Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyesalkan dan memprotes keras sikap Perdana Menteri Vanuatu dalam Sidang Umum PBB yang kembali menuduh Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat.
Syarief Hasan dalam siaran pers di Jakarta, Selasa, menyampaikan pandangannya bahwa Vanuatu salah satu negara yang sangat kecil di kawasan Pasifik ini mendapatkan informasi yang salah dan keliru.
Sebab, Papua dan Papua Barat yang merupakan bagian dari Indonesia adalah provinsi yang paling mendapatkan perhatian dalam pemerataan pembangunan satu dekade terakhir.
“Isu pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat tidaklah benar. Bahkan TNI dan Polri lah yang berusaha melindungi masyarakat Papua dan Papua Barat dari serangan-serangan yang berulangkali dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata, Vanuatu jelas telah mendapatkan informasi yang keliru dan menyesatkan," ujar Syarief Hasan.
Anggota DPR RI Komisi I yang juga membidangi Luar Negeri dan Pertahanan ini menilai ada upaya dari Vanuatu untuk membantu menyuarakan kepentingan organisasi Papua merdeka.
“Ini bukan kali pertama Vanuatu menuduh Indonesia. Pemerintah harus mengambil langkah tegas terkait hal ini," tegas Syarief.
Menurut Syarief, hampir setiap tahun Vanuatu selalu mengangkat secara subjektif dan menyesatkan terkait isu pelanggaran HAM di Papua. Bahkan, kata dia, Vanuatu pernah menyeludupkan penggerak pembebasan Papua Barat, Benny Wenda bersama delegasi Vanuatu di Kantor Komisi Tinggi HAM PBB tanpa sepengetahuan Komisioner Tinggi HAM PBB.
Ia pun mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi hubungan diplomatik Indonesia dengan Vanuatu.
“Tindakan yang dilakukan Vanuatu dengan terus menerus mengangkat isu Papua dan Papua Barat yang merupakan wilayah sah kedaulatan Indonesia dan sikap Vanuatu tersebut yang mencampuri urusan internal Indonesia adalah telah menciderai hubungan diplomatik kedua negara," tegasnya.
Dia mengatakan Vanuatu telah menunjukkan sikap tidak menghormati kedaulatan Indonesia dan terkesan mendukung separatis bersenjata yang mengganggu masyarakat di Tanah Papua..
Di sisi lain anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini mengapresiasi para diplomat muda Indonesia di PBB yang terus menggunakan hak jawab membela teritorial Indonesia.
“Bagaimana Nara Rahmatia pada tahun 2016, lalu Ainan Nuran pada tahun 2017, Aloysus Selwas Taborat yang merupakan pemuda asli Papua pada tahun 2018, Ray pada tahun 2019, dan terbaru Silvany Austin Pasaribu yang menggunakan hak jawab untuk membela teritorial Indonesia di Sidang PBB harus mendapatkan apresiasi,” puji Syarief.
Ia juga mendorong Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri untuk lebih aktif dalam melakukan kerja diplomatik khususnya dengan negara kawasan Pasifik. Menurutnya, Kemenlu juga harus lebih banyak melakukan antisipasi dan mitigasi isu sensitif, khususnya menyangkut teritorial Indonesia.
“Kemenlu harus aktif di forum-forum internasional, khususnya negara-negara kawasan Pasifik dalam memberikan gambaran yang utuh terkait kondisi Papua dan Papua Barat yang telah mengalami banyak kemajuan. Ini juga merupakan bagian dari komitmen kita menjaga NKRI sesuai UUD NRI 1945," ujar Syarief Hasan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Syarief Hasan dalam siaran pers di Jakarta, Selasa, menyampaikan pandangannya bahwa Vanuatu salah satu negara yang sangat kecil di kawasan Pasifik ini mendapatkan informasi yang salah dan keliru.
Sebab, Papua dan Papua Barat yang merupakan bagian dari Indonesia adalah provinsi yang paling mendapatkan perhatian dalam pemerataan pembangunan satu dekade terakhir.
“Isu pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat tidaklah benar. Bahkan TNI dan Polri lah yang berusaha melindungi masyarakat Papua dan Papua Barat dari serangan-serangan yang berulangkali dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata, Vanuatu jelas telah mendapatkan informasi yang keliru dan menyesatkan," ujar Syarief Hasan.
Anggota DPR RI Komisi I yang juga membidangi Luar Negeri dan Pertahanan ini menilai ada upaya dari Vanuatu untuk membantu menyuarakan kepentingan organisasi Papua merdeka.
“Ini bukan kali pertama Vanuatu menuduh Indonesia. Pemerintah harus mengambil langkah tegas terkait hal ini," tegas Syarief.
Menurut Syarief, hampir setiap tahun Vanuatu selalu mengangkat secara subjektif dan menyesatkan terkait isu pelanggaran HAM di Papua. Bahkan, kata dia, Vanuatu pernah menyeludupkan penggerak pembebasan Papua Barat, Benny Wenda bersama delegasi Vanuatu di Kantor Komisi Tinggi HAM PBB tanpa sepengetahuan Komisioner Tinggi HAM PBB.
Ia pun mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi hubungan diplomatik Indonesia dengan Vanuatu.
“Tindakan yang dilakukan Vanuatu dengan terus menerus mengangkat isu Papua dan Papua Barat yang merupakan wilayah sah kedaulatan Indonesia dan sikap Vanuatu tersebut yang mencampuri urusan internal Indonesia adalah telah menciderai hubungan diplomatik kedua negara," tegasnya.
Dia mengatakan Vanuatu telah menunjukkan sikap tidak menghormati kedaulatan Indonesia dan terkesan mendukung separatis bersenjata yang mengganggu masyarakat di Tanah Papua..
Di sisi lain anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini mengapresiasi para diplomat muda Indonesia di PBB yang terus menggunakan hak jawab membela teritorial Indonesia.
“Bagaimana Nara Rahmatia pada tahun 2016, lalu Ainan Nuran pada tahun 2017, Aloysus Selwas Taborat yang merupakan pemuda asli Papua pada tahun 2018, Ray pada tahun 2019, dan terbaru Silvany Austin Pasaribu yang menggunakan hak jawab untuk membela teritorial Indonesia di Sidang PBB harus mendapatkan apresiasi,” puji Syarief.
Ia juga mendorong Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri untuk lebih aktif dalam melakukan kerja diplomatik khususnya dengan negara kawasan Pasifik. Menurutnya, Kemenlu juga harus lebih banyak melakukan antisipasi dan mitigasi isu sensitif, khususnya menyangkut teritorial Indonesia.
“Kemenlu harus aktif di forum-forum internasional, khususnya negara-negara kawasan Pasifik dalam memberikan gambaran yang utuh terkait kondisi Papua dan Papua Barat yang telah mengalami banyak kemajuan. Ini juga merupakan bagian dari komitmen kita menjaga NKRI sesuai UUD NRI 1945," ujar Syarief Hasan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020