Wahana Visi Indonesia (WVI) melalui kajian cepat dan survei suara anak, mencatat berbagai persoalan atau masalah yang dihadapi anak-anak di Provinsi Kalbar saat pandemi COVID-19.

"Forum anak mewakili anak-anak yang sebelumnya diwawancarai dalam survei dilibatkan untuk memberi masukan terkait program-program yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak selama pandemi COVID-19," kata General Manager Zonal WVI Kalbar, Portunatas Tamba dalam keterangan tertulis yang diterima di Pontianak, Selasa.

Dia menjelaskan, pihaknya melakukan survei Mei 2020, di wilayah dampingan yang meliputi 29 area program kepada 900 rumah tangga, 943 anak remaja, sebagai monitoring program atau kegiatan dan hasilnya menjadi masukan bagi organisasi untuk memikirkan pendekatan yang tepat dalam pemenuhan hak anak selama pandemi COVID-19.

Dalam kajian cepat, didapat fakta hanya 68 persen anak yang mempunyai akses terhadap program belajar dari rumah dan selebihnya kesulitan mendapatkan akses karena belajar di rumah kurangnya arahan maupun minimnya fasilitas.

Dari sisi ekonomi, lebih dari 50 persen rumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan bergizi seimbang karena menurunnya pendapatan keluarga.

Selain itu, hampir dua per tiga anak mengaku masih mengalami kekerasan verbal dari orang tua walaupun hasil survei kepada orang tua menunjukkan hal kontradiktif.

Anak-anak juga rentan mengalami kekerasan yang terjadi dalam jaringan (daring) seperti perundungan dan pornografi. Dampak lain, anak juga rentan dieksploitasi, dan terjadi perkawinan anak dalam masa pandemi, katanya.

Dia menambahkan memfasilitasi dan mendukung anak untuk hidup utuh, masih terus menjadi perjuangan semua pihak baik pemerintah, lembaga masyarakat LSM, orang tua bahkan anak-anak sendiri.

"Semua pihak harus berkontribusi dan bertanggung jawab untuk memberikan yang terbaik bagi anak dan berikan yang terbaik untuk anak," katanya.

Wakil Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalbar, Tumbur Manalu menyampaikan keprihatiannya dengan hasil survei cepat survei oleh WVI, terutama sekitar 70,6 persen orang tua memberikan hukuman fisik atau membentak sebagai bentuk disiplin.

Tentunya hal ini menggambarkan bahwa orang tua menjadi pelaku tindak kekerasan pada anak, padahal seharusnya punya kewajiban untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan serta juga menunjukkan rumah menjadi tempat yang tidak aman bagi anak, karena program perlindungan anak berbasis masyarakat menuntut peran keluarga menjadi lingkungan yang aman bagi anak, katanya.

"Dalam program perlindungan anak. Mari kita bersama bergandengan tangan untuk mendukung dan mewujudkan Kalbar dan Indonesia yang ramah anak,” kata Tumbur.

Sementara itu, perwakilan Forum Anak Kabupaten Melawi (FAME), Ateya (16) mengatakan masih banyak hal yang meresahkan anak-anak karena belum banyak pihak yang melakukan protokol kesehatan mulai dari mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak dan menggunakan masker.

"Masih banyak yang kumpul-kumpul dan tidak menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, kami juga membutuhkan pendampingan agar dapat belajar secara mandiri dengan baik," kata Ateya.

Sherly (16), perwakilan Forum Anak Kubu Raya, menyampaikan anak-anak membutuhkan adanya pelatihan wirausaha untuk anak-anak. Selain itu juga bagaimana memanfaatkan gawai dengan baik.

"Selama ini banyak dari teman-teman yang menggunakan gadget malah untuk hal yang negatif, karena itu kami membutuhkan panduan untuk menggunakan gadget dengan baik,” ujar Sherly.

Dian (15) dari Forum Anak Bengkayang menyoroti anak-anak di Bengkayang yang banyak harus bekerja untuk membantu orang tuanya, sehingga banyak yang tidak bisa belajar dengan baik. “Kami membutuhkan wifi, kemudian sarana belajar seperti buku-buku dan lembar kerja siswa (LKS),” katanya.
 

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020