Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Jumat menegaskan kembali komitmen negaranya untuk membantu Suriah selama proses transisi menyusul runtuhnya rezim Bashar Assad awal bulan ini.

"Kami mendukung rakyat Suriah dalam mengelola proses transisi dengan lancar, tanpa hambatan apa pun di sepanjang masa transisi tersebut," kata Erdogan kepada wartawan dalam perjalanan kembali dari Kairo, tempatnya menghadiri KTT D-8 ke-11 pada Kamis (19/12).

Dia juga mengumumkan bahwa Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan akan segera mengunjungi Suriah untuk mengerjakan "struktur baru" yang akan dibangun di negara itu.

"Jika Suriah membangun struktur yang benar-benar stabil dengan formasi baru ini, menurut saya, ini akan memiliki posisi yang sangat kuat di dunia Islam," tambahnya.

Sembari mendorong penyelesaian berbagai masalah mendesak seperti kelangkaan energi dan tantangan keamanan di negara tetangganya itu, Erdogan berjanji untuk menyelesaikan masalah energi Suriah dengan cepat dan memperkuat hubungan perdagangan dengan Damaskus dan Irak.

"Kami akan mengintensifkan hubungan dagang dengan Irak dan Suriah. Ini akan membawa momentum baru bagi Suriah dan Turki dalam segala hal," katanya.

Erdogan juga membahas masalah keamanan regional, dan menyerukan konsistensi dalam cara negara-negara Barat memperlakukan kelompok teroris.

"Seperti halnya Daesh/ISIS tidak dapat menggelar demonstrasi di jalan-jalan dan alun-alun negara-negara Barat, PKK dan afiliasinya juga demikian," katanya.

Seraya menekankan berkurangnya pengaruh PKK, Erdogan mengatakan bahwa kelompok teror dan organisasi afiliasi itu telah "mencapai akhir masa hidup mereka."

Terkait isu geopolitik yang lebih luas, Erdogan mendesak negara-negara Barat, khususnya AS, untuk mengambil tindakan terhadap pendudukan Israel di wilayah Suriah.

"Harus ditegaskan dengan lantang bahwa pendudukan Israel atas wilayah Suriah tidak dapat diterima," tegasnya.

Erdogan juga menyoroti kekejaman yang dilakukan di Penjara Sednaya, yang terletak di dekat Damaskus, di bawah pemerintahan Assad sebagai lambang pelanggaran rezimnya.

"Kekejaman, pembunuhan di luar proses hukum, dan ketidakadilan di sana merupakan gambaran paling menyakitkan dari realitas (di bawah) rezim Ba'ath," katanya, seraya berjanji untuk "menuntut pertanggungjawaban atas kejahatan ini berdasarkan hukum internasional."

Sumber: Anadolu

Pewarta: Katriana

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024