Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa yang tergabung dalam “Koalisi Transisi Energi Berkeadilan” menggelar aksi damai di Bundaran Tugu Digulis Universitas Tanjungpura Pontianak dan Kantor Gubernur Kalimantan Barat.
Aksi itu merupakan bagian dari peringatan Big Bad Biomass International Day, dengan fokus utama mendesak pemerintah untuk menerapkan kebijakan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
"Transisi energi merupakan proses penting dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil menuju energi bersih dan ramah lingkungan. Namun, kebijakan pemerintah dalam memanfaatkan biomassa kayu sebagai salah satu sumber energi terbarukan memicu kekhawatiran dari berbagai kalangan," kata Ketua Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo, Ahmad Syukri di Pontianak, Senin.
Hal itu terkait dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat lokal, terutama di Kalimantan Barat yang memiliki kawasan hutan luas.
Dia menegaskan bahwa kebijakan transisi energi saat ini masih menyisakan masalah serius, khususnya terkait dampak sosial dan ekologis.
"Proyek pengembangan biomassa yang mengandalkan Hutan Tanaman Energi (HTE) dan hutan produksi berpotensi menyebabkan konflik lahan serta perampasan tanah masyarakat adat, yang mengandalkan hutan sebagai sumber kehidupan," tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa pembangunan HTE di Kalimantan Barat telah menyebabkan konflik berkelanjutan antara masyarakat adat dan perusahaan.
Perluasan izin konsesi untuk perusahaan HTE, menurut Syukri, akan mempercepat laju deforestasi dan degradasi lahan, serta mengancam keberlangsungan ekosistem hutan dan spesies langka, seperti orang utan Kalimantan.
Dalam kebijakan transisi energi, biomassa dinilai sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang diandalkan hingga tahun 2040.
Pemerintah, melalui Peraturan Presiden No. 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), mewajibkan perusahaan energi untuk membeli listrik dari pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) dan mendorong pembangunan PLTBm di seluruh provinsi, termasuk Kalimantan Barat.
Di tempat yang sama, manajer Kampanye Bioenergi dari Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani, memperingatkan bahwa pengembangan biomassa kayu dapat menambah krisis lingkungan.
"Masih ada sekitar 56.372 hektar hutan alam di dalam tujuh konsesi HTE di Kalbar. Jika kawasan ini dibuka untuk penanaman energi, potensi emisi karbon yang dilepaskan bisa mencapai 36,5 juta ton," kata Amalya.
Ia menambahkan bahwa pembakaran biomassa di PLTBm juga menghasilkan polusi udara yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Amalya menyerukan agar Pemerintah Provinsi Kalbar meninjau kembali rencana pengembangan biomassa dan mencari solusi energi yang benar-benar terbarukan tanpa merusak lingkungan atau mengorbankan masyarakat.
Koalisi Transisi Energi Berkeadilan yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan kelompok mahasiswa menganggap bahwa transisi energi harus dilakukan secara berkeadilan. Hal ini berarti kebijakan energi terbarukan tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi karbon, tetapi juga harus memperhatikan dampak sosial dan lingkungan.
Mereka mengkritisi penggunaan biomassa kayu sebagai solusi utama dalam transisi energi karena hal ini dianggap sebagai solusi palsu yang justru memperparah deforestasi dan krisis iklim.
Dalam aksi damai tersebut, para demonstran menuntut pemerintah untuk menghentikan proyek-proyek yang merusak hutan dan merugikan masyarakat lokal, serta mendorong pengembangan energi yang benar-benar ramah lingkungan seperti energi surya, angin, dan air.
Kalimantan Barat memiliki kawasan hutan alam yang luas, menjadikannya salah satu provinsi dengan target mitigasi deforestasi terbesar di Indonesia.
Koalisi ini menegaskan bahwa jika Kalbar dijadikan sentra pengembangan biomassa, potensi kehilangan hutan alam akan sangat besar. Oleh karena itu, mereka menekankan pentingnya melindungi hutan dan hak-hak masyarakat adat yang selama ini menggantungkan hidupnya pada ekosistem hutan tersebut.
Dengan aksi damai ini, Koalisi Transisi Energi Berkeadilan berharap pemerintah lebih bijak dalam menerapkan kebijakan transisi energi yang tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga melindungi lingkungan dan masyarakat yang terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut.*
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024