keamanan, kartu sembako, hingga jaringan pengaman sosial.
"Dari semua aduan itu, semua sudah diselesaikan, hanya saja tidak dapat memenuhi semua harapan. Seperti mahasiswa yang meminta bantuan, tapi nyatanya bisa pulang kampung. Demikian juga mekanisme relaksasi kredit yang masih belum dipahami masyarakat," katanya.
Di sisi lain, khusus permasalahan pendataan jaring pengamanan sosial banyak dikeluhkan. Masyarakat yang seharusnya dapat, justru absen dari data. Selain itu, ada keunikan di lapangan, pembagian beras dibagi rata karena protes masyarakat.
"Ada permasalahan dalam hal pendataan yang berhak. Pendataan sudah dilakukan, pemuktahiran menurut BPS tugas Pemda masing-masing," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020