Kepala Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalimantan Barat, Suherman mengatakan kebijakan baru tentang tata cara pencairan jaminan hari tua (JHT) baru bisa dicairkan saat usia 56 tahun sangat memberatkan pekerja buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). 

"Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara Pencairan JHT ini sangat memberatkan bagi pekerja buruh khususnya yang terkena PHK. Karena apabila kena PHK di usia 30 tahun berarti dia harus menunggu selama 26 tahun untuk mencapai usia 56 baru bisa mencairkan JHT tersebut," katanya kepada ANTARA di Pontianak, Jumat.

Dia menambahkan, seharusnya para pekerja buruh apabila terkena PHK untuk bertahan hidup mereka segera dapat mencairkan JHT sambil menunggu pekerjaan baru.

Dengan adanya aturan baru Permenaker itu, maka terkesan "mengebiri" para buruh kerja untuk mengambil tabungan sehingga sangat memberatkan tersebut.

Menurut dia, aturan lama atau Permenaker Nomor 19 tahun 2015 sudah cukup bagus, karena ketika orang kena PHK maka dalam jangka sebulan sudah bisa mencairkan jaminan hari tua.

lKSBSI nasional maupun lokal sangat mengharapkan Permenaker baru ini dicabut dan kembali ke permenaker yang lama.

"Kalau kita kembali menggunakan permenaker yang lama apabila terkena PHK, meskipun dalam usia 38 tahun sudah bisa mencairkan dalam jangka waktu sebulan dibandingkan dengan aturan baru dia harus menunggu belasan tahun," katanya lagi. 

Dia berharap semoga Menteri Tenaga Kerja mencabut aturan baru tersebut karena memberatkan bagi pekerja buruh yang terkena PHK di usai muda. Apalagi usia 38 tahun relatif susah untuk dapat pekerjaan ditambah kondisi pandemi COVID-19 ini. 

Selain pernyataan dari kepala KSBSI tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalbar, Andreas Acui Simanjaya juga mengatakan tidak setuju dengan aturan baru tentang pencairan JHT tersebut.

"Permenaker ini yang paling terdampak memang pekerja. Kalau diberhentikan maka memerlukan waktu yang lama untuk mencairkan dana JHT yang seharusnya digunakan untuk menunjang kehidupan sebelum menemukan sumber penghasilan yang baru," katanya.

Acui sependapat perlunya revisi permenaker tersebut sehingga tidak merugikan dua pihak, baik itu pekerja maupun pengusaha.

Pewarta: Andilala dan Munira Ulya

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022