Uni Emirat Arab (UAE) menyerukan kepada Israel dan gerakan Palestina Hamas untuk menanggapi seruan dari Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat (AS) untuk melanjutkan pembicaraan gencatan senjata.
Menteri Luar Negeri UEA Abdullah bin Zayed Al Nahyan pada Jumat (9/8) menyerukan hal itu sekaligus sebagai upaya untuk "mengakhiri penderitaan" rakyat Jalur Gaza.
Pada Kamis (8/8), Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi mengumumkan bahwa Mesir, Qatar, dan AS telah mengeluarkan pernyataan yang mendesak Israel dan Hamas untuk melanjutkan pembicaraan gencatan senjata pada 14-15 Agustus.
Para pemimpin ketiga negara tersebut menyatakan kesiapan untuk mengajukan proposal akhir guna mengamankan gencatan senjata.
"UAE mendesak para pihak agar menanggapi panggilan untuk melanjutkan pembicaraan mendesak pada 15 Agustus 2024," kata Al Nahyan dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri.
Hamas menuntut pembebasan sejumlah politikus senior Palestina, termasuk pemimpin gerakan Fatah, Marwan Barghouti, dan Sekretaris Jenderal Front Populer untuk Pembebasan Palestina, Ahmad Sa’adat, sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran dengan Israel, lapor gerai berita Youm7 pada Jumat, mengutip sumber Palestina.
Sumber tersebut menambahkan bahwa Hamas juga menuntut pembebasan wanita dan anak-anak Palestina, terutama mereka yang ditahan setelah Oktober 2023.
Sebelumnya pada 7 Oktober 2023, Israel mengalami serangan roket yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Jalur Gaza.
Selain itu, pejuang Hamas menyusup ke wilayah perbatasan, menembaki militer dan warga sipil, serta menyandera lebih dari 200 orang.
Pihak berwenang Israel menyatakan bahwa sekitar 1.200 orang tewas selama serangan tersebut.
Sebagai balasan, tentara Israel melancarkan Operasi Pedang Besi yang brutal di Jalur Gaza.
Kementerian kesehatan wilayah tersebut melaporkan bahwa jumlah korban tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober telah melebihi 39.700 orang.
Sumber: Sputnik-OANA
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024