Bencana alam bisa terjadi kapan saja. Ada yang dapat dideteksi, namun banyak juga yang tidak, seperti gempa Bumi hingga tsunami, terutama di wilayah pesisir pantai yang menjadi daerah rawan.
Untuk menyiapkan masyarakat yang siaga gempa dan tangguh tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menggelar sekolah lapang gempa Bumi di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Menurut BMKG, seluruh daerah di Provinsi Gorontalo merupakan wilayah aktif kegempaan.
Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 31 yang memuat tentang penyelenggaraan geofisika, itu bertujuan untuk mendukung keselamatan jiwa dan harta.
Selanjutnya pembinaan penyelenggaraan geofisika untuk meningkatkan kesadaran pemahaman dan peran serta masyarakat.
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008 juga menjelaskan bahwa BMKG mempunyai tugas dan beberapa fungsi, salah satunya yaitu di bidang geofisika.
Kepala Stasiun Geofisika Gorontalo Andri Wijaya Bidang mengingatkan bahwa mitigasi kebencanaan merupakan ikhtiar penting, terutama di kawasan rawan bencana.
Sekolah lapang yang digelar selama 2 hari itu diikuti masyarakat dari wilayah yang berdekatan dengan sungai dan muara, yaitu Kelurahan Bugis dan Tenda serta instansi lainnya.
Pada kegiatan itu, para peserta diberikan materi mengenai kesiapsiagaan menghadapi gempa Bumi dan tsunami, diskusi kelompok tim siaga bencana, pelaksanaan table top exercise (TTX) dengan melakukan simulasi gempa Bumi kuat berpotensi tsunami, susur jalur, serta membunyikan sirine tsunami yang berada di gedung Bele Li Mbui, Kota Gorontalo.
Sementara itu, Kepala Balai Besar MKG Wilayah III Irwan Slamet mengatakan BMKG memiliki peran vital dan strategis dalam kebencanaan, khususnya gempa Bumi dan tsunami. BMKG menjadi lembaga yang terlibat dalam manajemen bencana di sektor hulu hingga hilir.
Cakupan tugasnya mulai dari pengamatan dan pengolahan fenomena kebencanaan gempa Bumi dan tsunami hingga penyampaian informasi kebencanaan sampai ke elemen masyarakat terkecil. BMKG memainkan peran pentingnya melalui Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang telah beroperasi sejak tahun 2008.
Provinsi Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang menyimpan ragam keindahan serta potensi kekayaan alam yang luar biasa. Pesona pesisir Gorontalo menjadikan kota ini sebagai tujuan wisata taraf internasional dengan keunikan cita rasa kuliner yang khas.
Namun, di sisi lain patut dipahami dan disadari bahwa Kota Gorontalo merupakan daerah yang memiliki potensi gempa Bumi dan tsunami. Letak Kota Gorontalo yang berhadapan langsung dengan zona sumber gempa Bumi megathrust, diyakini para pakar memiliki potensi magnitudo yang cukup besar.
BMKG pun menyerahkan peta bahaya tsunami kepada masyarakat Kelurahan Bugis dan Kelurahan Tenda Kota Gorontalo.
Gempa besar dan merusak
Berdasarkan catatan sejarah, baik pantai utara maupun selatan Gorontalo, tercatat mengalami peristiwa gempa besar dan merusak, yakni:
1. Gempa M (magnitudo) 7,7 di utara Gorontalo menyebabkan bangunan rusak dan jaringan komunikasi terputus di Gorontalo pada tanggal 16 November 2008.
2. Gempa M 7,0 yang menimbulkan sedikitnya 90 bangunan rusak di kota Gorontalo tanggal 25 November 1997.
3. Gempa bumi M 7,1 sedikitnya 1.500 rumah rusak di Gorontalo dan sekitarnya tanggal 20 Juni 1991.
4. Gempa bumi M 7,3 sedikitnya tiga korban meninggal, 25 orang luka-luka, dan 1.140 rumah di sekitar Gorontalo pada tanggal 18 April 1990.
5. Gempa 9 November 1941 dengan Magnitudo 7.0 menyebabkan sedikitnya 90 bangunan rusak di Kota Gorontalo.
6. Gempa Bumi dan tsunami yang menyapu daratan sejauh 200 meter di Gorontalo Utara.
Kejadian-kejadian tersebut, sepatutnya menjadi pengingat bersama, khususnya masyarakat di wilayah pesisir Kota Gorontalo, untuk selalu waspada terhadap kemungkinan bencana gempa Bumi dan tsunami yang dapat terjadi.
"BMKG sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan monitoring aktivitas kegempaan dan potensi tsunami di Indonesia, siap memberikan pendampingan kepada Pemerintah Provinsi Gorontalo serta Kota Gorontalo dalam mewujudkan program masyarakat siaga gempa Bumi dan tsunami," kata Irwan Slamet.
Pelaksanaan sekolah lapang gempa Bumi dan tsunami tersebut merupakan wujud kesungguhan BMKG dalam mitigasi di wilayah Gorontalo.
Bencana alam bukanlah peristiwa yang diharapkan. Oleh karena itu, membangun kesiapsiagaan merupakan kewajiban seluruh elemen, termasuk warga masyarakat.
Bentuk upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak dan kerugian dari potensi bencana gempa bumi dan tsunami adalah memitigasi. Seluruh aspek dan komponen di masyarakat harus bahu-membahu untuk membangun kesiapsiagaan terhadap bencana guna mencapai nir-korban (zero victim) saat terjadinya bencana gempa Bumi dan tsunami.
"Kami tentu berharap pelatihan ini dapat memberikan pengetahuan dan menjadi ruang diskusi serta akhirnya mampu mewujudkan masyarakat Kota Gorontalo yang siap dan siaga menghadapi tsunami," ujarnya.
Pada kegiatan, Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Pemerintah Provinsi Gorontalo Taufik Sidiki meluncurkan gerakan tas siaga bencana.
Masyarakat Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, dan Kabupaten Gorontalo Utara diminta menyiapkan tas siaga bencana sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi gempa Bumi dan tsunami.
Setiap keluarga perlu menyiapkan tas siaga bencana. Tas yang dimiliki di rumah dapat menjadi tas siaga, yang di dalamnya berisi perlengkapan kedaruratan secukupnya.
Setidaknya peranti sederhana tersebut bisa menjadi bekal penting bagi setiap keluarga ketika terjadi bencana alam.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
Untuk menyiapkan masyarakat yang siaga gempa dan tangguh tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menggelar sekolah lapang gempa Bumi di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Menurut BMKG, seluruh daerah di Provinsi Gorontalo merupakan wilayah aktif kegempaan.
Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 31 yang memuat tentang penyelenggaraan geofisika, itu bertujuan untuk mendukung keselamatan jiwa dan harta.
Selanjutnya pembinaan penyelenggaraan geofisika untuk meningkatkan kesadaran pemahaman dan peran serta masyarakat.
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008 juga menjelaskan bahwa BMKG mempunyai tugas dan beberapa fungsi, salah satunya yaitu di bidang geofisika.
Kepala Stasiun Geofisika Gorontalo Andri Wijaya Bidang mengingatkan bahwa mitigasi kebencanaan merupakan ikhtiar penting, terutama di kawasan rawan bencana.
Sekolah lapang yang digelar selama 2 hari itu diikuti masyarakat dari wilayah yang berdekatan dengan sungai dan muara, yaitu Kelurahan Bugis dan Tenda serta instansi lainnya.
Pada kegiatan itu, para peserta diberikan materi mengenai kesiapsiagaan menghadapi gempa Bumi dan tsunami, diskusi kelompok tim siaga bencana, pelaksanaan table top exercise (TTX) dengan melakukan simulasi gempa Bumi kuat berpotensi tsunami, susur jalur, serta membunyikan sirine tsunami yang berada di gedung Bele Li Mbui, Kota Gorontalo.
Sementara itu, Kepala Balai Besar MKG Wilayah III Irwan Slamet mengatakan BMKG memiliki peran vital dan strategis dalam kebencanaan, khususnya gempa Bumi dan tsunami. BMKG menjadi lembaga yang terlibat dalam manajemen bencana di sektor hulu hingga hilir.
Cakupan tugasnya mulai dari pengamatan dan pengolahan fenomena kebencanaan gempa Bumi dan tsunami hingga penyampaian informasi kebencanaan sampai ke elemen masyarakat terkecil. BMKG memainkan peran pentingnya melalui Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang telah beroperasi sejak tahun 2008.
Provinsi Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang menyimpan ragam keindahan serta potensi kekayaan alam yang luar biasa. Pesona pesisir Gorontalo menjadikan kota ini sebagai tujuan wisata taraf internasional dengan keunikan cita rasa kuliner yang khas.
Namun, di sisi lain patut dipahami dan disadari bahwa Kota Gorontalo merupakan daerah yang memiliki potensi gempa Bumi dan tsunami. Letak Kota Gorontalo yang berhadapan langsung dengan zona sumber gempa Bumi megathrust, diyakini para pakar memiliki potensi magnitudo yang cukup besar.
BMKG pun menyerahkan peta bahaya tsunami kepada masyarakat Kelurahan Bugis dan Kelurahan Tenda Kota Gorontalo.
Gempa besar dan merusak
Berdasarkan catatan sejarah, baik pantai utara maupun selatan Gorontalo, tercatat mengalami peristiwa gempa besar dan merusak, yakni:
1. Gempa M (magnitudo) 7,7 di utara Gorontalo menyebabkan bangunan rusak dan jaringan komunikasi terputus di Gorontalo pada tanggal 16 November 2008.
2. Gempa M 7,0 yang menimbulkan sedikitnya 90 bangunan rusak di kota Gorontalo tanggal 25 November 1997.
3. Gempa bumi M 7,1 sedikitnya 1.500 rumah rusak di Gorontalo dan sekitarnya tanggal 20 Juni 1991.
4. Gempa bumi M 7,3 sedikitnya tiga korban meninggal, 25 orang luka-luka, dan 1.140 rumah di sekitar Gorontalo pada tanggal 18 April 1990.
5. Gempa 9 November 1941 dengan Magnitudo 7.0 menyebabkan sedikitnya 90 bangunan rusak di Kota Gorontalo.
6. Gempa Bumi dan tsunami yang menyapu daratan sejauh 200 meter di Gorontalo Utara.
Kejadian-kejadian tersebut, sepatutnya menjadi pengingat bersama, khususnya masyarakat di wilayah pesisir Kota Gorontalo, untuk selalu waspada terhadap kemungkinan bencana gempa Bumi dan tsunami yang dapat terjadi.
"BMKG sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan monitoring aktivitas kegempaan dan potensi tsunami di Indonesia, siap memberikan pendampingan kepada Pemerintah Provinsi Gorontalo serta Kota Gorontalo dalam mewujudkan program masyarakat siaga gempa Bumi dan tsunami," kata Irwan Slamet.
Pelaksanaan sekolah lapang gempa Bumi dan tsunami tersebut merupakan wujud kesungguhan BMKG dalam mitigasi di wilayah Gorontalo.
Bencana alam bukanlah peristiwa yang diharapkan. Oleh karena itu, membangun kesiapsiagaan merupakan kewajiban seluruh elemen, termasuk warga masyarakat.
Bentuk upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak dan kerugian dari potensi bencana gempa bumi dan tsunami adalah memitigasi. Seluruh aspek dan komponen di masyarakat harus bahu-membahu untuk membangun kesiapsiagaan terhadap bencana guna mencapai nir-korban (zero victim) saat terjadinya bencana gempa Bumi dan tsunami.
"Kami tentu berharap pelatihan ini dapat memberikan pengetahuan dan menjadi ruang diskusi serta akhirnya mampu mewujudkan masyarakat Kota Gorontalo yang siap dan siaga menghadapi tsunami," ujarnya.
Pada kegiatan, Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Pemerintah Provinsi Gorontalo Taufik Sidiki meluncurkan gerakan tas siaga bencana.
Masyarakat Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, dan Kabupaten Gorontalo Utara diminta menyiapkan tas siaga bencana sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi gempa Bumi dan tsunami.
Setiap keluarga perlu menyiapkan tas siaga bencana. Tas yang dimiliki di rumah dapat menjadi tas siaga, yang di dalamnya berisi perlengkapan kedaruratan secukupnya.
Setidaknya peranti sederhana tersebut bisa menjadi bekal penting bagi setiap keluarga ketika terjadi bencana alam.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024