Kunjungan Presiden Joko Widodo ke lahan pengembangan "food estate" di Kalimantan Tengah pada Kamis, 8 Oktober 2020, sepertinya memperlihatkan keseriusan pemerintah untuk menggarap program lumbung pangan nasional tersebut.

Presiden bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengunjungi areal lumbung pangan nasional di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, itu hendak memastikan dimulainya program pengembangan food estate di Kalimantan Tengah.

Keseriusan pemerintah untuk mengembangkan program food estate tersebut didasari pada kebutuhan rakyat Indonesia akan pangan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan laju pertumbuhan penduduk.

Di sisi lain produksi pangan, terutama padi melandai bahkan turun, sedangkan lahan pertanian terutama di Pulau Jawa3 menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun akibat alih fungsi.

Badan Pusat Statistik mencatat pada 2019 produksi beras secara nasional sebanyak 31,31 juta ton setara 50,05 gabah kering giling (GKG) lebih rendah dari 2018 yang mencapai 33,14 juta ton beras (53,48 juta ton GKG).

Begitu juga dengan areal panen padi, BPS mencatat terjadi penurunan sekitar 6,15 persen dalam setahun yakni dari 11,28 juta hektar pada 2018 menjadi 10,68 juta ha pada 2019.

Sementara itu konsumsi beras secara nasional rata-rata saat ini mencapai 111,58 kilogram per kapita per tahun. Sementara itu menurut BPS kebutuhan beras sebanyak 29,78 juta ton pada 2019 sedangkan untuk 2020 diperkirakan 33,92 juta ton atau setara 59,1 juta ton GKG.

Melihat kondisi tersebut, di mana konsumsi pangan terus meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,3 persen per tahun sementara lahan pertanian kian terbatas, program lumbung pangan nasional atau food estate merupakan suatu keniscayaan yang harus dikembangkan.

Mentan Syahrul Yasin Limpo menjelaskan food estate merupakan salah satu Program Strategis Nasional 2020-2024 guna membangun lumbung pangan nasional.

Pengembangan kawasan food estate di Provinsi Kalteng dilakukan dengan teknologi optimalisasi lahan rawa secara intensif, guna meningkatkan produksi dan indeks pertanaman (IP).

Pengembangan pertanian dilakukan melalui teknologi modern yang sudah ada. Kawasan pengembangan food estate, akan dibangun model bisnis korporasi petani dengan melibatkan kelompok tani di lahan per 100 ha, dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) di lahan per 1000 ha.

Kementerian Pertanian mengungkapkan potensi lahan pengembangan food estate di Kalimantan Tengah seluas 164.598 ha terdiri dari lahan fungsional atau intensifikasi seluas 85.456 ha dan lahan sisa fungsional atau ekstensifikasi 79.142 ha.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian Sarwo Edhy dalam diskusi bertemakan "Food Estate Perkuat Cadangan Pangan Nasional" yang diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan), mengatakan pada 2020 pemerintah menetapkan menggarap lahan seluas 30.000 ha, dan tersebar di Kabupaten Kapuas seluas 20.000 ha dan Kabupaten Pulang Pisau 10.000 ha.

Di lahan tersebut, pemerintah melakukan intensifikasi pada lahan-lahan yang selama ini berupa semak belukar sehingga nantinya lahan yang produktivitasnya saat ini di bawah 4 ton gabah kering panen (GKP) per hektar diharapkan bisa ditingkatkan menjadi 6 ton per hektare.

Proyek gagal

Pemerintah dinilai perlu banyak belajar dari pengalaman sebelumnya ketika pengembangan food estate pada masa pemerintahan sebelumnya agar jangan sampai gagal lagi.

Banyak faktor yang pemerintah harus siapkan dan perhatikan, bukan hanya soal budidaya, tapi juga pasca panen dan pemasaran.

Direktur Peragi (Perhimpunan Ahli Agronomi Indonesia) Institute, Dwi Asmono mengatakan, pada masa Presiden Soeharto tahun 1995, pemerintah membuat program lahan sejuta hektar di areal gambut di Kalimantan Tengah.

Kemudian Pemerintah Soesilo Bambang Yudhoyono dengan program Merauke Integratade Food and Energi Estate (MIFEE). Tapi kedua program tersebut tidak terlalu sukses.

Untuk itu menurut dia, pemerintah perlu untuk tidak berpikir parsial dalam pembangunan food estate tersebut. Misalnya, problem strategis yang menjadi akar permasalahan harus bisa diselesaikan terlebih dahulu, di antaranya, penyediaan lahan baru yang akan direhabilitasi, tata kelola pengairan dan drainase, siapa yang terlibat (SDM petani), dan persoalan eksternal dan internal lainnya.

“Kita perlu membuat grand desain. Konsep apapun harus ada strategi untuk mengeksekusi, sehingga bisa terwujud. Bicara eksekusi, kelembagaan siapa yang melaksanakan. Paling vital apakah kebijakan mendukung?” tuturnya.

Dwi menilai jika melihat dari sisi onfarm seperti penyediaan bibit unggul, pengolahan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit, pengairan dan irigasi, sepertinya sederhana.

Namun jika skalanya sangat luas tidaklah sederhana, apalagi kemudian masuk pasca panen dan pemasaran hasil. Hal-hal ini yang menyebabkan program food estate di Merauke tidak terlalu berhasil.

Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi mengingatkan persoalan terkait kegagalan proyek lahan gambut satu juta hektare pada masa Presiden Suharto yakni persoalan lingkungan hidup dan ketersediaan sumber daya manusia penggarap atau petani di luar Jawa.

Pertanian modern

Menjawab kekhawatiran itu Kementerian Pertanian menyatakan pengembangan kawasan food estate di Provinsi Kalteng, dilakukan dengan teknologi optimalisasi lahan rawa secara intensif, guna meningkatkan produksi dan indeks pertanaman (IP).

Pengembangan pertanian dilakukan melalui teknologi modern yang sudah ada. Kawasan pengembangan food estate, akan dibangun model bisnis korporasi petani dengan melibatkan kelompok tani di lahan per 100 ha, dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) di lahan per 1000 ha.

Dirjen PSP mengungkapkan sejumlah upaya untuk meningkatkan produksi pertanian termasuk di Food Estate yakni ketersediaan air, benih berkualitas, dan pupuk yang tepat.

"Kemudian kita melakukan kegiatan pompanisasi dan pipanisasi, serta pengadaan alsintan, dan memfasilitasi petani agar bisa membawa hasil panennya untuk dijual," ujarnya.

Kementan juga berupaya mengubah cara bertani tradisional ke modern dengan teknologi yang sudah ada sehingga diharapkan produktivitas bisa meningkat dan mampu memperkuat ketahanan pangan nasional.

Untuk mendukung modernisasi di lahan food estate,  Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mengembangkan alat pertanian modern seperti teknologi pengolahan lahan rawa menggunakan traktor apung khusus, penanaman padi menggunakan mesin penanam padi otomatis atau rice transplanter serta pemupukan menggunakan drone.

Tak hanya di mekanisasi. Teknologi sumberdaya lahan, penyediaan benih jeruk siam pontianak serta ternak itik master juga disiapkan untuk mengembangkan food estate Kalimantan Tengah ini. Kementerian Pertanian telah menyatakan komitmen untuk mendukung penuh program ini.

Program Food Estate atau Lumbung Pangan Nasional telah dicanangkan dan dijalankan pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Anggaran besarpun disalurkan bagi program strategis tersebut, rasanya sayang jika kegagalan yang terjadi masa lalu kembali terulang.

Menjaga ketahanan pangan nasional artinya menjaga salah satu pilar ketahanan negara, sehingga program tersebut sudah semestinya dilaksanakan secara "all out" dengan sumber daya yang ada tak hanya untuk jangka pendek namun juga jangka panjang, karena kebutuhan pangan merupakan kebutuhan selama manusia hidup sepanjang bangsa Indonesia berada.
 

Pewarta: Subagyo

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020