Ratusan pengunjuk rasa yang tergabung pada Front Perjuangan Rakyat (FPR) Kalimantan Barat melakukan aksi demo menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Kalbar, Jalan Ahmad Yani Pontianak.
"Aksi demo kami kali ini, yakni menuntut kepada Presiden RI agar membatalkan UU Cipta Kerja tanpa harus melalui Perppu ataupun harus mengajukan Judisial Review di Mahkamah Konstitusi," kata Korlap aksi FPR Kalbar, Nur Aryfin saat menyampaikan orasinya di depan Gedung DPRD Kalbar, di Pontianak, Kamis.
Dia menjelaskan, apapun bisa dilakukan oleh presiden, sehingga tidak perlu harus mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut.
Baca juga: Seorang peserta unjuk rasa di Kapuas Hulu positif COVID-19
Dari pantauan di lapangan, aksi demo penolakan UU tersebut oleh FPR Kalbar tersebut berjalan tertib dan damai, dan tampak ratusan aparat kepolisian dari jajaran Polda Kalbar mengawal aksi tersebut agar berjalan lancar dan damai.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Kalbar Kombes (Pol) Donny Charles Go mengimbau kepada para kepala sekolah mulai tingkat SD hingga SMA sederajat atau pun pihak orang tua untuk mengawasi anak-anak mereka agar tidak ikut-ikutan demo.
"Selain aksi demo tersebut berbahaya, juga pesertanya rawan terpapar COVID-19, sehingga kami minta semua pihak agar masing-masing mengawasi anak-anaknya agar tidak ikut-ikutan demo," katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya tidak alergi dengan aksi demo ataupun unjuk rasa, tetapi khusus anak-anak memang dilarang, apalagi saat ini kasus wabah COVID-19 masih terus meningkat, sehingga mari bersama-sama ikut mencegah penyebarannya dengan tidak melakukan aksi pengumpulan massa, seperti aksi demo tersebut.
"Kalau pun ada yang melakukan demo, kami akan selalu siap mengamankannya, apalagi kalau demo dilakukan dengan tertib dan menaati protokol kesehatan, maka kami siap mengamankannya," kata Donny.
Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Massa FPR demo di Gedung DPRD Kalbar
Dalam mencegah, agar tidak terulang lagi ada pelajar baik tingkat SD hingga SMA yang ikut-ikutan demo, Polda Kalbar sudah menyurati Diknasbud Kota Pontianak dan Provinsi Kalbar, agar juga menyurati para kepala sekolah supaya lebih ketat melakukan pengawasan sehingga anak-anak jangan sampai ikut demo di musim pandemi COVID-19, kata Kabid Humas Polda Kalbar.
Hingga saat ini, tercatat Polda Kalbar sudah menetapkan lima tersangka terkait unjuk rasa penolakan atas UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 8 dan 9 Oktober lalu di Gedung DPRD Kalbar.
"Kelima orang yang ditetapkan tersangka tersebut, karena terbukti mengonsumsi narkoba sebanyak tiga orang, dan dua orang lainnya karena membawa senjata tajam dan barang berbahaya lainnya, bahkan dari sebanyak 114 demonstran, sembilan orang reaktif dan tiga orang lainnya diketahui positif COVID-19 dari hasil tes usap, sehingga menimbulkan klaster baru," kata Donni.
Baca juga: Dua mahasiswa jadi tersangka pemicu bentrokan terancam penjara 7 tahun
Baca juga: Polda Kalbar kembali imbau siswa SD-SMA tidak ikutan demo
Baca juga: Pelajar Kalbar ditangkap polisi karena membuat grup WA berisi provokasi demo
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Aksi demo kami kali ini, yakni menuntut kepada Presiden RI agar membatalkan UU Cipta Kerja tanpa harus melalui Perppu ataupun harus mengajukan Judisial Review di Mahkamah Konstitusi," kata Korlap aksi FPR Kalbar, Nur Aryfin saat menyampaikan orasinya di depan Gedung DPRD Kalbar, di Pontianak, Kamis.
Dia menjelaskan, apapun bisa dilakukan oleh presiden, sehingga tidak perlu harus mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut.
Baca juga: Seorang peserta unjuk rasa di Kapuas Hulu positif COVID-19
Dari pantauan di lapangan, aksi demo penolakan UU tersebut oleh FPR Kalbar tersebut berjalan tertib dan damai, dan tampak ratusan aparat kepolisian dari jajaran Polda Kalbar mengawal aksi tersebut agar berjalan lancar dan damai.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Kalbar Kombes (Pol) Donny Charles Go mengimbau kepada para kepala sekolah mulai tingkat SD hingga SMA sederajat atau pun pihak orang tua untuk mengawasi anak-anak mereka agar tidak ikut-ikutan demo.
"Selain aksi demo tersebut berbahaya, juga pesertanya rawan terpapar COVID-19, sehingga kami minta semua pihak agar masing-masing mengawasi anak-anaknya agar tidak ikut-ikutan demo," katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya tidak alergi dengan aksi demo ataupun unjuk rasa, tetapi khusus anak-anak memang dilarang, apalagi saat ini kasus wabah COVID-19 masih terus meningkat, sehingga mari bersama-sama ikut mencegah penyebarannya dengan tidak melakukan aksi pengumpulan massa, seperti aksi demo tersebut.
"Kalau pun ada yang melakukan demo, kami akan selalu siap mengamankannya, apalagi kalau demo dilakukan dengan tertib dan menaati protokol kesehatan, maka kami siap mengamankannya," kata Donny.
Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Massa FPR demo di Gedung DPRD Kalbar
Dalam mencegah, agar tidak terulang lagi ada pelajar baik tingkat SD hingga SMA yang ikut-ikutan demo, Polda Kalbar sudah menyurati Diknasbud Kota Pontianak dan Provinsi Kalbar, agar juga menyurati para kepala sekolah supaya lebih ketat melakukan pengawasan sehingga anak-anak jangan sampai ikut demo di musim pandemi COVID-19, kata Kabid Humas Polda Kalbar.
Hingga saat ini, tercatat Polda Kalbar sudah menetapkan lima tersangka terkait unjuk rasa penolakan atas UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 8 dan 9 Oktober lalu di Gedung DPRD Kalbar.
"Kelima orang yang ditetapkan tersangka tersebut, karena terbukti mengonsumsi narkoba sebanyak tiga orang, dan dua orang lainnya karena membawa senjata tajam dan barang berbahaya lainnya, bahkan dari sebanyak 114 demonstran, sembilan orang reaktif dan tiga orang lainnya diketahui positif COVID-19 dari hasil tes usap, sehingga menimbulkan klaster baru," kata Donni.
Baca juga: Dua mahasiswa jadi tersangka pemicu bentrokan terancam penjara 7 tahun
Baca juga: Polda Kalbar kembali imbau siswa SD-SMA tidak ikutan demo
Baca juga: Pelajar Kalbar ditangkap polisi karena membuat grup WA berisi provokasi demo
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020