Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Era Politik Khafidlul Ulum mengatakan keputusan DPR RI menunda Rapat Paripurna Pengesahan RUU Pilkada hanya bertujuan meredam amarah masyarakat.

"Cukup berbahaya jika hasil revisi UU Pilkada disahkan. Maka DPR melakukan manuver untuk menundanya sebentar agar kemarahan rakyat agak sedikit mereda sehingga masyarakat terkecoh," kata Khafidlul dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.

Menurut Khafidlul, penundaan rapat paripurna sangat janggal karena sebelumnya dalam pembahasan RUU Pilkada pada Rabu (21/8), hampir semua fraksi, kecuali PDI Perjuangan, setuju sehingga pembahasan dibawa ke rapat paripurna.

Namun demikian, saat ini mayoritas anggota DPR justru tidak hadir dalam rapat paripurna tersebut. Padahal jika para fraksi datang seperti saat pembahasan RUU Pilkada sebelumnya, RUU tersebut berpotensi disahkan sebagai undang-undang.

Menurut ia, penundaan pembahasan bukanlah jawaban akhir dari polemik RUU Pilkada karena DPR bisa saja mengesahkan RUU Pilkada menjadi undang-undang tanpa sepengetahuan publik.

"DPR bisa mengesahkan RUU kapan saja, tidak pandang pagi, siang, sore, malam, bahkan tengah malam atau dini hari. Kita masih ingat Undang-Undang Ibu Kota Nusantara disahkan pada tengah malam," kata Khafidlul.

Oleh karena itu, ia berharap masyarakat terus memantau dan mengkritisi proses pembahasan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada agar tidak terkesan lolos secara diam-diam.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Penundaan Rapat Paripurna RUU Pilkada untuk redam amarah masyarakat

Pewarta: Walda Marison

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024