Menteri Investasi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam Jakarta Investment Award 2023 pada Selasa, menjelaskan bahwa kebijakan Indonesia di masa depan berfokus pada hilirisasi, misalnya pembangunan industri hilir, guna menciptakan nilai tambah bagi produk-produk domestik.
"Karena kalau tidak hilirisasi, kita ini tidak akan bisa menciptakan nilai tambah. Ekspor kita masih tetap menjadi bahan baku. Tenaga kerja kita masih tetap UMR," ujar Bahlil.
Menurutnya, industri-industri hilir dengan pendekatan energi hijau dan ekonomi hijau berfungsi sebagai instrumen dalam penciptaan tenaga kerja berkualitas dan pemerataan pertumbuhan ekonomi.
Dia menyebut nikel sebagai contoh, di mana nilai ekspor nikel di tahun 2017 dan 2018 hanya 3,3 miliar dolar AS. Namun, ujarnya, setelah ekspor barang itu dihentikan, nilainya di tahun 2023 meningkat.
"Kita menyetop ekspor nikel sekarang ekspor kita di tahun 2023 sudah lebih dari 30 miliar US dolar. Sudah 450 triliun, dulu hanya sekitaran 50 triliun," ujarnya.
Bahlil juga mengatakan bahwa di masa depan, dunia beralih kepada energi hijau. Dia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam berupa pasir silika serta kuarsa, yang merupakan bahan baku pembuatan solar panel. Mereka, ujarnya, dapat mendirikan pabrik untuk produksi solar panel tersebut, kemudian mengekspor solar panel itu ke luar negeri.
Menurutnya, solar panel dari pabrik Indonesia itu bisa menjual dengan harga yang lebih murah karena biaya logistiknya lebih terjangkau, ketimbang dari pabrik di Korea atau China.
Dia mengatakan bahwa Singapura dan Indonesia memiliki peluang untuk bekerja sama dalam proyek solar panel tersebut. Bahlil menyebutkan, kerja sama akan saling menguatkan dan menguntungkan negara-negara ASEAN.
"Pak Dubes, sebenarnya ini letak kerja sama kita antara Singapura dan Indonesia, kalau mau kita bersaudara. Di sini sebenarnya letaknya. Jadi kalau berbicara, kita boleh kita ekspor listrik ke Singapur, tapi Singapur juga investasinya harus dikembangkan di sini," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Karena kalau tidak hilirisasi, kita ini tidak akan bisa menciptakan nilai tambah. Ekspor kita masih tetap menjadi bahan baku. Tenaga kerja kita masih tetap UMR," ujar Bahlil.
Menurutnya, industri-industri hilir dengan pendekatan energi hijau dan ekonomi hijau berfungsi sebagai instrumen dalam penciptaan tenaga kerja berkualitas dan pemerataan pertumbuhan ekonomi.
Dia menyebut nikel sebagai contoh, di mana nilai ekspor nikel di tahun 2017 dan 2018 hanya 3,3 miliar dolar AS. Namun, ujarnya, setelah ekspor barang itu dihentikan, nilainya di tahun 2023 meningkat.
"Kita menyetop ekspor nikel sekarang ekspor kita di tahun 2023 sudah lebih dari 30 miliar US dolar. Sudah 450 triliun, dulu hanya sekitaran 50 triliun," ujarnya.
Bahlil juga mengatakan bahwa di masa depan, dunia beralih kepada energi hijau. Dia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam berupa pasir silika serta kuarsa, yang merupakan bahan baku pembuatan solar panel. Mereka, ujarnya, dapat mendirikan pabrik untuk produksi solar panel tersebut, kemudian mengekspor solar panel itu ke luar negeri.
Menurutnya, solar panel dari pabrik Indonesia itu bisa menjual dengan harga yang lebih murah karena biaya logistiknya lebih terjangkau, ketimbang dari pabrik di Korea atau China.
Dia mengatakan bahwa Singapura dan Indonesia memiliki peluang untuk bekerja sama dalam proyek solar panel tersebut. Bahlil menyebutkan, kerja sama akan saling menguatkan dan menguntungkan negara-negara ASEAN.
"Pak Dubes, sebenarnya ini letak kerja sama kita antara Singapura dan Indonesia, kalau mau kita bersaudara. Di sini sebenarnya letaknya. Jadi kalau berbicara, kita boleh kita ekspor listrik ke Singapur, tapi Singapur juga investasinya harus dikembangkan di sini," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023