Kalah dari tim yang tak terkalahkan dan paling eksplosif selama turnamen adalah kekalahan yang termaafkan, apalagi Garuda Muda masuk gelanggang Piala Asia U23 2024 sebagai debutan.
Sebaliknya, Uzbekistan mengikuti turnamen ini dengan membawa skuad yang mencapai final Piala Asia U23 edisi 2022 ketika mereka menjadi tuan rumah.
Bahkan sembilan dari total 16 pemain yang diturunkan pelatih Timur Kapadze pada pertandingan semifinal Senin malam tadi melawan Indonesia adalah juga pemain-pemain yang dipasang Kapadze dalam Piala Asia U23 dua tahun lalu, termasuk dalam final melawan Arab Saudi yang akhirnya menjadi juara edisi 2022. Kapadze sendiri melatih Uzbekistan U23 sejak 2021.
Dari sembilan pemain itu, lima di antaranya dipasang sebagai starter pada laga semifinal melawan Indonesia dan empat sebagai pemain pengganti, termasuk kapten Jasurbek Jaloliddinov dan Khusayin Norchaev.
Dua pemain berpengalaman ini efektif mengubah Uzbekistan menjadi lebih maut ketimbang 45 menit pertama di mana mereka kesulitan menjebol gawang Indonesia.
Norchaev bahkan mencetak gol yang digandakan oleh gol bunuh diri Arhan Pratama setelah Indonesia kehilangan Rizky Ridho akibat terkena kartu merah langsung.
Dalam kata lain, laga semifinal di Stadion Abdullah Bin Khalifa Stadium di Doha, Qatar, Senin malam 29 April 2024 itu adalah antara tim yang berpengalaman tampil dalam partai puncak dan lama bermain bersama selama paling tidak dua tahun terakhir, melawan tim debutan yang bahkan baru efektif terbentuk kurang dari setahun lalu.
Faktor waktu bermain bersama ini ternyata penting, terutama dalam kaitannya dengan upaya membangun rasa saling memahami, koordinasi dan kekompakan, sehingga sebuah tim sepak bola menjadi tim pemenang.
Ini bukan pemaafan atas kekalahan 0-2 Garuda Muda dari Uzbekistan. Tetapi tim yang kuat memang kerap dibangun dari seringnya mereka bermain bersama.
Dengan cara itu pemain-pemain bermain dalam irama yang harmonis dan team-work yang kuat, yang termanifestasi di dalam lapangan sebagai tim yang kompak dan akurat dalam mengalirkan bola dari lini ke lini, baik saat menyerang maupun bertahan.
Cara pemain-pemain Uzbekistan bermanuver memang mengagumkan, bukan saja kala melawan Indonesia, tapi juga ketika menghadapi empat lawan sebelumnya.
Mereka bergerak dalam satu kesatuan karena sudah mengenal luar dalam, satu sama lain. Mereka saling tahu harus apa di lapangan.
Hasilnya, gerakan-gerakan mereka selalu seirama bagaikan simfoni dan ini membuat umpan-umpan mereka, entah umpan panjang maupun umpan pendek, memiliki akurasi tinggi.
Akurasi tinggi ini membantu mereka dalam menyerang secara efektif dan melapis pertahanan dengan cepat, sehingga Indonesia U23 dan lawan-lawan mereka sebelumnya jarang memiliki kesempatan menekan balik karena area bermanuver dengan cepat mereka tutup.
Tim muda Uzbekistan dibangun dari permainan kolektif yang kuat yang menyerang dari semua lini sehingga lawan tak memiliki kesempatan menekan balik dan bahkan merancang serangan.
Itulah yang mungkin membuat lawan-lawan Uzbekistan dalam turnamen ini kesulitan menciptakan peluang, termasuk peluang tepat menyasar gawang, seperti dialami Rizky Ridho cs tadi malam.
Selain tim paling produktif menciptakan gol dan paling tangguh dalam bertahan, Uzbkeistan memiliki akurasi umpan tertinggi, rata-rata di atas 80 persen.
Akurasi umpan yang tinggi ini mungkin tercipta karena komunikasi antar-mereka yang sudah begitu kuat karena sudah lama bermain bersama. Tim asuhan Timur Kapadze jarang salah mengumpan, dalam kondisi sulit sekalipun.
Di sini, kekalahan dalam semifinal Piala Asia U23 ini menghadiahkan pelajaran penting bagi Indonesia, bahwa butuh waktu lama untuk menjadi tim yang terus menang.
Uzbekistan menjadi tim sekuat seperti sekarang karena fondasi sukses dibangun sejak lama.
Bukan hanya itu, sebagian besar pelaku yang membangun fondasi itu adalah juga aktor-aktor di balik tangguh dan mautnya Uzbekistan selama Piala Asia U23 di Qatar ini.
Uzbekistan membuat debutnya dalam turnamen ini ketika Piala Asia U23 diadakan pertama kali pada 2013. Waktu itu mereka cuma sampai babak grup.
Tiga tahun kemudian pada 2016 mereka mencobanya lagi dan kembali tersisih dari fase grup.
Dua tahun kemudian dalam Piala Asia U23 2018 di China, mereka bertransformasi menjadi tim kuat yang lalu menjuarai turnamen ini setelah mengalahkan Vietnam saat final.
Mereka finis urutan keempat pada edisi 2020 di Thailand dan hampir menjuarai kembali Piala Asia U23 ketika diadakan di negeri sendiri pada 2022. Mereka tersandung 0-2 di tangan Arab Saudi di final.
Wajar jika Garuda Muda bertekuk lutut kepada tim yang sudah dibangun lama sejak dua sampai tiga tahun lalu, dan memiliki riwayat panjang mengikuti turnamen ini.
Berubah lebih kuat
Semua hal itu bisa menjadi aspek-aspek positif yang bisa dipetik Indonesia dari kekalahan Senin malam tadi itu.
Garuda Muda terungguli Uzbekistan Muda dalam hampir semua parameter, termasuk dalam soal menciptakan peluang tepat sasaran dan saat bermanuver.
Tapi, bukankah itu pula yang dialami empat tim sebelum Indonesia yang dikalahkan Uzbekistan yang bahkan di antara mereka adalah juara bertahan? Apalagi Garuda Muda harus bermain dengan 10 orang.
Meskipun begitu, Garuda Muda tak pernah kalah dalam semangat bertarung dan mental. Mereka tetap tim yang percaya diri, sampai-sampai bisa lebih dulu menjebol gawang tim yang tak pernah kebobolan selama turnamen ini. Sayang, intervensi VAR menggagalkan gol itu.
Namun sekali lagi, ini membuktikan Indonesia U23 hanya perlu bermain bersama lebih lama lagi, sampai mereka menemukan tingkat kepaduan seperti sudah dicapai Uzbekistan saat ini.
Tim asuhan Shin Tae-yong sebenarnya adalah tim yang istimewa karena mencapai semifinal pada kesempatan pertamanya dalam turnamen ini yang hanya bisa dilakukan oleh segelintir negara.
Bahkan, keberhasilan Vietnam mencapai final 2018 terjadi setelah gagal mencapai fase gugur dalam debut mereka pada 2016.
Ini poin istimewa dari Marselino Ferdinan dan kawan-kawan. Mereka langsung kuat dalam kesempatan pertama, hingga bisa mencapai semifinal. Sayang, mereka kalah solid dan kalah ofensif dari Uzbekistan yang jauh lebih lama mempersiapkan turnamen ini.
Hikmahnya, Garuda Muda bisa meniru Uzbekistan dua tahun ke depan, apalagi paling tidak enam pemain dalam skuad 2024 yang bisa dimainkan kembali dalam Piala Asia U23 di Arab Saudi pada 2026, termasuk Muhammad Ferarri, Ivar Jenner, Marselino Ferdinan, dan Justin Hubner.
Mereka bisa lebih kuat lagi dan bertambah kuat, bahkan bisa bangkit lebih cepat sehingga siap kembali 100 persen kala meladeni Irak dalam pertandingan perebutan tempat ketiga Kamis 2 Mei lusa.
Laga ini adalah juga kontes perebutan tiket otomatis lolos Olimpiade Paris 2024 yang terakhir. Tiket lolos Olimpiade Paris yang keempat bakal diperebutkan dalam laga playoff melawan urutan keempat Piala Afrika U23, Guinea.
Salah satu kabar baik saat pertandingan melawan Irak adalah Indonesia sudah bisa memainkan lagi pemain yang paling konstan mengganggu pertahanan lawan tetapi absen dalam pertandingan semifinal melawan Uzbekistan tadi malam, Rafael Struick.
Injeksi pemain-pemain sepenting Struick dan evaluasi kekurangan tim dari laga melawan Uzbekistan bisa membuat Garuda Muda kuat kembali.
Dan Garuda Muda pasti bangkit seperti mereka bangkit setelah dikalahkan Qatar dalam pertandingan pembuka turnamen ini. Ini karena mereka tetap tim yang pantang menyerah yang tak hilang percaya diri, memiliki mental dan semangat bertarung yang tetap tinggi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
Sebaliknya, Uzbekistan mengikuti turnamen ini dengan membawa skuad yang mencapai final Piala Asia U23 edisi 2022 ketika mereka menjadi tuan rumah.
Bahkan sembilan dari total 16 pemain yang diturunkan pelatih Timur Kapadze pada pertandingan semifinal Senin malam tadi melawan Indonesia adalah juga pemain-pemain yang dipasang Kapadze dalam Piala Asia U23 dua tahun lalu, termasuk dalam final melawan Arab Saudi yang akhirnya menjadi juara edisi 2022. Kapadze sendiri melatih Uzbekistan U23 sejak 2021.
Dari sembilan pemain itu, lima di antaranya dipasang sebagai starter pada laga semifinal melawan Indonesia dan empat sebagai pemain pengganti, termasuk kapten Jasurbek Jaloliddinov dan Khusayin Norchaev.
Dua pemain berpengalaman ini efektif mengubah Uzbekistan menjadi lebih maut ketimbang 45 menit pertama di mana mereka kesulitan menjebol gawang Indonesia.
Norchaev bahkan mencetak gol yang digandakan oleh gol bunuh diri Arhan Pratama setelah Indonesia kehilangan Rizky Ridho akibat terkena kartu merah langsung.
Dalam kata lain, laga semifinal di Stadion Abdullah Bin Khalifa Stadium di Doha, Qatar, Senin malam 29 April 2024 itu adalah antara tim yang berpengalaman tampil dalam partai puncak dan lama bermain bersama selama paling tidak dua tahun terakhir, melawan tim debutan yang bahkan baru efektif terbentuk kurang dari setahun lalu.
Faktor waktu bermain bersama ini ternyata penting, terutama dalam kaitannya dengan upaya membangun rasa saling memahami, koordinasi dan kekompakan, sehingga sebuah tim sepak bola menjadi tim pemenang.
Ini bukan pemaafan atas kekalahan 0-2 Garuda Muda dari Uzbekistan. Tetapi tim yang kuat memang kerap dibangun dari seringnya mereka bermain bersama.
Dengan cara itu pemain-pemain bermain dalam irama yang harmonis dan team-work yang kuat, yang termanifestasi di dalam lapangan sebagai tim yang kompak dan akurat dalam mengalirkan bola dari lini ke lini, baik saat menyerang maupun bertahan.
Cara pemain-pemain Uzbekistan bermanuver memang mengagumkan, bukan saja kala melawan Indonesia, tapi juga ketika menghadapi empat lawan sebelumnya.
Mereka bergerak dalam satu kesatuan karena sudah mengenal luar dalam, satu sama lain. Mereka saling tahu harus apa di lapangan.
Hasilnya, gerakan-gerakan mereka selalu seirama bagaikan simfoni dan ini membuat umpan-umpan mereka, entah umpan panjang maupun umpan pendek, memiliki akurasi tinggi.
Akurasi tinggi ini membantu mereka dalam menyerang secara efektif dan melapis pertahanan dengan cepat, sehingga Indonesia U23 dan lawan-lawan mereka sebelumnya jarang memiliki kesempatan menekan balik karena area bermanuver dengan cepat mereka tutup.
Tim muda Uzbekistan dibangun dari permainan kolektif yang kuat yang menyerang dari semua lini sehingga lawan tak memiliki kesempatan menekan balik dan bahkan merancang serangan.
Itulah yang mungkin membuat lawan-lawan Uzbekistan dalam turnamen ini kesulitan menciptakan peluang, termasuk peluang tepat menyasar gawang, seperti dialami Rizky Ridho cs tadi malam.
Selain tim paling produktif menciptakan gol dan paling tangguh dalam bertahan, Uzbkeistan memiliki akurasi umpan tertinggi, rata-rata di atas 80 persen.
Akurasi umpan yang tinggi ini mungkin tercipta karena komunikasi antar-mereka yang sudah begitu kuat karena sudah lama bermain bersama. Tim asuhan Timur Kapadze jarang salah mengumpan, dalam kondisi sulit sekalipun.
Di sini, kekalahan dalam semifinal Piala Asia U23 ini menghadiahkan pelajaran penting bagi Indonesia, bahwa butuh waktu lama untuk menjadi tim yang terus menang.
Uzbekistan menjadi tim sekuat seperti sekarang karena fondasi sukses dibangun sejak lama.
Bukan hanya itu, sebagian besar pelaku yang membangun fondasi itu adalah juga aktor-aktor di balik tangguh dan mautnya Uzbekistan selama Piala Asia U23 di Qatar ini.
Uzbekistan membuat debutnya dalam turnamen ini ketika Piala Asia U23 diadakan pertama kali pada 2013. Waktu itu mereka cuma sampai babak grup.
Tiga tahun kemudian pada 2016 mereka mencobanya lagi dan kembali tersisih dari fase grup.
Dua tahun kemudian dalam Piala Asia U23 2018 di China, mereka bertransformasi menjadi tim kuat yang lalu menjuarai turnamen ini setelah mengalahkan Vietnam saat final.
Mereka finis urutan keempat pada edisi 2020 di Thailand dan hampir menjuarai kembali Piala Asia U23 ketika diadakan di negeri sendiri pada 2022. Mereka tersandung 0-2 di tangan Arab Saudi di final.
Wajar jika Garuda Muda bertekuk lutut kepada tim yang sudah dibangun lama sejak dua sampai tiga tahun lalu, dan memiliki riwayat panjang mengikuti turnamen ini.
Berubah lebih kuat
Semua hal itu bisa menjadi aspek-aspek positif yang bisa dipetik Indonesia dari kekalahan Senin malam tadi itu.
Garuda Muda terungguli Uzbekistan Muda dalam hampir semua parameter, termasuk dalam soal menciptakan peluang tepat sasaran dan saat bermanuver.
Tapi, bukankah itu pula yang dialami empat tim sebelum Indonesia yang dikalahkan Uzbekistan yang bahkan di antara mereka adalah juara bertahan? Apalagi Garuda Muda harus bermain dengan 10 orang.
Meskipun begitu, Garuda Muda tak pernah kalah dalam semangat bertarung dan mental. Mereka tetap tim yang percaya diri, sampai-sampai bisa lebih dulu menjebol gawang tim yang tak pernah kebobolan selama turnamen ini. Sayang, intervensi VAR menggagalkan gol itu.
Namun sekali lagi, ini membuktikan Indonesia U23 hanya perlu bermain bersama lebih lama lagi, sampai mereka menemukan tingkat kepaduan seperti sudah dicapai Uzbekistan saat ini.
Tim asuhan Shin Tae-yong sebenarnya adalah tim yang istimewa karena mencapai semifinal pada kesempatan pertamanya dalam turnamen ini yang hanya bisa dilakukan oleh segelintir negara.
Bahkan, keberhasilan Vietnam mencapai final 2018 terjadi setelah gagal mencapai fase gugur dalam debut mereka pada 2016.
Ini poin istimewa dari Marselino Ferdinan dan kawan-kawan. Mereka langsung kuat dalam kesempatan pertama, hingga bisa mencapai semifinal. Sayang, mereka kalah solid dan kalah ofensif dari Uzbekistan yang jauh lebih lama mempersiapkan turnamen ini.
Hikmahnya, Garuda Muda bisa meniru Uzbekistan dua tahun ke depan, apalagi paling tidak enam pemain dalam skuad 2024 yang bisa dimainkan kembali dalam Piala Asia U23 di Arab Saudi pada 2026, termasuk Muhammad Ferarri, Ivar Jenner, Marselino Ferdinan, dan Justin Hubner.
Mereka bisa lebih kuat lagi dan bertambah kuat, bahkan bisa bangkit lebih cepat sehingga siap kembali 100 persen kala meladeni Irak dalam pertandingan perebutan tempat ketiga Kamis 2 Mei lusa.
Laga ini adalah juga kontes perebutan tiket otomatis lolos Olimpiade Paris 2024 yang terakhir. Tiket lolos Olimpiade Paris yang keempat bakal diperebutkan dalam laga playoff melawan urutan keempat Piala Afrika U23, Guinea.
Salah satu kabar baik saat pertandingan melawan Irak adalah Indonesia sudah bisa memainkan lagi pemain yang paling konstan mengganggu pertahanan lawan tetapi absen dalam pertandingan semifinal melawan Uzbekistan tadi malam, Rafael Struick.
Injeksi pemain-pemain sepenting Struick dan evaluasi kekurangan tim dari laga melawan Uzbekistan bisa membuat Garuda Muda kuat kembali.
Dan Garuda Muda pasti bangkit seperti mereka bangkit setelah dikalahkan Qatar dalam pertandingan pembuka turnamen ini. Ini karena mereka tetap tim yang pantang menyerah yang tak hilang percaya diri, memiliki mental dan semangat bertarung yang tetap tinggi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024