Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan pernyataan bersama para menteri luar negeri negara anggota G7 tidak membantu perdamaian di Gaza karena tak menyentuh isu penting.
"Pernyataan para menteri luar negeri G7 berisi paragraf panjang tentang situasi Palestina-Israel, namun menimbulkan pertanyaan besar bagaimana sebenarnya pernyataan tersebut dapat membantu meredakan situasi dan menciptakan perdamaian," kata Wang Wenbin saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Kamis.
Pada Rabu (8/11) di Tokyo, para menteri luar negeri anggota G7 meminta adanya "jeda kemanusiaan" dalam konflik Palestina-Israel agar dapat memasukkan bantuan dan membantu pelepasan sandera, serta kembali ke proses perdamaian yang lebih luas.
Pernyataan itu juga menyebut bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri. Mereka juga menggarisbawahi pentingnya untuk melindungi masyarakat sipil dan untuk mematuhi hukum kemanusiaan internasional dan menyiapkan solusi jangka panjang untuk Gaza serta kembali ke proses perdamaian yang lebih luas dalam konflik Israel-Palestina "sesuai dengan parameter internasional yang disepakati".
"Namun pernyataan itu tidak menyebutkan gencatan senjata atau dimulainya kembali perundingan damai, juga tidak menyebutkan implementasi resolusi yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB seperti dalam sidang darurat atau perlunya tindakan Dewan Keamanan PBB agar bertanggung jawab," ujar Wang.
China, menurut dia, berharap G7 akan mengambil posisi yang obyektif dan adil.
"Termasuk untuk merespon seruan komunitas internasional dan mengambil tindakan cepat dan nyata untuk membantu menghentikan pertempuran, melindungi warga sipil, menerapkan solusi dua negara serta mewujudkan hak kelangsungan hidup dan memiliki kewarganegaraan rakyat Palestina," ungkap Wang.
Ketika ditanya apakah seluruh anggota G7 menyerukan jeda kemanusiaan atau beberapa negara lebih memilih gencatan senjata total, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan pernyataan itu secara akurat menggambarkan apa yang dibahas dan bahwa ada "persatuan nyata" di blok tersebut.
Pengeboman bertubi-tubi Israel ke Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 10.000 warga Palestina, sekitar 40 persen di antaranya merupakan anak-anak.
Sementara di pihak Israel, serangan Hamas telah menewaskan 1.400 orang, dan setidaknya ada 240 orang disandera oleh kelompok Hamas.
Grup G7 terdiri atas Inggris, Kanada, Jerman, Italia, Jepang dan AS, dengan Uni Eropa juga ikut serta dalam pembahasan-pembahasan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengatakan bahwa Israel mempertimbangkan "jeda taktis sejenak" namun menolak seruan untuk gencatan senjata yang disebutnya akan membuat pasukan Hamas bisa berkumpul kembali.
G7 terlihat mengalami kesulitan untuk menyepakati pendekatan yang disetujui bersama dan tegas terkait perang yang menyebabkan muncul pertanyaan mengenai relevansi grup tersebut sebagai sebuah kekuatan untuk menangani krisis besar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Pernyataan para menteri luar negeri G7 berisi paragraf panjang tentang situasi Palestina-Israel, namun menimbulkan pertanyaan besar bagaimana sebenarnya pernyataan tersebut dapat membantu meredakan situasi dan menciptakan perdamaian," kata Wang Wenbin saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Kamis.
Pada Rabu (8/11) di Tokyo, para menteri luar negeri anggota G7 meminta adanya "jeda kemanusiaan" dalam konflik Palestina-Israel agar dapat memasukkan bantuan dan membantu pelepasan sandera, serta kembali ke proses perdamaian yang lebih luas.
Pernyataan itu juga menyebut bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri. Mereka juga menggarisbawahi pentingnya untuk melindungi masyarakat sipil dan untuk mematuhi hukum kemanusiaan internasional dan menyiapkan solusi jangka panjang untuk Gaza serta kembali ke proses perdamaian yang lebih luas dalam konflik Israel-Palestina "sesuai dengan parameter internasional yang disepakati".
"Namun pernyataan itu tidak menyebutkan gencatan senjata atau dimulainya kembali perundingan damai, juga tidak menyebutkan implementasi resolusi yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB seperti dalam sidang darurat atau perlunya tindakan Dewan Keamanan PBB agar bertanggung jawab," ujar Wang.
China, menurut dia, berharap G7 akan mengambil posisi yang obyektif dan adil.
"Termasuk untuk merespon seruan komunitas internasional dan mengambil tindakan cepat dan nyata untuk membantu menghentikan pertempuran, melindungi warga sipil, menerapkan solusi dua negara serta mewujudkan hak kelangsungan hidup dan memiliki kewarganegaraan rakyat Palestina," ungkap Wang.
Ketika ditanya apakah seluruh anggota G7 menyerukan jeda kemanusiaan atau beberapa negara lebih memilih gencatan senjata total, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan pernyataan itu secara akurat menggambarkan apa yang dibahas dan bahwa ada "persatuan nyata" di blok tersebut.
Pengeboman bertubi-tubi Israel ke Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 10.000 warga Palestina, sekitar 40 persen di antaranya merupakan anak-anak.
Sementara di pihak Israel, serangan Hamas telah menewaskan 1.400 orang, dan setidaknya ada 240 orang disandera oleh kelompok Hamas.
Grup G7 terdiri atas Inggris, Kanada, Jerman, Italia, Jepang dan AS, dengan Uni Eropa juga ikut serta dalam pembahasan-pembahasan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengatakan bahwa Israel mempertimbangkan "jeda taktis sejenak" namun menolak seruan untuk gencatan senjata yang disebutnya akan membuat pasukan Hamas bisa berkumpul kembali.
G7 terlihat mengalami kesulitan untuk menyepakati pendekatan yang disetujui bersama dan tegas terkait perang yang menyebabkan muncul pertanyaan mengenai relevansi grup tersebut sebagai sebuah kekuatan untuk menangani krisis besar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023