Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan remaja perlu memiliki keterampilan sosial yang baik agar dapat menjalin hubungan pertemanan yang sehat.
"Di masa remaja, seseorang cenderung lebih banyak menghabiskan waktu dengan lingkungan pertemanan-nya. Hal ini didorong oleh adanya kebutuhan untuk mendapat pengakuan dari lingkungan. Maka seorang remaja perlu memiliki keterampilan sosial yang mumpuni agar dapat menjalin relasi pertemanan yang sehat," kata Nahar saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Hal ini dikatakan Nahar menanggapi adanya kasus perundungan remaja perempuan di Kota Batam, Kepulauan Riau.
"Pada kasus ini, salah satu motif dari terjadinya tindak kekerasan fisik yang terjadi adalah rasa sakit hati pelaku akibat sikap dari korban. Hal ini dapat diartikan bahwa ada sikap yang dianggap berlebihan dan sudah melewati batas sehingga memicu rasa tidak nyaman," kata Nahar.
Menurut dia, adanya konflik di dalam relasi pertemanan merupakan hal yang wajar, karena konflik akan membuat seseorang belajar mengenai karakteristik orang sehingga akan membantunya ketika kelak menjalin relasi pertemanan di masa depan ataupun relasi dengan pasangan.
Namun ketidakmatangan seseorang dalam mengelola konflik di dalam pertemanan-nya, membuat seseorang memikirkan 'jalan pintas' agar perasaan tidak nyaman/konflik yang dialami tidak berlarut-larut.
"Salah satu 'jalan pintas' tersebut adalah menggunakan kekerasan fisik. Seseorang yang sedang tersulut emosinya, akan mudah untuk melakukan hal-hal di luar batas," kata Nahar.
Di sisi lain, adanya rasa solidaritas di dalam pertemanan, membuat seorang remaja akan mudah tergugah emosinya jika melihat temannya tersakiti, sehingga hal ini dapat menjadi penyebab terjadinya perundungan secara berkelompok.
Untuk itu, penting dilakukan pendampingan secara komprehensif pada korban dan terlapor dalam kasus ini, agar mereka lebih mampu untuk meregulasi situasi emosional yang dialami.
Sebelumnya, rekaman video perundungan yang dilakukan sekelompok remaja perempuan beredar di media sosial.
Dalam kasus ini, ada dua anak perempuan berinisial SR (17) dan ER (14), yang menjadi korban perundungan.
Perundungan diduga terjadi pada Rabu (28/2), yang membuat korban mengalami luka di tangan, leher, kepala, wajah, dan punggung.
Selanjutnya pada Jumat (1/3), polisi mengamankan empat pelaku yang terdiri dari seorang perempuan dewasa berinisial NU (18), dan tiga anak perempuan berinisial RSS (14), M (15), dan AK (14). Para pelaku merupakan teman korban.
Baca juga: Kemendikbudristek diminta bentuk satgas cegah perundungan
Baca juga: Kasus perundungan jangan ditutupi demi nama baik sekolah
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Di masa remaja, seseorang cenderung lebih banyak menghabiskan waktu dengan lingkungan pertemanan-nya. Hal ini didorong oleh adanya kebutuhan untuk mendapat pengakuan dari lingkungan. Maka seorang remaja perlu memiliki keterampilan sosial yang mumpuni agar dapat menjalin relasi pertemanan yang sehat," kata Nahar saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Hal ini dikatakan Nahar menanggapi adanya kasus perundungan remaja perempuan di Kota Batam, Kepulauan Riau.
"Pada kasus ini, salah satu motif dari terjadinya tindak kekerasan fisik yang terjadi adalah rasa sakit hati pelaku akibat sikap dari korban. Hal ini dapat diartikan bahwa ada sikap yang dianggap berlebihan dan sudah melewati batas sehingga memicu rasa tidak nyaman," kata Nahar.
Menurut dia, adanya konflik di dalam relasi pertemanan merupakan hal yang wajar, karena konflik akan membuat seseorang belajar mengenai karakteristik orang sehingga akan membantunya ketika kelak menjalin relasi pertemanan di masa depan ataupun relasi dengan pasangan.
Namun ketidakmatangan seseorang dalam mengelola konflik di dalam pertemanan-nya, membuat seseorang memikirkan 'jalan pintas' agar perasaan tidak nyaman/konflik yang dialami tidak berlarut-larut.
"Salah satu 'jalan pintas' tersebut adalah menggunakan kekerasan fisik. Seseorang yang sedang tersulut emosinya, akan mudah untuk melakukan hal-hal di luar batas," kata Nahar.
Di sisi lain, adanya rasa solidaritas di dalam pertemanan, membuat seorang remaja akan mudah tergugah emosinya jika melihat temannya tersakiti, sehingga hal ini dapat menjadi penyebab terjadinya perundungan secara berkelompok.
Untuk itu, penting dilakukan pendampingan secara komprehensif pada korban dan terlapor dalam kasus ini, agar mereka lebih mampu untuk meregulasi situasi emosional yang dialami.
Sebelumnya, rekaman video perundungan yang dilakukan sekelompok remaja perempuan beredar di media sosial.
Dalam kasus ini, ada dua anak perempuan berinisial SR (17) dan ER (14), yang menjadi korban perundungan.
Perundungan diduga terjadi pada Rabu (28/2), yang membuat korban mengalami luka di tangan, leher, kepala, wajah, dan punggung.
Selanjutnya pada Jumat (1/3), polisi mengamankan empat pelaku yang terdiri dari seorang perempuan dewasa berinisial NU (18), dan tiga anak perempuan berinisial RSS (14), M (15), dan AK (14). Para pelaku merupakan teman korban.
Baca juga: Kemendikbudristek diminta bentuk satgas cegah perundungan
Baca juga: Kasus perundungan jangan ditutupi demi nama baik sekolah
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024