Dokter saraf dr. Beny Rilianto Sp.N, Subsp.NIOO(K), FINA, M.Epid. menjelaskan aneurisma otak merupakan penyakit yang terjadi karena adanya pelebaran atau penonjolan pembuluh darah otak akibat melemahnya dinding pembuluh darah dan berisiko mengalami ruptur atau pecah.

"Jadi aneurisma ini analoginya adalah balon yang semakin lama semakin membesar, sehingga akan mencapai pada batas tertentu dan sangat mungkin seiring waktu menjadi ruptur atau pecah," kata dokter Beny yang bertugas di di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Mahar Mahardjono, Jakarta saat gelar wicara secara daring, Kamis.

Beny menambahkan aneurisma otak berbahaya, karena dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid, suatu bentuk stroke yang ditandai dengan sakit kepala hebat dan penurunan kesadaran.

Faktor risiko aneurisma meliputi genetika, hipertensi, konsumsi alkohol, merokok, dan kondisi sindrom tertentu seperti sindrom Ehlers-Danlos, dan wanita lebih berisiko mengalami aneurisma dibandingkan pria dengan rasio sekitar dua banding satu.

Aneurisma otak menjadi kondisi serius dan perlu diwaspadai, karena dapat menimbulkan komplikasi berbahaya, terutama jika pecah. Secara umum, aneurisma otak terbagi dalam dua kelompok utama, yakni aneurisma yang pecah (ruptur) dan yang tidak pecah (non-ruptur).

Aneurisma yang pecah dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid yang sering ditandai dengan sakit kepala hebat yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Gejala lainnya meliputi gangguan kesadaran dan penurunan fungsi otak yang signifikan, menjadikannya keadaan darurat medis yang memerlukan penanganan segera.

Sekitar 85 persen kasus perdarahan subarachnoid disebabkan oleh aneurisma pecah, sementara sisanya disebabkan oleh faktor lain.

Sementara itu, aneurisma yang tidak pecah umumnya tidak menimbulkan gejala, sehingga beberapa orang memiliki aneurisma di otaknya tanpa pernah menyadarinya.

"Nah untuk aneurisma yang tidak pecah ini, beberapa kasus memang tidak ada gejala, kalau aneurisma belum pecah. Namun, ada beberapa kondisi jika aneurismanya ini terletak pada area-area tertentu di otak, dia bisa mengakibatkan adanya muncul gejala, karena akibat efek desakan dari aneurisma," ungkap Beny.

"Walaupun belum tentu dia pecah, beberapa kasus itu yang paling sering adalah gangguan pada gerakan bola mata," imbuhnya.

Dalam banyak kasus, aneurisma baru terdeteksi melalui pencitraan medis, seperti neuroimaging, yang membantu dokter dalam mengidentifikasi potensi risiko dan menentukan langkah penanganan lebih lanjut.

 

Pewarta: Putri Hanifa

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024