Pemerintah Provinsi Kalbar merespon sejumlah keluhan masyarakat terkait persoalan harga karet dan perbaikan tata niaga melalui Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) menjadi satu di antara solusi yang ditawarkan untuk tingkatkan harga komoditas itu di masyarakat.
"UPPB menjadi solusi tepat memperpendek rantai pasok yang selama ini membuat harga karet yang diterima petani rendah. Tentu, komitmen dan aksi nyata para pihak dibutuhkan untuk mewujudkan unit tersebut," ujar Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Heronimus Hero di Pontianak, Rabu.
Ia mengatakan rantai pasok komoditas karet di Kalbar terlalu panjang dan melibatkan dua hingga tiga tingkat perantara atau pengepul. Kondisi ini justru merugikan pekebun karena harga yang diterima rendah dan tidak menguntungkan. Kondisi ini juga diperparah dengan pengepul yang seenaknya mengatur harga.
"Rantai pasok karet yang ada saat ini membuat karet kehilangan nilai tambahnya. Pertama karena ada dua hingga tiga tingkatan pengepul, kedua pengepul yang mengatur harga. Ini membuat disparitas harga di pabrik dan di petani sangat tinggi," kata dia.
Dengan kondisi yang ada kata dia perlu ada perubahan mendasar dalam mengatur tata niaga produk karet agar lebih memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Pihaknya menggodok strategi tata niaga produk karet melalui networking entrepreneurship, yang menjadi alternatif yang sangat relevan dengan kondisi lapangan, sistematis dan berdampak luas kepada masya rakat dan pemerintah daerah.
"Ada tiga sisi penting dalam mewujudkan strategi tersebut, yakni dari sisi pekebun, fungsi UPPB dan pabrik. Kembali, untuk memperpendek rantai pasok, UPBB menjadi solusinya," katanya.
Hero menyebut, fungsi UPPB di antaranya adalah transparan, kendali mutu, serta margin yang pantas. Unit ini menjalankan fungsi transparansi, sehingga menekan persaingan harga yang tidak transparan dari keberadaan perantara yang menjadi hambatan pekebun mengakses informasi harga karet.
"Selain itu, unit ini juga akan punya peran untuk melakukan kontrol terhadap mutu karet pekebun. Dengan begitu, pada akhirnya mereka akan mendapatkan harga dengan margin yang pantas," kata dia.
Sistem ini menurutnya belum banyak diterapkan di Kalbar. Saat ini hanya ada 10 UPPB dan di antara itu, yang aktif hanya satu saja. Jumlah ini tentu sangat kecil dibandingkan dengan besarnya sektor perkebunan karet di provinsi ini. Oleh karena itulah, pihaknya mendorong lahirnya UPPB di wilayah-wilayah produksi karet.
"Bentuk UPPB ini macam-macam, bisa koperasi, kelompok usaha bersama, atau mungkin BUMDes," terang dia.
Namun untuk mewujudkan lahirnya UPPB itu, diperlukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait. Untuk itulah, dirinya menggandeng banyak pihak, mulai dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Koperasi dan UMK, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), dan serta para pihak lainnya. Di samping itu, dia menilai perlu adanya kekuatan regulasi berupa kebijakan pemerintah daerah agar hal ini dapat diwujudkan.
"Kita telah FGD dengan pihak terkait sekaligus kita menyampaikan inovasi kita soal strategi tata niaga karet melalui networking enterprenuership. Nah, semua butuh peran para pihak karena soal karet melibat banyak pihak," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Aminudin mengatakan saat ini ada sekitar 843 desa yang para pekebunnya menghasilkan karet. Desa-desa tersebut menurutnya bisa memfasilitasi para pekebun dengan membangun UPPB, yang menjadi jembatan mereka memasok karet ke pabrik. Bentuk usahanya, kata dia, bisa dalam bentuk BUMDes.
"Nah, BUMDes ini bisa saja punya unit usaha yang menjembatani masyarakat dan pabrik," kata dia.
Pada tahap yang lebih jauh, peran BUMDes dalam hal ini bisa diperluas lagi yakni dengan mengambil peran dalam pemenuhan kebutuhan pertanian para pekebun.
"Lembaga ekonomi ini juga bisa ambil peran sebagai pembina para pekebun karet agar produk karet yang dihasilkan bermutu serta pasokannya berjalan secara kontinyu," kata dia.
Ketua Gapkindo Kalbar, Jusdar mendukung upaya untuk memotong rantai pasok komoditas karet. Jusdar yakin, para anggotanya yang kini berjumlah 16 perusahaan, mau menjalin kerjasama dengan UPPB. Pihaknya siap untuk memfasilitasi.
"Urusan kerja sama MOU itu antara perusahaan dan UPPB. Kami asosiasi akan membantu memfasilitasi," katanya.
Saat ini harga karet di Kalbar di tingkat petani mulai sekitar Rp7.000 per kilogram. Namun, di UPPB harga bisa mencapai Rp11.000 per kilogram.
Baca juga: Permintaan karet dari RRT dan Amerika Serikat meningkat
Baca juga: Harga karet tingkat pabrik di Kalbar Rp14.500/kg
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"UPPB menjadi solusi tepat memperpendek rantai pasok yang selama ini membuat harga karet yang diterima petani rendah. Tentu, komitmen dan aksi nyata para pihak dibutuhkan untuk mewujudkan unit tersebut," ujar Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Heronimus Hero di Pontianak, Rabu.
Ia mengatakan rantai pasok komoditas karet di Kalbar terlalu panjang dan melibatkan dua hingga tiga tingkat perantara atau pengepul. Kondisi ini justru merugikan pekebun karena harga yang diterima rendah dan tidak menguntungkan. Kondisi ini juga diperparah dengan pengepul yang seenaknya mengatur harga.
"Rantai pasok karet yang ada saat ini membuat karet kehilangan nilai tambahnya. Pertama karena ada dua hingga tiga tingkatan pengepul, kedua pengepul yang mengatur harga. Ini membuat disparitas harga di pabrik dan di petani sangat tinggi," kata dia.
Dengan kondisi yang ada kata dia perlu ada perubahan mendasar dalam mengatur tata niaga produk karet agar lebih memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Pihaknya menggodok strategi tata niaga produk karet melalui networking entrepreneurship, yang menjadi alternatif yang sangat relevan dengan kondisi lapangan, sistematis dan berdampak luas kepada masya rakat dan pemerintah daerah.
"Ada tiga sisi penting dalam mewujudkan strategi tersebut, yakni dari sisi pekebun, fungsi UPPB dan pabrik. Kembali, untuk memperpendek rantai pasok, UPBB menjadi solusinya," katanya.
Hero menyebut, fungsi UPPB di antaranya adalah transparan, kendali mutu, serta margin yang pantas. Unit ini menjalankan fungsi transparansi, sehingga menekan persaingan harga yang tidak transparan dari keberadaan perantara yang menjadi hambatan pekebun mengakses informasi harga karet.
"Selain itu, unit ini juga akan punya peran untuk melakukan kontrol terhadap mutu karet pekebun. Dengan begitu, pada akhirnya mereka akan mendapatkan harga dengan margin yang pantas," kata dia.
Sistem ini menurutnya belum banyak diterapkan di Kalbar. Saat ini hanya ada 10 UPPB dan di antara itu, yang aktif hanya satu saja. Jumlah ini tentu sangat kecil dibandingkan dengan besarnya sektor perkebunan karet di provinsi ini. Oleh karena itulah, pihaknya mendorong lahirnya UPPB di wilayah-wilayah produksi karet.
"Bentuk UPPB ini macam-macam, bisa koperasi, kelompok usaha bersama, atau mungkin BUMDes," terang dia.
Namun untuk mewujudkan lahirnya UPPB itu, diperlukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait. Untuk itulah, dirinya menggandeng banyak pihak, mulai dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Koperasi dan UMK, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), dan serta para pihak lainnya. Di samping itu, dia menilai perlu adanya kekuatan regulasi berupa kebijakan pemerintah daerah agar hal ini dapat diwujudkan.
"Kita telah FGD dengan pihak terkait sekaligus kita menyampaikan inovasi kita soal strategi tata niaga karet melalui networking enterprenuership. Nah, semua butuh peran para pihak karena soal karet melibat banyak pihak," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Aminudin mengatakan saat ini ada sekitar 843 desa yang para pekebunnya menghasilkan karet. Desa-desa tersebut menurutnya bisa memfasilitasi para pekebun dengan membangun UPPB, yang menjadi jembatan mereka memasok karet ke pabrik. Bentuk usahanya, kata dia, bisa dalam bentuk BUMDes.
"Nah, BUMDes ini bisa saja punya unit usaha yang menjembatani masyarakat dan pabrik," kata dia.
Pada tahap yang lebih jauh, peran BUMDes dalam hal ini bisa diperluas lagi yakni dengan mengambil peran dalam pemenuhan kebutuhan pertanian para pekebun.
"Lembaga ekonomi ini juga bisa ambil peran sebagai pembina para pekebun karet agar produk karet yang dihasilkan bermutu serta pasokannya berjalan secara kontinyu," kata dia.
Ketua Gapkindo Kalbar, Jusdar mendukung upaya untuk memotong rantai pasok komoditas karet. Jusdar yakin, para anggotanya yang kini berjumlah 16 perusahaan, mau menjalin kerjasama dengan UPPB. Pihaknya siap untuk memfasilitasi.
"Urusan kerja sama MOU itu antara perusahaan dan UPPB. Kami asosiasi akan membantu memfasilitasi," katanya.
Saat ini harga karet di Kalbar di tingkat petani mulai sekitar Rp7.000 per kilogram. Namun, di UPPB harga bisa mencapai Rp11.000 per kilogram.
Baca juga: Permintaan karet dari RRT dan Amerika Serikat meningkat
Baca juga: Harga karet tingkat pabrik di Kalbar Rp14.500/kg
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020