Jajaran Komisi VII DPR RI Bidang Energi, Riset, Teknologi dan Lingkungan Hidup mendorong percepatan proyek strategis nasional di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat yakni pembangunan smelter yang ditargetkan tuntas pada 2023 mendatang.

"Jadi kita mendorong agar terjadi percepatan pembangunan smelter ini. Apa -apa yang memang menjadi kendala atau hambatan, kita tadi diskusikan dengan Dirut PT BAI dan segera dikomunikasikan agar kami DPR RI bersama dengan pemerintah daerah bisa mendorong untuk mendukung supaya bisa terealisasi," ujar anggota Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman di Pontianak, Sabtu.

Proyek pembangunan smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) berada di Desa Bukit Batu, Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah itu sedianya dikelola oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) anak perusahaan BUMN PT Inalum (Persero) dan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk.

Nantinya, PT BAI akan mengoperasikan pabrik smelter pengolahan bauksit menjadi aluminium. Komisi VII DPR RI telah melakukan Kunjungan Kerja Spesifik untuk mendorong PT BAI melakukan percepatan proses pembangunan smelter agar dapat beroperasi sesuai rencana pada tahun 2023, demi mendorong perekonomian daerah.

Menurut Maman, semangat besar dari pembangunan smelter ini adalah banyak harapan agar bisa memberikan dampak semaksimal mungkin terhadap ekonomi sekitar. Makanya, Komisi VII mendesak PT BAI untuk memastikan manfaat dari smelter bagi pendapatan daerah, komitmen program untuk masyarakat di luar CSR dan juga memprioritaskan setidaknya 80 persen tenaga kerja harus dari daerah setempat.

"Terkait lapangan kerja, harus dipahami dulu bahwa jumlah tenaga kerja yang nanti akan diserap dan dibutuhkan PT BAI ini hanya kurang lebih delapan ratusan orang. Artinya kalau kita hanya mengharapkan dari PT BAI ini saja, tidak akan signifikan menyerap tenaga lokal," katanya.

Dikatakan dia, ada cara agar penyerapan tenaga lokal menjadi signifikan. Ia mencontohkan, nantinya setelah smelter PT BAI sudah berdiri, tentunya akan ada suplai bauksit dari Izin Usaha Pertambangan sekitar atau swasta.

"Porsi PT Antam lebih besar ya betul, karena ada aksi korporasi BUMN. Namun, harapan kita juga dibuka kepada IUP-IUP swasta supaya nanti pihak swasta juga bisa menyerap tenaga kerja lokal. Pasti nanti akan terjadi proses penambangan bauksit di sekitar untuk  PT BAI," harapnya.

Jadi, kata putra Kalbar ini, penyerapan tenaga kerja lokal tidak bisa serta-merta hanya dibebankan kepada PT BAI. "Hal ini harus dipandang secara objektif," tegasnya.

Dikatakannya, dengan nilai total investasi sebesar USD 831,5 juta, Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI juga mendesak PT BAI untuk segera memastikan off-taking agreement dengan berbagai pembeli potensial di luar PT Inalum (Persero) demi menjaga nilai keekonomian smelter ini.

Selain itu, juga didesak untuk mengkaji ulang bisnis model pasokan bauksit smelter agar tidak menjadi eksklusif bagi tambang PT Antam Tbk dan mempertimbangkan pasokan dari tambang bauksit swasta lainnya.

"Saya sampaikan dan meminta kepada PT BAI dan juga corporate Inalum tadi, rencana hanya mengambil suplai bauksit dari tambang tambang Antam itu mohon dievaluasi. Kita minta dibuka ruang kepada sektor swasta untuk bisa mensuplai bauksit ke PT BAI ini supaya ekonomi terbuka," katanya.

Mengenai suplai listrik pun, kata Maman, jangan dijadikan kendala yang membuat proses pembangunan smelter PT BAI ini terhambat. Maka dari itu, PT BAI juga didesak untuk bekerjasama dengan PT PLN (Persero) terkait pasokan tenaga listrik untuk operasi smelter PT BAI yang dapat menekan biaya investasi untuk pembangunan power plant baru.

"Kita melihat ini progress project ini sudah berjalan. Dan, PLN punya surplus listrik yang lebih 80 MW yang menurut kita sayang kalau tidak dimanfaatkan. Nah maka kita minta nanti PT BAI dengan PLN duduk bareng. Apa sih yang bisa dioptimalkan dari pemanfaatan listrik PLN yang memang sudah surplus," tuturnya.

Ia berharap dorongan semua pihak semaksimal mungkin supaya realisasi percepatan pembangunan smelter ini bisa segera tercapai dengan hasil yang optimal. Pembangunan smelter ini bukan hanya sekadar demi kemajuan daerah, tapi peningkatan peradaban sebuah kota ataupun sebuah daerah di Kalimantan Barat ini.

"Jadi harapan saya Mempawah dengan munculnya smelter PT BAI ini bisa mengangkat mendongkrak indeks pembangunan manusia masyarakat di Kabupaten Mempawah," katanya.

Ia pun menekankan kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten mempermudah segala regulasi untuk PT BAI dan stakeholder.

"Supaya semakin cepat dan terjadi percepatan pembangunan," tutupnya.

Sementara itu, Dirut PT BAI, Dante Sinaga mengatakan progres pembangunan smelter PT BAI sejauh ini tidak mengalami kendala yang berarti. Pihaknya tetap menargetkan smelter akan beroperasi pada tahun 2023. Ia pun mengklaim kendala di lapangan sejauh ini sudah terselesaikan.

"Lahan sudah diselesaikan, kerjasama dengan pemerintah kabupaten sudah dilakukan, dan hubungan dengan pemerintah provinsi juga sudah dibangun. Serta masyarakat juga sangat kondusif," tuturnya.

Dante mengatakan, progres pembangunan sampai saat juga tetap berjalan demi mengejar target penyelesaian yang sudah direncanakan.

"Konstruksi sudah jalan, pekerja TKA-nya juga yang sudah diberikan izin dari pemerintah juga sudah datang di sini (PT BAI). Jadi ini sudah jalan semuanya. Juli 2023 semua akan selesai," jelasnya.

Pewarta: Dedi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021