Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sintang Kalimantan Barat telah menyusun draf Peraturan Bupati (Perbup) Tentang Sub penyalur jenis bahan bakar minyak (BBM) tertentu dan jenis BBM khusus penugasan di Kabupaten Sintang.

"Kami atur satu SPBU akan menyalurkan solar ke berapa sub penyalur ke daerah. Kami akan bahas pasal per pasal yang ada dalam Perbup dan juga akan batasi jumlah sub penyalur setiap kecamatan. Itu semua kita atur dengan baik," kata Sekretaris Daerah Sintang Yosepha Hasnah, di Sintang, Kamis.

Disampaikan Yosepha, dibentuknya Perbup Sintang tersebut menindaklanjuti Surat Gubernur Kalimantan Barat yang ditujukan ke bupati dan wali kota di Kalimantan Barat Tentang Pengendalian jenis BBM tertentu (solar bersubsidi) pada 2 Februari 2022.

Sementara itu, Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sekretariat Daerah Sintang Aleksander menjelaskan selama ini peraturan bupati yang mengatur soal solar bersubsidi baru ada di Kabupaten Sanggau dan Kubu Raya.

Ia mengatakan perbup itu mengikuti Peraturan BPH Migas nomor 6 Tahun 2015.

Disebutkan Aleksander yang diatur dalam perbup nantinya adalah ketersediaan dan penyaluran, penunjukan sub penyalur, perizinan, rekomendasi, pembelian dan harga jual, tanggung jawab sub penyalur, pengawasan dan sanksi serta lampiran.

Sementara Pelaksana Kepala Bagian Sumber Daya Manusia Sebel Manik menyampaikan dasar pengaturan solar bersubsidi tersebut adalah adanya pembatasan pembelian Surat Keputusan Kepala BPH Migas RI nomor 04/P3JBT/BPHMigas/Kom/2020 Tanggal 11 Februari 2020 Tentang pengendalian penyaluran jenis bahan bakar minyak tertentu oleh Badan Usaha Pelaksana Penugasan pada Konsumen Pengguna Transportasi Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang atau barang.

"Kendaraan pribadi roda empat maksimal 60 liter per hari, kendaraan penumpang atau barang roda empat maksimal 80 liter per hari dan kendaraan penumpang atau barang roda enam maksimal 200 liter per hari," jelas Sebel Menaik.

Dia mengatakan, pengaturan itu juga dilatarbelakangi oleh pengawasan penyalur solar di lapangan masih lemah, tingginya permintaan solar pasca menurunnya kasus COVID-19 yang bersamaan menyangkut aktivitas industri dan ekspedisi, dan kenaikan harga minyak dunia.

"Dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya penyelewengan penyaluran solar serta masyarakat dan konsumen pengguna kesulitan mendapatkan solar, sehingga perlu ada regulasi yang mengaturnya," kata Sebel Manik.
 

Pewarta: Teofilusianto Timotius

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022