Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) menyebut bahwa sebanyak 192 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bumi Anoa periode Januari-Juni 2024.
Kepala DP3APPKB Abdul Rahim saat ditemui di Kendari Selasa, mengatakan bahwa jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak atau Simfoni PPA.
"Jumlah kasus itu berbeda dengan jumlah korban, karena bisa saja dalam satu kasus itu korbannya lebih dari satu orang," kata Abdul Rahim.
Dia menyebutkan bahwa berdasarkan catatan, kasus kekerasan tersebut paling banyak terdapat di Kota Baubau sebanyak 27 kasus, kemudian Kota Kendari 23 kasus, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) 19 kasus, Kolaka Utara (Kolut) 18 kasus, Buton 17 kasus, Muna 15 kasus, Buton Utara (Butur) 14 kasus, dan Buton Selatan (Busel) 12 kasus.
Kemudian, Kabupaten Kolaka terdapat 11 kasus, Kolaka Timur (Koltim) 11 kasus, Bombana enam kasus, dan Wakatobi empat kasus.
"Sedangkan untuk Kabupaten Konawe Utara (Konut), Konawe Kepulauan (Konkep), Konawe, dan Kabupaten Muna Barat (Mubar) tidak ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi," ujarnya.
Meski begitu, Abdul Rahim mengungkapkan bahwa terdapat kemungkinan jumlah tersebut bisa lebih banyak, data tersebut hanya yang tercatat pada Simfoni PPA.
“Ada kemungkinan data tersebut akan lebih banyak karena kemungkinan ada korban yang tidak melaporkan,” ungkap Abdul Rahim.
Ia menyampaikan bahwa dari kasus-kasus tersebut terdapat beberapa bentuk kekerasan yang dapat oleh para korban, yakni kekerasan fisik, psikis, eksploitasi, trafficking, penelantaran, seksual, dan lainnya.
“Untuk kekerasan secara fisik sebanyak 83 korban, psikis sebanyak 19 korban, seksual sebanyak 98 korban, penelantaran 11 korban dan lainnya sebanyak 10 korban. Sedangkan eksploitasi dan trafficking tidak ada korban” jelasnya.
Abdul Rahim menuturkan bahwa untuk daerah yang paling banyak jumlah korban berdasarkan bentuk kekerasan yaitu Kota Baubau sebanyak 28 korban, Kota Kendari sebanyak 27 korban dan Kolaka Utara 20 korban.
Ia menambahkan bahwa jika dilihat data dari lima tahun terakhir, kasus kekerasan pada perempuan dan anak terus mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan bukan karena kasus kekerasan yang meluas namun mulai adanya kesadaran masyarakat untuk melaporkan.
“Mulai dari tahun 2019 sebanyak 140 kasus, 2020 sebanyak 240 kasus, 2021 sebanyak 235 kasus, 2022 sebanyak 379 kasus dan 2023 sebanyak 545 kasus,” tambah Abdul Rahim.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
Kepala DP3APPKB Abdul Rahim saat ditemui di Kendari Selasa, mengatakan bahwa jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak atau Simfoni PPA.
"Jumlah kasus itu berbeda dengan jumlah korban, karena bisa saja dalam satu kasus itu korbannya lebih dari satu orang," kata Abdul Rahim.
Dia menyebutkan bahwa berdasarkan catatan, kasus kekerasan tersebut paling banyak terdapat di Kota Baubau sebanyak 27 kasus, kemudian Kota Kendari 23 kasus, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) 19 kasus, Kolaka Utara (Kolut) 18 kasus, Buton 17 kasus, Muna 15 kasus, Buton Utara (Butur) 14 kasus, dan Buton Selatan (Busel) 12 kasus.
Kemudian, Kabupaten Kolaka terdapat 11 kasus, Kolaka Timur (Koltim) 11 kasus, Bombana enam kasus, dan Wakatobi empat kasus.
"Sedangkan untuk Kabupaten Konawe Utara (Konut), Konawe Kepulauan (Konkep), Konawe, dan Kabupaten Muna Barat (Mubar) tidak ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi," ujarnya.
Meski begitu, Abdul Rahim mengungkapkan bahwa terdapat kemungkinan jumlah tersebut bisa lebih banyak, data tersebut hanya yang tercatat pada Simfoni PPA.
“Ada kemungkinan data tersebut akan lebih banyak karena kemungkinan ada korban yang tidak melaporkan,” ungkap Abdul Rahim.
Ia menyampaikan bahwa dari kasus-kasus tersebut terdapat beberapa bentuk kekerasan yang dapat oleh para korban, yakni kekerasan fisik, psikis, eksploitasi, trafficking, penelantaran, seksual, dan lainnya.
“Untuk kekerasan secara fisik sebanyak 83 korban, psikis sebanyak 19 korban, seksual sebanyak 98 korban, penelantaran 11 korban dan lainnya sebanyak 10 korban. Sedangkan eksploitasi dan trafficking tidak ada korban” jelasnya.
Abdul Rahim menuturkan bahwa untuk daerah yang paling banyak jumlah korban berdasarkan bentuk kekerasan yaitu Kota Baubau sebanyak 28 korban, Kota Kendari sebanyak 27 korban dan Kolaka Utara 20 korban.
Ia menambahkan bahwa jika dilihat data dari lima tahun terakhir, kasus kekerasan pada perempuan dan anak terus mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan bukan karena kasus kekerasan yang meluas namun mulai adanya kesadaran masyarakat untuk melaporkan.
“Mulai dari tahun 2019 sebanyak 140 kasus, 2020 sebanyak 240 kasus, 2021 sebanyak 235 kasus, 2022 sebanyak 379 kasus dan 2023 sebanyak 545 kasus,” tambah Abdul Rahim.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024